Ambisi 5

1K 70 12
                                    

Hanna minum-minum karna oleh-oleh jam tangan mahalnya buat Bang Leon ditolak.

Zion berdecak sebal saat pesan itu sampai di ponselnya. Apa juga dia bilang. Lelaki itu akan menolak pemberian Hanna. Gadis itu saja yang terlalu keras kepala sampai tidak mempedulikan perkataannya. Sekarang lihatlah, gadis itu malah memilih minum-minum daripada curhat ke dia. Saking marahnya, tangan Zion gatal ingin memukul sesuatu.

"Hallo, Mark? Dimana lo sekarang?" Zion berbicara dengan Mark lewat ponsel. Saat ini dia sudah berada di dalam club tempat Hanna berada. Lelaki itu mendesah lelah, kenapa harus di sini gadis yang dicintainya berada. Sebagai lelaki ia merasa telah gagal. Bagaimana mungkin ia bisa santai main game di rumah ketika Hanna mengeluarkan stres di sini. Seharusnya ia menghubungi gadis itu walau dalam kondisi merajuk.

"Lantai dua, bro! Buruan, gue ada balapan sejam lagi!" tanpa menggubris celotehan Mark, Zion langsung melesat menuju lantai dua setelah memutuskan sambungan. Hingar bingar sekitar tidak membuatnya terusik, pikirannya malah terfokus ke kondisi Hanna sekarang. Walaupun seorang playboy, perasaan untuk Hanna bukanlah main-main. Ia benar-benar menyukai gadis cantik itu, walau tahu perasaan sang gadis bukan miliknya.

Masih dengan kepala penuh akan Hanna. Zion sampai kurang memperhatikan jalan. Saat akan berbelok di belokan, seorang gadis yang ia terka lagi berlari tidak sengaja menabrak dirinya sampai ia harus menahan tubuh dengan bertumpu pada tembok. Dan gadis yang menabraknya juga ikut oleng. Alam bawah sadarnya membuat lelaki itu bergerak untuk menahan tubuh gadis itu. Menahan pinggang dengan tangan kiri, lalu tangan kanannya menegang bahu gadis itu.

Cahaya yang temaram membuat Zion kurang jelas melihat wajah itu walaupun jarak mereka bisa dibilang sangat dekat. Ingin Zion melihat wajah itu lebih lanjut tapi sayang gadis itu langsung menjauhkan diri.

"Maaf!" ucap sang gadis seraya menunduk. Merasa familiar dengan suara itu, Zion pun ingin membalas namun terhenti ketika mendengar suara teriakan dari lorong yang tadi ingin ia masuki. Zion membeku, bukan karena ketakutan dengan suara itu melainkan terkejut saat nama orang yang sangat ia benci terdengar.

"Shabiella! Dimana kau?" itulah nama yang ia dengar. Otaknya pun bekerja lalu menghubungkannya dengan suara gadis itu. Sekali lagi itu benar. Suara gadis ini milik gadis ambisi itu. Ingin memastikan lebih lanjut, Zion mencoba mendekat. Namun sekali lagi sangat disayangkan, orang yang ia duga sebagai Bhila malah kabur menuruni tangga menuju lantai satu. Entah apa yang merasuki diri Zion, dia malah mengejar Bhila. Jaraknya dengan Bhila tidak terlalu jauh, tetapi karena tempat ini tidak pernah sepi pengunjung membuatnya susah untuk menjangkau Bhila. Bahkan banyak wanita genit mendekatinya.

"Bhila!" suaranya terendam oleh suara musik DJ. Lelaki itu berdecak kesal lalu membelah lautan wanita genit itu dengan kasar. Bahkan ada yang terjatuh oleh dorongannya.

"Hay, manis, kok sendiri, aja?" dua orang lelaki menghadang jalan Bhila. Tangannya yang semula sudah bergetar sekarang tambah menjadi. Kenapa ia harus mengalami hal ini? Ia mengeluh dalam hati. Ketika ia akan berjalan melewati dua pria itu, seseorang malah mencekal tangannya kuat. Mulutnya terbuka ingin teriak tapi orang itu malah terlebih dahulu membekapnya.

Memang kuadrat wanita yang tidak bisa mengalahkan kekuatan laki-laki. Bhila dengan mudah diseret lelaki itu menuju pojok club yang lumayan sepi. Karena tadi ia membelakangi lelaki itu, ia jadi tidak tahu siapa pelaku yang membekap mulutnya. Tapi setelah si pelaku membuka bekapan lalu menyudutkannya ke tembok, sekarang ia tahu siapa orang itu. Orang yang sangat ia hindari.

"Zion?"

"Ternyata benar elo?" suara Zion sarat akan keterkejutan. Ia menarik dagu Bhila lalu meneliti wajah itu dari jarak dekat. Ia bahkan tidak sadar jika posisi mereka sangat dekat.

Ambitious GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang