Part 15

117 35 11
                                    

"Kenapa Kak Alex nginep di sini?" tanya Sheryl begitu mereka memasuki kamar hotel

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kenapa Kak Alex nginep di sini?" tanya Sheryl begitu mereka memasuki kamar hotel.

"Kemarin ada pertemuan ketua BEM seluruh universitas di hotel ini. Karena acaranya sampai malem, jadi gue nginep di sini aja." Ujarnya seraya berjalan ke arah kulkas. "Minum dulu, lo tadi belum sempet minum green teanya, kan?" lanjutnya seraya menyodorkan satu kaleng soft drink kepada Sheryl.

"Makasih, Kak."

"Lo bisa ganti pake baju ini. Ini baju paling kecil yang ada di sini." Sahut Alex memberikan kaos berwarna putih kepada Sheryl. Sheryl pun kemudian segera berganti menggunakan baju itu. Beruntung ia bertemu Alex, kalau tidak mungkin ia akan pulang dengan keadaan yang memalukan.

Sheryl mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan kamar hotel ini. Rapi. Satu kata yang menggambarkan kamar ini. Jauh berbeda dengan keadaan kamarnya saat ini. Netranya kemudian terfokus kepada satu objek. "Ini sepatu Kak Alex?" tanya Sheryl yang diangguki oleh Alex. Sheryl berdecak kagum. Gila, ia bahkan sudah mengincar sepatu ini selama berbulan-bulan namun masih belum mendapatkannya.

"Kenapa? Lo mau? Ambil aja," sahut Alex yang langsung dibalas oleh gelengan kepala Sheryl. "Buat lo aja, lagian gak akan kepake kok sama gue." Lanjut Alex kemudian menyerahkan sepatu itu kepada Sheryl.

Sheryl kembali menggeleng. "Lagian gak akan muat kok di kaki aku."

"Justru itu, makanya gak akan gue pake karena kekecilan, Sheryl. Kalo gak percaya coba aja deh." Ujar Alex kemudian membantu Sheryl memasang sepatu tersebut di kakinya. Sheryl sedikit canggung dengan keadaan saat ini dimana Alex yang berjongkok di hadapannya.

BRAK!

Sheryl dan Alex tersentak mendengar suara gaduh di ujung sana. Sepertinya ada orang yang mendobrak pintu ini.

Tunggu. Mendobrak?

"Brengsek!"

Dan bugh! Alex tersungkur karena mendapat pukulan seseorang secara tiba-tiba. Darah segar keluar dari hidung dan juga sudut bibirnya. "Ka-kak," Sheryl memekik kaget dan segera menghampiri Alex untuk membantunya berdiri. "Sialan, siap—" umpatan Sheryl terhenti begitu matanya dan mata peninju itu bertemu. Sheryl membulatkan matanya sempurna.

"Ethan?!"

"Lo gila? Apa yang lo lakuin, hah?!" teriak Sheryl menatapnya tak percaya. "Apa-apaan sih?! Ini bukan urusan lo! Gak usah ikut campur!" lanjutnya lagi yang masih merasa emosi akan perlakuan Ethan terhadap Alex.

"Latasha, pulang sekarang!" perintahnya sambil menarik tangan Sheryl dengan kasar. Sial, temperamennya benar-benar membuat Sheryl muak. Umpatnya dalam hati.

***

Sepanjang perjalanan, baik Sheryl maupun Ethan enggan bersuara. Ethan masih fokus menyetir dengan wajah garangnya, sedangkan Sheryl hanya mendumel dalam hatinya sambil menatap jalanan yang masih ramai. Ia merasa deja vu akan situasi ini. Dimana mereka juga pernah saling mendiamkan dan akhirnya Sheryl meminta maaf duluan. Namun untuk kali ini, ia tak sudi untuk meminta maaf, karena ia pikir ini bukan salahnya. Harusnya Ethan tetap bersikap seperti tadi pagi, bukan malah seperti ini.

AmourTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang