24. Firasat Buruk

3.4K 316 12
                                    

Hari pertama Nurulia tinggal di rumah Barina, dimanfaatkan untuk merasakan keheningan. Hanya antara dirinya dan keheningan. Sejak lahir, dia tidak pernah merasakan sehening ini. Dia lahir di keluarga besar yang memiliki sepuluh bersaudara. Sebelum menikah dan berhijab, selain kerja, dia rutin melakukan kegiatan dengan pelbagai komunitas. Dia paling aktif melakukan kegiatan sosial di akhir pekan. Ketika memutuskan berhijab, dia menambah kegiatan dengan mengikuti pengajian rutin. Kadang, malam hari pun tetap menghadiri pengajian. Dulu, Nurulia paling susah untuk diajak bertemu barang satu jam pun. Sibuk sekali. Sejak menikah, dia memutuskan untuk berhenti bekerja karena Yuda yang meminta. Kegiatan pun dikurangi, hanya pengajian saja yang paling rajin diikuti. Rumah Nurulia dekat dengan rumah mertua. Setiap hari, ada saja yang datang. Dia juga rajin mengikuti kegiatan PKK.

Keheningan di rumah Barina benar-benar menenangkan pikiran. Teras belakang yang terbuka memang nyaman untuk tempat bersantai. Sudah beberapa buku yang tersusun di rak buku Barina dia baca sambil menikmati segelas sirup dingin. Untuk makanan dan cemilan, dia tidak merasa kekurangan. Lemari pendingin Barina tidak pernah kosong dan cukup untuk ukuran hidup sendiri. Nurulia mengerti kenapa sahabatnya tidak pernah terpikir untuk menikah. Memang kesendirian itu menyenangkan.

Setelah bosan bersantai, dia membersihkan rumah meskipun tak banyak yang bisa dibersihkan karena memang tidak banyak yang kotor. Dia juga memasak untuk dua orang. Setidaknya, sepulang Barina bekerja, sahabatnya bisa makan malam. Itupun kalau gadis itu belum makan malam.

Barina juga meninggalkan mobil di rumah. Jika Nurulia bosan, bisa menggunakan mobil untuk sekedar jalan-jalan. Apalagi dia kabur tidak membawa banyak harta benda. Alasan lain tidak bawa mobil karena tubuhnya masih terasa lelah. Dia tidak ingin mengendarai kendaraan dalam keadaaan tubuh kurang fit. Meskipun begitu, Nurulia tidak ke mana-mana dan mobil masih diam di garasi. Nurulia juga tidak bisa menghubungi Barina karena ponselnya sengaja dimatikan. Dia takut, jika dinyalakan, Yuda menelepon dan tahu keberadaannya. Dia tidak ingin itu terjadi. Sisi lain, Barina juga sulit untuk menghubungi Nurulia. Hal itu membuat dia tidak fokus bekerja.

Sedari pagi, Barina terus berpikir dan mencari cara untuk membantu sahabatnya. Dia belum juga menemukan cara. Maksud hati ingin memberi tahu Alexa tapi Nurulia meminta untuk tidak memberi tahu siapapun. Dia benar-benar bingung. Wajahnya menyiratkan kebingungan. Nura dan Yuni yang sedari tadi memperhatikan perubahan rekan kerjanya, ikut ingin tahu ada apa dengan gadis itu.

"Lo kenapa?" tanya Nura saat jam istirahat. Hari ini mereka memesan katering. Seminggu sekali karyawan di kantor itu sepakat untuk memesan katering agar tidak melulu keluar di jam istirahat. Menu hari ini nasi, tumis kangkung, ikan nila goreng, tempe tahu goreng dan sambal. Mereka disajikan di dalam sebuah kotak beserta sendok dan garpu.

"Nggak kenapa-napa," jawab Barina sambil menyendok tumis kangkung dan diletakkan di atas nasi.

"Dari pagi lo kelihatan gelisah, Bar," timpal Yuni. Mereka duduk berkeliling. Meja Barina menjadi meja makan dadakan. Di bawah kotak makan, dialasi kertas bekas print.

Barina menyeringai. Dia juga heran kenapa menjadi gelisah. Dia tidak bisa menghubungi Nurulia. Dia takut wanita itu melakukan tindakan nekat seperti orang yang putus asa yang ada di berita-berita. Dia takut sahabatnya kehabisan akal dan melakukan tindakan konyol. Dia tidak tahu harus menghubungi Nurulia ke mana. "Gue cuma nggak enak badan aja. Akhir-akhir ini badan gue capek," jawab Barina asal.

"Lo kayaknya butuh cuti, Bar." Nura yang biasa bertingkah konyol, kini terlihat lebih dewasa. Setidaknya, saran dia bisa diterima oleh Barina.

"Iya, kali, ya." Barina menyuap makanan ke dalam mulut.

"Biasanya begitu," timpal Yuni.

Mereka melanjutkan makan siang sambil membicarakan hal ringan hingga berat. Hari ini tidak begitu banyak pekerjaan. Doni pun sedang tidak ada di kantor. Dia seharian ada jadwal rapat di tempat klien bersama enginer yang memegang proyek tersebut. Yuni juga beruntung tidak diikutsertakan dalam rapat kali ini, karena sedang malas ke luar kantor. Katanya sedang kedatangan tamu bulanan. Seprofesionalnya Yuni, ada saatnya dia pun malas dan tidak seperti sekretaris profesional. Mungkin juga, dia sudah mulai terbawa cara bekerja Barina dan Nura yang santai tapi selesai.

Thirty SucksTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang