Sepulangnya Mili, mereka kembali dengan acara kumpul-kumpul. Saat itu Nare menyiapkan kue tiramisu buatannya. Dia pun belum yakin dengan rasanya. Ini adalah kali pertama membuat tiramisu. Sedangkan yang lain bermain dengan anak-anak mereka sambil membicarakan segala hal yang tidak penting. Wajah bahagia mereka terpancar. Bagaimana tidak, sudah menikah dan diberi keturunan, sungguh sempurna, bukan? Begitu kata orang yang sudah menikah. Karmila yang tengah hamil muda, belajar cara menghadapi anak-anak dari sahabatnya. Barina mendadak menjadi tak banyak bicara. Matanya bergerak mengikuti gerak anak-anak. Dia memang sayang dengan anak-anak sahabatnya. Sudah dianggap seperti anaknya sendiri. Biasanya dia paling bersemangat main dengan anak-anak, namun hari ini tidak.
Alexa menyadari perbedaan Barina. Dia mendekati gadis itu. "Lemas banget," ujarnya saat duduk di samping Barina.
Barina terkesiap mendengar suara Alexa. Ternyata dari tadi dia melamun. "Hah? Kenapa, Lex?"
"Melamun, ternyata. Biasanya lo main sama anak-anak. Tumben hari ini lemas." Alexa menepuk lembut bahu sahabatnya.
Barina diam sejenak. Dia bingung harus cerita atau tidak. Bingung juga harus mulai dari mana. "Gue ditanyain nikah."
Nampaknya suara Barina agak sedikit lantang, membuat para istri menoleh ke arahnya. Alexa pun ikut terkesiap. Mereka tidak pernah mendengar dia memulai cerita tentang menikah. Setiap mereka membicarakan pernikahan, dia hanya menjadi pendengar setia.
Nare yang sedari tadi menyiapkan tiramisu ke atas piring, langsung mendekati Barina dan membiarkan kuenya terbuka di atas meja. "Lo bilang apa tadi?" tanyanya sambil tertatih duduk—karena perutnya yang sudah membesar—di depan Barina.
Ranita, Nurulia dan Karmila pun ikut duduk di depan Barina. Mereka siap mendengarkan cerita langka ini. "Ada yang mau lo ceritain, Bar?" Ranita paling bersemangat.
Mata Barina menyapu kelima wajah mereka. Dia tidak mengerti maksud dari ekpresi mereka yang kontras dengan suasana hatinya. Dia menarik napas panjang. "Gue ditanyain nikah." Dia mengulang kalimatnya.
"Sama siapa?" Ranita dan Nare bertanya bersamaan.
"Nyokap gue," jawab Barina menunduk.
"Terus?" Alexa nampak tak sabar. Dia memang segalanya ingin cepat-cepat.
"Ya, lo tau sendiri gue gimana. Ada mimpi mereka yang belum gue wujudkan. Sekarang tiba-tiba ditanya nikah. Gimana gue nggak pusing?" Suara Barina terdengar tegas. Ada emosi yang tercampur di setiap ucapannya.
"Lo marah?" tanya Nurulia.
Mata Barina mengunci mata Nurulia. "Gue nggak marah, cuma kecewa."
"Apa yang buat lo kecewa?" Nurulia kembali menghujani pertanyaan.
Barina mengerutkan dahi. Dia tidak mengerti dengan tatapan sahabatnya. "Jelas kecewa, lah. Gue kayak dituntut sesuatu yang belum bisa gue penuhi."
"Apa susahnya penuhi?" Nurulia kembali menghujani pertanyaan.
"Apa susahnya? Ya, lo kira nikah itu semudah membalikkan telapak tangan?" Barina yang tengah pusing, mulai terpancing.
"Gue ngerti kenapa nyokap lo desak lo nikah. Lo udah tiga puluh, Bar." Ini bukan Nurulia yang Barina kenal. Ada aroma kekesalan di setiap perkatannya. "Sorry Bar kalau gue bilang begitu, karena gue peduli sama lo."
"Terima kasih lo udah peduli sama gue. Apa masalahnya dengan usia tiga puluh?"
"Bar, usia tiga puluh hormon lo berubah. Memang seharusnya menikah. Semakin usia lo menua, lo semakin susah punya anak. Makanya nyokap lo desak lo buat menikah."
Barina menyeringai. "Oh, gitu. Terus apa kabar sama lo, hah? Lo nggak ngaca, Ya? Lo aja udah nikah lima tahun, belum punya anak. Apa menikah sekarang menjamin gue punya anak besok? Enggak, Ya!" Barina melempar wajah kesalnya. "Gue kira lo paling paham soal rejeki karena di antara kita bertujuh, lo yang paling paham soal agama. Tapi ternyata gue salah. Perkataan lo tadi menyudutkan gue."
Alexa membelai lembut punggung Barina. Sebenarnya dia ingin ikut bicara tapi diurungkan, takut semakin runyam. Nurulia terkesiap mendengar ucapan sahabatnya yang sangat menggores. Dia berdiri lalu mengambil tas. "Gue balik duluan."
Ranita dan Karmila menyusul Nurulia. Mereka merayu untuk tidak pulang dalam keadaan marah. Memang sebaiknya masalah tidak dibawa pulang, bisa-bisa mempengaruhi keharmonisan rumah tangga. Namun, Nurulia menolak untuk bertahan. Dia tetap meninggalkan rumah Nare. Karmila dan Ranita tidak bisa menyusulnya. Pasalnya, dia tidak mungkin meninggalkan anak-anaknya dan Karmila tidak mungkin dalam keadaan hamil muda yang masih rentan.
"Lo seharusnya jangan ngomong gitu sama Lia." Nare menasihati.
"Dia yang mulai duluan. Kalau menikah cuma ingin punya anak, adopsi aja dari panti asuhan atau pakai cara Alexa." Alexa menikah karena kecelakaan. Dia hamil duluan dengan Marcus. Kehidupannya yang jauh dari orangtua membuat dia hidup terlalu bebas. Untungnya, Marcus sangat mencintai Alexa dan berniat untuk bertanggung jawab.
"Kok gue?" Alexa menjauhkan tangannya dari punggung Barina. Dia berusaha tidak terpancing.
Ranita dan Karmila kembali. "Ternyata begini kalau Barina Agatha marah. Selama kita temanan, nggak pernah gue lihat lo semarah tadi, Bar. Lo diam-diam tapi kalau marah seram, ya, Bar." Ranita mencoba menurunkan emosi sahabatnya yang mulai memanas.
Ranita melirik Karmila seakan memberi kode. "Oh, iya, Nare, mana kuenya? Curhat sambil makan kue kayaknya enak, nih."
Nare mendapati lirikan Ranita dan Karmila. Dia langsung bangkit meski susah payah dan melanjutkan memotong tiramisu. Tak lama dia kembali sambil membawa nampan berisikan lima potong tiramisu. "Sambil makan tiramisunya boleh, lah."
Barina menyuap tiramisu ke dalam mulutnya.
"Terus rencana lo apa sekarang?" tanya Ranita sambil menyuapi potongan kecil tiramisu ke ketiga anaknya.
Barina diam sejenak. Dia belum memikirkan rencana apapun. Otaknya terlanjur buntu gara-gara masalah besar hari ini. Dia kehilangan kerukunan dengan ibunya dan bertengkar dengan sahabatnya. "Ketemu Lia dan minta maaf."
Mereka sejenak berhenti menyuap tiramisu. "Urusan Lia nanti kita pikirkan sama-sama." Alexa menepuk lembut bahu Barina.
"Enggak, Lex. Gue yang buat dia marah. Gue juga yang harus menyelesaikan." Dia kembali menyuap tiramisu.
"Maksud Ranita, rencana lo tentang ditanyain nikah apa? Baru ditanya nikah aja otak lo jadi ringsek, ya?" Entah kenapa Barina paling tidak bisa marah ke Alexa. Meskipun ucapannya terdengar sembarangan, nasihatnya seringkali bijak dan bersolusi. Dia tahu betul bagaimana Alexa melewati masa-masa sulitnya dulu.
"Enggak tau gue. Benar kata lo, otak gue jadi ringsek," tuturnya sembarang sambil menghabiskan tiramisu.
-------
Terima kasih sudah membaca ^_^Salam,
Author
KAMU SEDANG MEMBACA
Thirty Sucks
Chick-LitTAMAT Rank #1 of hashtag 30: 6 - 19 Feb 2019 1 - 12 Mar 2019 19-26 Mar 2019 30 Sep-3 Okt 2019 19 Jun - 1 Juli 2020 11 Nov - 5 Des 2021 12 Des - 31 Des 2021 1-2 April 2024 Rank #1 of hashtag engagement 9 - 13 Aug 2020 6 - 7 Des 2020 25 May 2021 - 20...