4 | Kelab

484 162 216
                                    

Dhea memang gadis yang jauh dari kata 'baik' bahkan dia termasuk dalam ciri-ciri 'badgirl', tetapi meskipun begitu, Dhea tidak pernah suka pergi ke tempat yang menjerumuskannya ke hal 'negative'. Seperti saat ini, kedua sahabatnya itu justru menyeretnya menuju dance floor, berdiri diantara para menikmat dunia.

Berbeda dengan Erika dan Vera, gadis itu justru hanya berdiri memperhatikan orang-orang menari dengan gerakan 'vulgar'. Kelab, mabuk-mabukan, atau narkoba sangatlah jauh dari dirinya. Ia bukanlah tipe gadis yang memilih menghancurkan diri sendiri.

Ia hanya menyukai prilaku kasarnya terhadap orang lain. Membuat orang lemah merasa ketakutan adalah kebahagiaan luar biasa yang dia rasa. Apalagi, ia bisa leluasa melakukan itu di sekolah milik sang papa.

Bau menyengat alkohol dan bau asap rokok membuat Dhea mengibas-ngibaskan tangannya ke depan wajah. Akhirnya ia duduk pada kursi yang terletak di tempat itu sambil menatap ponsel dan melihap apapun pada benda pipih itu asalkan tidak melihat orang-orang di sini.

Sejujurnya dia benci ketika sahabatnya pergi ke tempat ini.

Persahabatan mereka sudah berlangsung lebih dari dua tahun yang lalu. Ketika mereka dihukum bersamaan karena melanggar aturan ketua osis pada masa orientasi sekolah.

Mereka bertiga kompak tidak menggunakan atribut yang diperintahkan. Awalnya, Dhea bukanlah tipe orang yang mudah bergaul dengan orang lain, bukan karena dia pemalu atau tertutup, ia justru tidak suka dengan orang-orang baru, atau lebih tepatnya; jijik.

Tangannya berhenti bergerak saat ia merasakan seseorang duduk di sebelahnya. Ia menoleh mendapati seorang cowok berkisar umur dua puluhan menatapnya dengan senyum menggoda.

Dilihatnya Dhea yang mengenakan baju dan celana ketat akibat permintaan Erika dan Vera. Matanya menatap gadis itu intens, dari bawah hingga ke atas.

"Mau apa?" tanya gadis itu dengan nada kasar.

Laki-laki itu tersenyum manis sebelum menjawab, "nggak usah senyum sok manis di situ. Gue nggak minta lo senyum!" ia bersedekap dada.

"Cantik. Tapi kok galak banget, sih?" tangan cowok itu menjulur ingin menyentuh dagu Dhea.

Dengan cepat ia menepis tangan cowok kurang ajar itu. "Lo mikir gue cewek murahan yang bakal rela ngejual diri demi harta?" Dhea menatap ke lain arah kemudian tertawa hambar. "Lo salah orang!"

Semakin Dhea meninggikan suara, semakin tertantang pula laki-laki itu untuk mendekatinya. Ia memperpendek jarak antara dirinya dan Dhea, kemudian tangannya menjulur merangkul bahu gadis itu.

Dengan kasar, ia melepaskan rangkulan itu kemudian berdiri. "Lo apa-apaan, sih? Jangan sentuh gue atau gue nggak bakal biarin hidup lo tenang," ancamnya dengan telunjuk mengarah ke depan wajah laki-laki brengsek itu.

Orang itu berdiri dan memperpendek jarak mereka lagi, Dhea mundur beberapa langkah lalu mendengus sebal saat tubuhnya berakhir pada tembok di belakangnya.

Laki-laki itu semakin dekat, dengan wajah yang juga mendekat. Namun, sebelum sesuatu terjadi ia sudah lebih dulu menampar pipi kiri cowok itu hingga menimbulkan suara. Beberapa orang di tempat itu menatapnya heran.

Laki-laki itu memegang pipinya yang memerah, kemudian menatap Dhea dengan amarah yang memuncak. "Kurang ajar!" Tangannya terangkat tinggi sebelum akhirnya melayang dalam hitungan detik.

Namun, sebelum tangan itu mendarat di pipi Dhea, seseorang sudah lebih dulu menghentikannya.

"Udah," kata Vera kepada laki-laki itu. "Dia temen gue," lanjutnya setelah laki-laki itu menoleh.

Take Me AwayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang