22 | Hukuman berakhir?

139 20 4
                                    

Meminta anak dari teman lamanya itu untuk membimbing anak gadisnya adalah pilihan paling tepat. Terbukti, ia melihat begitu banyak perubahan di diri Dhea. Mulai dari pergi sekolah tepat waktu, tidak tidur di kelas hingga tidak lagi terdengar aksi bullying yang dilakukan sang anak.

Arvin berhasil  mengembalikan Dhea sepenuhnya.

Hari ini adalah hari terakhir ujian dilaksanakan, menurut keterangan yang ia dapat dari Arvin, peningkatan Dhea dalam belajar semakin naik. Jadi, ia tidak perlu menunggu pengambilan laporan nilai semester untuk mengembalikan hak sang anak.

Irawan duduk di sofa ruang tamu rumahnya, sengaja menunggu Dhea pulang sekolah sambil membaca beberapa buku.

“Kak Dhea!” seru anak kecil bernama Rafael. Itu anaknya, anak dari isteri keduanya.

Pria paruh baya itu menoleh ke arah pintu saat suara Rafael terdengar. Anak kecil itu memeluk kaki Dhea, berharap sang kakak berjongkok dan ikut memeluknya.

Dhea terdiam melihat anak kecil itu. kemudian, ia memaksakan seulas senyum.

Rafael ikut tersenyum lalu bersuara. “Kak Dhea cantik kalo senyum ...,” ujarnya dengan tulus.

Gadis itu tahu, bahwa Rafael sangat ingin akrab dengannya. Tetapi kebenciannya yang terlalu besar itu menutupi sebagian rasa sayangnya kepada sang adik.

Ia berjongkok, berusaha menunjukan rasa sayangnya. Arvin pernah bilang, meski bagaimanapun, Rafael tidak pernah salah dalam hal ini. Anak itu tidak tahu apa-apa.

“Rafael udah makan?” tanya Dhea berusaha ramah.

Anak kecil itu mengangguk. “Udah.”

Dhea menutup rapat mulutnya, bingung harus mengatakan apa lagi. “Eng ... Mau es krim nggak?”

Mata Rafael berbinar. “Mau!” serunya serayammelompat kegirangan.

Gadis itu tersenyum senang kala melihat Rafael seperti itu. Ternyata, adiknya begitu menggemaskan. “Ayo!” katanya setelah memegang tangan rafael. Kemudian ia berdiri.

Namun, belum sepat ia melangkah, suara sang papa menahannya.

“Dhea,” panggil Irawan.

Gadis itu berbalik.

“Ke sini sebentar,” katanya. Lalu beralih pada Rafael. “Kamu ke kamar, ya. Ganti baju dulu sebelum pergi.”

Setelah mendekat, Dhea menautkan alis. “Ngapain ganti baju, sih, Pa? Kan Cuma beli es krim di depan komplek—“ ucapan gadis itu terputus saat melihat sebuah benda yang papanya berikan. Matanya melebar tidak menyangka bahwa mobilnya akan dikembalikan secepat ini.

“Karena kamu udah menjalankan hukuman dengan baik,” kata Irawan sebelum Dhea bertanya.

“Tapi, kan, hasil ujian belum keluar, Pa?” gadis itu masih tidak percaya dengan tindakan sang Papa.

Irawan tersenyum. “Arvin udah kasi tau ke papa gimana perubahan kamu. Asal kamu tetap kayak gini, papa akan belikan apa yang kamu mau.”

Dhea mengambil kunci mobil itu kemudian membalas senyum papanya. “Ini aja udah cukup, Pa.”

Pria paruh baya itu mengangguk. “Bawa adik kamu jalan-jalan,” katanya setelah melihat anak itu menuruni tangga perlahan.

Ia tidak lagi menjawab, dan memilih menggiring tangan Rafael untuk dibawa jalan-jalan. Ini pertama kalinya ia pergi mengajak anak itu jalan-jalan.

“Kamu suka ke mana?” tanya Dhea setelah mereka berada di dalam mobilnya.

Pertanyaan Dhea membuat anak berumur empat tahun itu tersadar. "Kenapa kita naik mobil? Kan cuma mau beli eskrim?"

Dhea menggeleng. "Kita mau jalan-jalan, kamu suka kemana?"

Anak itu mengangguk mengerti. Kemudian memegang dagu dengan mata yang mengarah ke atas seolah berpikir keras.

“Timezone!”

***

Dhea tidak sendiri ketika papanya meminta ia untuk mengajak Rafael jalan-jalan. Mereka pergi bersama Arvin. awalnya ia meminta Arvin memilih hadiah apa sebagai ucapan terimakasih karena sudah membantunya, tetapi cowok itu justru meminta pergi bersama Dhea kemanapun gadis itu inginkan.

Sudah tiga jam berlalu mereka di tempat ini. Tidak hanya Rafael yang memainkan banyak permainan, Dhea dan Arvin pun ikut bermain di sana. Mulai dari bermain papan pump, capit boneka hingga ikut dalam area mandi bola.

Setelah lelah dengan ujian, ia rasa ini tempat paling tepat untuk menenangkan pikiran. Mereka baru saja keluar dari sebuah restoran dan mengisi perut mereka. Namun, sebelum pulang ia harus menepati janjinya dengan Rafael saat di rumah tadi. Membelikan Es krim kesukaannya.

Anak berumur lima tahun itu terlihat senang dengan kehadiran Arvin. Kedua tangannya memegang tangan Dhea dan Arvin sambil berjalan cepat menuju tempat dimana permainan itu berada.

“Ayo, cepetan!” katanya sambil menarik tangan dua orang itu dengan langkah mundur.

“Iya, Rafael. Lihat jalan, nanti kamu jatuh, loh.”

Perhatian Dhea ke adiknya itu membuat Arvin tersenyum. Ia yakin, sebenarnya gadis ini sangat menyayangi anak-anak, apalagi kepada adiknya. Sayangnya ... rasa sayang itu harus tertutup dengan kebencian Dhea pada ibu kandung anak itu.

“Dhea,” panggil Arvin pelan ketika anak kecil itu sudah membalikkan  tubuhnya.

“Hem?”

“Jangan berubah lagi, ya?”

Sontak gadis itu menoleh dengan alis yang ia angkat. “Kenapa emang?”

Kalena ... kalo Kakak belubah lagi, Kak Dhea jadi galak," katanya setelah mendongak menatap sang kakak. "Kalo kata mama, olang yang suka malah-malah atau ngambek, mukanya jadi jelek,” jawab anak kecil itu tanpa diminta.

Arvin tersenyum mendengar jawaban Rafael. “Anak kecil aja tau,” katanya lalu terkekeh pelan.

“Emang kalo galak, kayak apa?” tanya Dhea ke Rafael.

“Kayak ... monster,” kata Rafael lagi. Lalu menunjukan gaya monster yang pernah ia lihat dalam serial kartun kesukaannya.

Cowok di sebelah Dhea semakin menguatkan tawanya. Lalu mengacak rambut Rafael karena berhasil membuat gadis itu kesal.

Gadis itu menghentikan langkah. Dengan wajah yang ditekuk, ia menatap dua orang itu bergantian. Kesal rasanya jika mereka berdua akrab mengejek dirinya.

Menyadari hal itu, Arvin berucap pada  Rafael. “Kak Dhea sebentar lagi berubah jadi monster. Lari!” seru cowok itu kemudian mengajak anak kecil itu berlari menuju stand es krim.

“Awas lo, ya!” teriak Dhea dengan kesal.

Author Note:

Kemarin ada yang nanya A/N itu apa. A/N itu singkatan author note hehe.

Anyway guys, gimana part ini?

Setelah riset yg cukup, lumayan banyak orang yang benci sama adik tirinya cuma karena ibu tirinya. Kalo kalian salah satu dari mereka, plis gaes, saudara tiri kalian nggak salah apa-apa.

Part ini, mungkin part terakhir buat Dhea ngerasa bahagia setulus ini. Karna setelah ini, banyak hal-hal yang buat Dhea bahkan nggak bisa senyum lagi.

Take Me AwayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang