Bab 9

121 48 39
                                    

Pemandangan senja membuatku sadar, matahari mempunyai tabiat yang luar biasa.

Ia datang membawa tanda, pergi pun tak lupa berpamitan. Fajar ialah tanda ketika ia datang dan senja ialah tanda ketika ia ingin pergi.

Banyak yang bisa di pelajari di seluruh alam semesta ini, termasuk mempelajari hal yang tak mungkin ada.

Seperti kamu, hal yang tak mungkin ada di hatiku..tetiba saja ada dan menempati hatiku. Kamu juga memberikan tanda ketika kau datang, tapi aku tak pedulikan tanda tersebut. Karena aku tak ingin mempelajari hal yang berbau cinta.

Cinta sangat menyesakkan, cinta akan membuat diriku sakit, cinta tak berguna, begitu pikirku ketika aku tak merasakan cinta.

Namun setelah aku merasakan sendiri bagaimana itu cinta, tetap saja aku tak paham mengenai banyak hal.

Yang bisa kulakukan hanyalah menerima rasa itu, walau menyesakkan, perih, dan sakit. Tapi disisi lain, aku juga merasakan kebahagiaan, keseruan, dan itu menyenangkan.

Cinta lebih sulit dijabarkan ketimbang matematika, karena matematika punya rumus untuk menyelesaikan soal dengan jawaban pasti. Sedangkan cinta, tak punya rumus yang bisa mendapatkan jawaban pasti.

Namun, cinta juga lebih mudah daripada bahasa. Karena cinta mempunyai bahasa tersendiri yang mampu membuat mengerti walau itu baru dipelajari.

Sebuah kata takkan bermakna jika terus dipendam, tapi sebuah kata akan merasa rendah jika terus dikatakan. Begitulah cinta, ia mempunyai takaran sendiri bagi orang yang merasakan.

Bagai obat, cinta dapat membuat orang sakit lebih sakit. Tapi cinta juga bisa membuat orang sakit menjadi sembuh, asalkan dengan takaran yang sesuai.

Menatap senja membuat otakku memikirkan banyak kata yang mewakilkan rasa ku.

Tanpa ku sadari, Stospish ternyata menatapku dari tadi.

"Hei?" Tanyaku sambil melambaikan tangan pada Stospish.

"Apa? Kamu kira aku ngelamun?" Tanya Stospish tersenyum jail.

Aku hanya mengangguk sebagai jawaban, "Bisa jadi?" Tanyaku sambil menaikkan alis kiri.

"Mana bisa aku ngelamun? Kalo orang yang aku lamunin ada disini?" Jawabnya dengan usil.

"Yayaya whatever.." ujarku.

Aku beranjak pergi, baru satu langkah kakiku berjalan..

"Mau kemana?" Tanya Stospish.

Aku hanya mengendikkan bahu, "Kepo" jawabku sambil menoleh.

Aku pun berlari menjauh, menikmati angin malam yang berembus menerpa seluruh tubuhku. Dingin dan menyejukkan, sepertinya angin ini ingin memberitahukan jika ia kesepian. Hahaha, sejak kapan aku mengerti bahasa angin? Entahlah.

Aku berhenti berlari dan langsung terduduk, lelah karena sudah berlarian mengelilingi lapangan pasir.

Di hadapanku, aku samar-samar melihat seorang cowok yang sedang menatapku dari kejauhan. Entah kenapa, aku bisa melihat senyumnya. Wait.. senyum itu... ha? Serius itu Aphni??

Dengan tertatih, aku bergegas berdiri dan berlari menghampirinya. Jika dugaanku benar, maka penglihatanku tak salah.

Semakin ku mendekat, ia berbalik badan dan berjalan menjauh. Apa ini? Aku belum sampai ke dekatnya, tapi ia sudah menjauh saja.

Semakin ku percepat laju lari, aku berhenti karena napasku tersengal. Cukup sulit saat ku bernapas, aku ingin meneriakinya yang semakin jauh. Tapi kakiku lemas dan terduduk.

LOLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang