20 | Disimpan sendirian

134 27 3
                                    

Berbanding terbalik dari semua yang ia duga, Dhea merasa dunianya berubah setelah mengenal Arvin, lebih tepatnya bertemu kembali dengan sahabat kecilnya. Ia menemukan kembali dirinya yang sudah lama ia lupakan.

Arvin mengubah kembali dunianya.

Namun, jika Arvin mampu mengubah dunianya menjadi lebih baik, bukan berarti tidak bisa melakukan yang sebaliknya. Tetapi gadis itu membuang jauh pikiran buruk yang sempat terlintas.

Malam ini adalah malam dimana muda-mudi akan bermadu kasih. Pergi menyusuri kota, menikmati hidangan di restoran, mengunjungi tempat-tempat romantis, ataupun hanya duduk berdua di depan rumah dengan makanan seadanya. Yang penting punya waktu untuk membagi cerita.

Biasanya, malam ini Dhea akan pergi ke mall bersama Vera dan Erika, tetapi sekarang ia justru duduk di balkon menatap jalanan kosong di komplek perumahannya.

Ia tersenyum kala mengingat perlakuan-perlakuan manis yang mampu menghangatkan dadanya. Perlakuan itu sederhana, seperti menyelipkan beberapa rambut di telinganya saat ia belajar, membuka tutup botol atau memakaikan helm untuknya.

Ternyata, kehangatan bisa hadir dengan hal sesederhana itu.

Di pangkuannya ada sebuah album foto yang selama ini ia simpan dengan baik. Album foto itu berisi segala kenangan manis yang pernah hadir dalam hidupnya, termasuk foto Dhea dan Arvin ketika masih kecil.

"Bosen banget gue ...." gumamnya sendiri, ia melirik album foro di atas pangkuannya lalu berniat menelpon Arvin. Setelah telepon itu terhubung, ia justru memutuskan panggilan sebelum cowok itu bersuara.

Meskipun hubungan mereka tidak seburuk sebelumnya, tetap saja Dhea ragu jika harus mengajak cowok itu pergi.

Dhea menghela napas kasar, sebelum satu panggilan masuk. Panggilan itu masih dari orang yang sama. Ia tidak menjawab, membiarkan ponselnya berdering nyaring mengisi kekosongan tempat itu.

Beberapa detik setelah panggilan itu terputus, sebuah pesan masuk.

Arvin
Turun ke ruang tamu. Gue di rumah lo

Dhea melebarkan matanya tidak percaya.

Dhea

Lo gila?

Arvin
Buruan. Gue tunggu lo ganti baju 5 menit!

Gadis itu lagi-lagi berdecak. Ia bukan cewek bodoh yang mudah tertipu dengan kalimat seperti itu. Ia mengabaikan pesan terakhir Arvin dan memilih menuruni anak tangga menuju ruang tamu.

Belum habis anak tangga yang ia turuni, tetapi kini langkahnya terhenti. Cowok itu menatap Dhea dengan senyuman khas miliknya. "Cepat banget!"

Dhea mengerutkan alis, lalu menemui cowok itu. "Ngapain lo ke sini malam-malam?" Ia sangat yakin bahwa Arvin akan mengajaknya jalan-jalan. Di dalam benaknya sudah terlintas ide untuk menolak. Meskipun ia sangat ingin pergi malam ini, bukan berarti ia harus langsung setuju kan? Dimana harga dirinya?

Arvin berdiri dari duduknya. "Nyokap minta lo ke rumah."

Ide-ide yang tadi muncul seketika hilang ditelan kalimat barusan. "Nggak izin sama papa gue dulu?"

"Bokap lo nggak ada di rumah. Tadi gue udah bilang ke Bi Ita buat sampein ke bokap lo," jelasnya.

Dhea mengangguk mengerti. "Oh. Gue ganti baju bentar—" baru saja tubuhnya berbalik, pergelangan tangannya sudah lebih dulu ditarik oleh Arvin. "eh-eh! Gue belum ganti baju, Vin!" serunya kuat.

Take Me AwayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang