25 | Kelab

113 13 5
                                    

“Kenapa Arvin lama banget, sih?” tanya Rasty.

Hari sudah hampir gelap, tetapi mereka masih berada di sekolah. Dengan Pop Ice yang Anin pegang, ia melirik ke arah Rasty yang sebelumnya bersuara. Satu alisnya terangkat, mengapa mereka harus menunggu Arvin dan mendapatkan kabar bahagia dari cowok itu?

Menyebalkan. Mengapa Arvin harus menyukai gadis monster itu? masih banyak gadis baik-baik di sekolah ini, kenapa ia bisa jatuh cinta dengan gadis galak yang di takuti seluruh siswi? Sebenarnya ia bisa merelakan Arvin bersama gadis lain, asal tidak dengan Dhea. Menurutnya, Dhea itu menyebalkan. Apapun yang ada pada dirinya itu menyebalkan.

“Coba lo telpon,” kata Bagas.

Anin menghela napas kasar. “Kenapa harus nungguin?”

Rasty mengerutkan dahi samar. “Bukannya kita emang selalu pulang bareng, ya?” katanya, “Ralat. Maksud gue, kecuali Arvin lagi ngajarin Dhea.”

Bagas mengangguk. “Kenapa muka lo ditekuk gitu?”

Gadis yang sedang ditanyai oleh Bagas itu terdiam seketika. Ia mengalihkan pandangan dan kembali menyeruput minumannya. Anin sedang berusaha terlihat seolah tidak terjadi apa-apa pada hatinya. Tetapi sayangnya, Bagas sudah mengangkap dengan jelas ekspresi itu.

Cowok itu ingin membuka mulutnya untuk kembali bertanya, tetapi suara Rasty membuatnya niatnya urung.

“Itu Arvin!” Rasty menunjuk sorang cowok yang sedang berjalan menghampiri mereka. “Gimana?” tanya gadis itu bersemangat.

Meskipun Dhea selalu membully dirinya, Rasty sama sekali tidak merasa dendam dan meminta Arvin agar tidak menyukai gadis itu. Ia selalu percaya bahwa setiap orang punya sisi baik meski jarang sekali ditunjukan.

Melihat ekspresi sendu dari Arvin senyum Rasty yang tadi mengembang, kini menghilang, berganti dengan sorot mata khawatir.

“Vin? Gimana?” tanya Bagas yang juga menyadari ekspresi sendu itu.

Arvin menggelengkan kepalanya. “Lo harus bantuin gue, Gas.”

Anin mengerutkan dahinya bingung. “Bantuin lo nembak Dhea?”

“Bukan. Bantuin gue cari tau apa yang terjadi sama Dhea hari ini,” katanya singkat.

Anin memandang teman-temannya bergantian. Berharap salah satu dari mereka menjawab kebingungan yang ada di kepalanya.

“Gue tau, Vin.” Rasty akhirnya bersuara. Cowok itu memandang Rasty lekat. “Ada yang taro artikel tentang ibunya Dhea di mading.”

Bukan hanya Arvin, dua orang itu juga terkejut dengan penuturan Rasty. Mereka sudah tahu siapa ibu kandung Dhea yang sebenarnya sejak Bagas dan Rasty selalu mengikuti Dhea setiap kali ia akan berkunjung ke rumah sang ibu.

Awalnya, gadis itu juga terkejut dengan apa yang ada di mading, ia mengira yang mengetahui tentang ibunya hanya mereka. Saat itu, pikirannya sibuk menerka siapa pelakunya.

“Lo serius?” tanya Arvin yang dibalas anggukan. Kemudian cowok itu bergerak ingin menuju di tempat mading itu berada, tetapi langkahnya terhenti saat Rasty bersuara.

“Lo mau lihat di mading? Percuma, Vin. Billy udah cabut semua artikel itu.”

Cowok itu menghentikan langkahnya, membalikan tubuh dan menatap lekat gadis yang baru saja bersuara. “Billy?”

Rasty mengangguk yakin. “Gue aja bingung kenapa Billy tiba-tiba peduli.”

Ketiga orang itu dapat melihat dengan jelas raut wajah yang berubah seketika yang gadis itu tampilkan. Meskipun Rasty berusaha terlihat baik-baik saja. Di dalam dada gadis itu tercipta sebuah luka saat membicarakan tentang cowok yang pernah menjadi bagian dari kenangan hidupnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 13, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Take Me AwayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang