Prolog

1.4K 231 304
                                    

Gemercik air mengiringi setiap langkah mereka sore itu. Air hujan yang turun juga ikut menyeimbangkan suara dengan tawa kedua anak yang sedang asik berlarian kesana kemari di area perpohonan. Wangi petrichor sudah tercium di indera penciuman mereka.

Desa, dengan pepohonan rimbun dan sawah yang menyebar di penjuru tempat menjadikan desa itu terlihat asri di mata siapapun yang melihat.

Langkah anak laki-laki itu terhenti saat menyadari debit air yang turun dari langit itu kian mengurang. Kepalanya mengadah ke atas untuk memastikan. Anak perempuan di sebelahnya juga mengikuti apa yang dia lakukan.

"Hujannya udah mau reda ...," kata anak perempuan itu kecewa.

"Levita, ayo!" Anak laki-laki itu menarik tubuh anak perempuan yang dia panggil Levita tadi ke gundukan tanah yang lebih tinggi dan berdiri di atasnya. "Itu pelangi!" serunya kemudian.

"Cantik sekali, ya, pelanginya!" Levita memencak kegirangan menatap pelangi yang melengkung indah pada langit di depannya.

Mereka memilih merenggangkan tubuh bereka dengan tidur terlentang di atas gundukan tanah yang di penuhi rumput hijau.

Mata mereka menatap lekat lengkung warna-warni di atas sana. Kegiatan ini tidak pernah mereka lewatkan setiap kali hujan turun.

Jika kalian bertanya apa mereka suka hujan? Jawabannya tidak terlalu suka, karena mereka bermain hujan hanya agar tidak bosan menunggu pelangi hadir. Meskipun pelangi itu kadang tidak terlihat.

Tapi kata anak laki-laki itu. "Pelanginya ada, tapi ketutupan sama awan hitam."

Sedangkan Levita hanya mengangguk mengerti. Tapi tidak apa-apa yang penting mereka tetap bermain hujan bersamaan.

Tinggal pada rumah yang bersebelahan membuat mereka kian dekat setiap harinya. Bermain, belajar dan melakukan hal yang mereka sukai dari pagi hingga di paksa pulang saat senja menghampiri.

Ya begitulah jika memiliki sahabat dari kecil. Masa-masa ini akan selalu di kenang bahkan sampai remaja hingga beranjak dewasa.

Masa-masa kecil yang akan selalu mereka rindukan.

*****

"Gue peringatin lo sekali lagi!" Bibirnya mendekat ke telinga perempuan di sebelahnya. Kemudian membisikkan sebuah kalimat—lebih tepatnya mendesis. "Jangan pernah lo coba-coba dekat atau chat Billy lagi, atau lo bakal tau akibatnya!" tegasnya kemudian melepaskan cekikan di leher perempuan itu.

Damirasty—nama perempuan yang sedang dilabrak oleh seorang yang kekuasaannya paling tinggi di sekolah ini, Dhea Levilita.

Tadinya dia sedang asik memakan nasi gorengnya di kantin sebelum tiga cewek di depannya ini menarik kasar tubuhnya ke tembok belakang sekolah, dan mencekik lehernya kasar hingga dia sulit bernafas.

Namun dia tidak takut sama sekali.

Rasty tersenyum miring kearah Dhea dan dua dayangnya. "Urusannya sama lo apa?"

'Sialan!' desis dhea dalam hati. Berani juga cewek ini ternyata. "Lo mau main-main sama gue?" ia menjambak rambut Rasty hingga perempuan itu mendongak.

"Billy nggak pernah nembak elo!" desisnya menatap Dhea tak kalah sinisnya.

Dhea naik pitam, kekesalannya sudah di ujung tanduk. Dia membanting tubuh Rasty ke aspal kemudian menjongkok setelah mendengar ringisan dari mulut perempuan yang akan dia musuhi seumur hidupnya.

"Kita mulai perangnya!"

A/N:


Hae! Maapnya kemarin cerita ini aku take down dulu sebelum kembali pede sama tulisannya.

Beda dari yg sebelumnya, cerita ini insyaallah bakal sering update.

Anyway, makasih buat yg udah mau baca prolog💖

Regard
Arinakhai

Take Me AwayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang