*****
Hinata berjalan pelan dengan payung yang melindunginya dari rinai hujan musim panas yang mengguyur sejak subuh tadi. Gadis berambut panjang itu berjalan tenang sambil menghirup udara pagi yang dingin dan dipenuhi aroma tumbuhan dan pepohonan yang segar. Hinata melompat kecil saat ada genangan kecil menghadang langkahnya. Hinata hanya mendesah pelan saat saat ada dua anak kecil berlari melewatinya dan menginjak genangan air di depannya yang menyebabkan sepatu Hinata kini basah dengan sedikit hiasan lumpur yang membuat warna coklat dari lumpur mewarnai sepatu birunya. Hinata hanya mendesah lalu melanjutkan perjalanannya menuju sekolah. Hinata tidak kesal atau pun marah atas lumpur di sepatunya atau saat ada pengendara sepeda yang memacu kendaraannya terlalu kencang yang menyebabkan air di jalan menyiprat dan membasahi rok dan kakinya. Hinata menikmati semua pemandangan yang ada di hadapannya. Juga saat ada pemuda pirang yang sedang sibuk dengan ponselnya mendadak marah – marah sambil memaki mobil yang berlalu dan melewati genangan air yang membuat air menciprati seragam pemuda itu hingga basah dan sedikit berlumpur.
" Dasar Brengsek!! Punya mata nggak sih?! Kalau tidak bisa melihat jangan nyetir, Dasar Bodoh!! Brengsek!! " makinya pada mobil yang terus melaju pergi.
" Sebaiknya kau ke UKS. Di sana selalu ada seragam kering untuk siswa malang sepertimu. " ucap Hinata pada pemuda itu.
Pemuda itu menoleh dan menatap Hinata dengan tatapan kaget. Dia tidak menyangka ada orang yang mau menghampirinya saat dia marah – marah seperti tadi. Padahal biasanya orang langsung menyingkir saat dia marah dan memaki seperti yang dilakukannya barusan. Pemuda pirang itu melihat gadis di hadapannya dengan tatapan heran. Gadis itu memiliki wajah cantik dengan kulit putih dengan rambut panjang kebiruan. Pemuda itu takjub saat melihat sepasang mata beriris lavender milik gadis itu. Begitu jernih dan indah. Entah kenapa pemuda itu langsung terpesona melihat sepasang mata indah itu.
" Hey! Kau kenapa? " Pertanyaan Hinata membuat pemuda pirang itu tersadar dari keterpesonaannya. Pemuda itu mengerjabkan mata birunya sesaat untuk mengumpulkan kesadarannya yang sempat terbang entah kemana tadi.
" Eh! Iya. Maaf. Bisakah kau menunjukan tempat itu padaku? Aku siswa baru di sini. " ucap pemuda itu malu.
Hinata tersenyum melihat ekspresi pemuda itu yang mudah sekali berubah. Beberapa menit lalu pemuda itu terlihat begitu marah, kemudian sesaat tadi dia tampak linglung atau melamun sambil memandangnya. Dan sekarang pemuda itu terlihat malu. Benar – benar seperti langit yang selalu berubah seiring perubahan cuaca.
" Tentu saja aku mau, aku bahkan akan mengantarmu. Ayo. " ucap Hinata sambil tersenyum lalu masuk ke gerbang sekolah SMA Konoha diikuti oleh pemuda pirang itu.
" Ini dia UKS-nya. Kau minta saja baju ganti pada Nona Sizune di dalam itu. " ucap Hinata sambil menunjuk seorang wanita yang terlihat sedang membersihkan UKS.
" Oya. Maaf aku tidak bisa menemanimu ke dalam karena aku harus piket. Aku ke kelasku dulu. Daa.. " ucap Hinata sambil berjalan meninggalkan UKS menuju kelasnya.
Pemuda pirang itu hanya mengerjab saat melihat gadis itu pergi begitu saja meninggalkannya tanpa memberi kesempatan padanya untuk berterima kasih. Pemuda itu mendengus lalu berjalan memasuki UKS.
Hinata memandang langit dari jendela kelasnya. Mega – mega berwarna putih seperti gumpalan kapas terlihat berarak pelan di langit musim panas yang biru. Matahari sore terlihat bersinar cerah membuat suasana begitu indah. Tanpa sadar Hinata tersenyum melihat pemandangan indah itu. Hinata segera mengeluarkan buku tulis dengan hardcover warna ungu dengan hiasan dua tangkai levender yang menghiasai sampul depan buku bersampul plastik bening itu. Dengan segera Hinata membuka halaman terakhir yang berisi tulisan puisi – puisinya dan mulai menulis di halaman selanjutnya yang masih kosong. Hinata memang hobi menulis puisi atau untaian kata, istilahnya yang dikarang sendiri oleh Hinata. Hinata malu kalau menyebut tulisannya itu sebagai puisi karena menurutnya tulisannya itu bukan puisi, hanya untaian kata yang keluar dari pikirannya yang kadang suka berkhayal kemana-mana. Dan semua untaian kata dan kalimat itu dia tulis di buku bersampul ungu dengan hiasan lavender itu.