Bab 19

54 28 7
                                    

Usai makan malam bersama, kami berenam berangkat menuju alun-alun kota Jombang. Zery bersama ayah dan aku menaiki motor hitam matic sedangkan wanita itu dan dua anaknya menaiki motor merah matic.

Sesampainya di alun-alun, aku selalu bersama ayah dan adek. Kami melakukan banyak permainan dan hampir semua wahana di alun-alun sudah kami coba.

Pengalaman kali ini mengingatkan pada saat dulu, aku bersama adek selalu bermain di bazar. Namun, kali ini terdapat tambahan orang. Dan jika saja aku tak ikut ayah, aku sangat takut kalau Zery sampai kenapa-napa.

Karena Zery, aku ikut bersama ayah. Karena Zery, aku pertama kalinya merasa benci dengan orang yang lebih tua, padahal baru bertemu.

Malam ini cukup membuatku bisa nyaman sejenak saja, namun karena wanita itu datang dengan membawa belanjaan yang menghampiri kami, kebencian yang akan redup pun kembali berkobar, senyumku tak lagi sama seperti tadi. Tadi sempat ku lakukan jika aku tersenyum tulus melihat Zery bahagia, namun ketika tawaku mulai merasakan kebahagiaan.. seketika itu juga kulihat wanita itu datang dan tawaku terasa hambar dan senyumku terasa getir.

"Perusak! Huh!!" Makiku dalam batin.

"Udah, yok pulang!" Ajak wanita itu.

"Yah, beli es krim itu ya.." pintaku seakan tak mau dibantah.

Ayah pun mengangguk dan menggendongku turun dari istana balon, kemudian tanganku digandeng dan adek berada dalam gendongan ayah. Kami bertiga menuju penjual es krim, beliau terlihat pria yang ramah dan selalu tersenyum.

"Wah hebat ya, bisa tersenyum tulus seperti itu tanpa lelah. Padahal disini gak ada yang spesial" batinku memuji bapak penjual es krim.

"Pak, beli es krim dua ya.. mbak, minta rasa apa?" Tanya ayah.

"Adanya apa aja, pak?" Tanyaku.

"Ini ada melon, coklat, vanila, anggur, strawberry, durian, sama blueberry. Pilih yang mana dek?" Tanya pak penjual es krim yang tetap menerbitkan senyuman.

"Melon sama blueberry, adek yang mana?" Tanyaku.

"Aku durian sama anggur" jawab adek Zery.

Segera saja, dua es krim yang kami pesan sudah siap santap. Kami hendak berbalik, eh ga taunya wanita itu minta dibelikan es krim buat anak bungsunya.

"Duh, ga dari tadi aja sih" keluhku dalam hati.

Sambil menikmati es krim, aku memperhatikan adek Zery dengan anak bungsunya wanita itu terlihat akrab bagaikan saudara alakadarnya.

"Andai kamu paham, dek. Kalo itu anak dari orang lain, jadi semarah apakah dirimu saat bertemu ayah lagi? Tapi sayang beribu sayang, usiamu masih terlalu kekanakan. Jadinya cuma aku yang merasa sakit hati disini.." batinku kembali berujar.

"Kamu gak mau kenalan sama mbak Mincah?" Tanya adek Zery yang sontak membuatku menoleh terkejut.

"Lah, adek loh.. aduh!" Batinku menimpali.

"Oiyah aku lupa" ujar anak bungsunya wanita itu.

Mereka menghampiriku yang tengah duduk di undakan.

"Mbak, aku Bima.." ucapnya polos dengan meminta jabatan tangan.

"Oh iya dek, maaf.. gak bisa jabatan, ini lengket..hehe" ujarku dengan agak susah.

"Sial! Kalo gini kan, aku yang gak enak.. duh! Susah banget sih cuekin anak polos.. wah sial deh" batinku lagi.

"Oke, mbak" timpalnya dengan mengacungkan jempol tangan juga menampilkan deretan gigi putihnya.

LOLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang