Ruangan BK kini senyap sejak suara terakhir terdengar lima menit yang lalu. Dua orang disana memilih bungkam atas permintaan Bu Kasih yang meminta Dhea agar di masukkan dalam panitia acara pensi yang akan diadakan tiga bulan mendatang.
"Maaf, saya enggak setuju, Bu, kalo Dhea masuk ke tim saya," serkah Anin tanpa rasa takut sedikitpun dengan gadis yang memiliki kekuasaan tertinggi di SMA Skylight itu. "Dia bakal jadi pengacau."
Bukan tanpa sebab jika Anin menolak hal tersebut, pasalnya, jika Dhea berada dalam tim mereka, yang ada acara akan semakin hancur tak terkendali. Teringat dengan segala kekacauan yang sudah cewek itu lakukan pada sekolah ini, ia rasa, Dhea tidak akan pantas berada pada deretan panitia acara.
"Loh, kenapa Anin? Bukannya kalian masih membutuhkan orang sebagai panitia?" tanya Bu Kasih bingung. Setahunya, mereka memang masih kekurangan orang untuk menjadi panitia, mengingat murid yang menjadi anggota OSIS tidaklah banyak.
Sementara Dhea memutar bola matanya tak peduli.
Anin menghela nafas sebelum menjawab pertanyaan Bu Kasih. "Ibu tau, 'kan, kasus apa aja yang udah Dhea lakukan?" ia melirik ke arah Dhea. "Saya yakin, dia enggak akan bisa jadi panitia."
"Justru itu," jawab Bu Kasih singkat.
"Ibu yakin sama permintaan Ibu?" Arvin yang sebelumnya memilih diam, kini bersuara. Dia juga sama tidak setujunya dengan keputusan Bu Kasih kali ini.
"Ibu mau pensi kita tahun ini hancur?" tanya Anin lagi. Ia tetap bersikukuh dengan keputusannya, demi sekolah, ia tidak akan pernah mau menerima Dhea masuk ke dalam tim nya.
Bu Kasih terdiam, sementara gadis berambut sedikit pirang itu berdiri. Sontak, tiga orang di sana menoleh.
"Mau ke mana kamu?" Suara guru BK itu menghentikan langkahnya.
Dia berbalik dengan kedua alis terangkat. "Uda, 'kan? Mereka enggak mau nerima saya jadi panitia, terus apa lagi?" gadis ini tidak akan perduli jika mereka tidak menerimanya menjadi panitia, ia justru bersyukur karena tidak harus menjalani hukuman dan tetap bisa mendekati Billy.
"Duduk! Atau saya laporkan pada Pak Irawan."
Kesal dengan perintah guru itu ia menggerutu dalam hati. Demi Tuhan, ia akan mencari tahu siapa guru yang sudah melaporkan kelakuannya pada sang Papa. Ia bersumpah akan membuat hidup guru tersebut tidak akan tenang.
"Duduk!" perintah Bu Kasih lagi.
Gadis itu menghentakkan kakinya kasar sebelum kembali duduk.
Bu Kasih menatap Arvin dan Anin bergantian. "Ini perintah Pak Irawan. Apapun yang dilakukan Dhea, Ibu minta kalian melapor."
Anin terdiam, sudah terbayang di benaknya apa yang akan terjadi setelah ini. Pensi kali ini tidak akan berjalan dengan lancar. Bagaimana mungkin dia bisa percaya pda pengacau nomor satu sekolah ini?
Pelaku aksi bullying, berlaku seenaknya, tidak pernah belajar. Yang Anin yakin, otak gadis itu tidak diisi oleh apapun selain rencana-rencana membully orang lain.
"Oke Bu. Saya terima tawaran Ibu, dengan syarat Dhea harus menuruti apapun yang di perintahkan." Arvin berucap tegas kepada Bu Kasih.
Dengan mata melotot Dhea bersuara kencang. "Lo mau jadiin gue bansur?"
"Ya itu terserah lo," jawab Anin.
Bu Kasih beralih menatap Dhea. Dengan hati-hati ia berusaha membuat cewek itu menurut. "Kamu harus menurut apapun yang mereka katakan. Atau saya akan laporkan kamu ke Pak Irawan."
Ia mendengus kesal menatap Arvin dan Anin bergantian. Kemudian beralih menatap Bu Kasih. "Terserah. Saya mau pulang!" katanya setelah mendengar bel pulang berdering beberapa menit yang lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Take Me Away
Teen FictionAku harap kalian nggak akan kecewa dengan kisah ini. Ini bukan tentangnya yang kutu buku lalu dibully. Ini bukan tentangnya yang introvert yang mendapatkan pacar si idola sekolah. Apalagi tentang dia yang ekstrovert dan mengejar cinta manusia batu. ...