45. Sebuah Pernyataan

3.6K 291 4
                                    

Keesokannya, mereka bekerja seperti biasa. Namun, ada yang berbeda dengan pagi itu. Orang kantor mendadak riuh ketika Barina tiba di kantor. Mereka berkerumun di depan meja Barina.

"Ada apa ngumpul di sini?" Barina menelisik sumber objek.

Mendengar suara gadis itu, Nura mendekati dan menggoda. "Ciye, pagi-pagi dapat bunga."

"Bunga?" Kening Barina mengerut.

Nura menunjuk meja Barina.

Di atas meja kerja, terdapat bunga buket. Barina meraih bunga tersebut dan mengambil kartu yang terselip di antara tangkai bunga. Tulisan itu berisi: Selamat pagi. Maaf kemarin lupa kasih bunga ini ke kamu. Jadi, aku kasih ini sekarang. Meskipun tidak ada nama pengirim, dia sudah tahu siapa pemberi bunga itu. Gadis itu tersenyum lalu menghidu wewangian yang menyerebak dari buket itu. Masih wangi. Pikirnya. Saat hendak mengabil gelas ke pantry, Barina menyadari bahwa rekan kerjanya masih memperhatikannya. "Pada ngapain, sih? Bubar!" Mereka bubar dengan rasa kesal karena tidak mendapatkan info terbaru tentang Sang Pengirim Bunga. Dia mendelik ke arah Nura. "Pasti gara-gara lo ngomong macam-macam?"

Nura langsung kembali ke kursi dan berpura-pura tidak mendengar ketika Barina menunjuk ke arahnya dengan ekspresi sebal.

Barina mengambil gelas ke pantry dan mengisi air sedikit lalu memasukkan buket ke dalamnya. Dia meletakkan gelas buket itu di samping komputer agar dapat dipandangi terus.

Tak lama Doni datang bertepatan dengan jam masuk kerja. Lelaki itu melirik ke arah admin dan memandang Barina dari kejauhan. Agar tidak menjadi buah kecurigaan karyawan, dia terus melangkah. Sebelum masuk ke ruangan, mampir sebentar ke bagian admin. "Yuni, saya minta berita acara rapat kemarin," pintanya kepada sekretaris. "Sudah masuk kamu, Nura?" Matanya beralih ke Sang Mulut Ember.

Nura mendongak disertai seringai. "Sudah, Pak."

"Ya, sudah, tolong print email dari Pak Paulus lalu kasih ke saya," perintah Doni. Tanpa menunggu jawaban Nura, lelaki itu melirik Barina dari ekor mata. Gadis itu tengah fokus bekerja sampai tidak menyadari sedang diperhatikan oleh calon suaminya. Dia juga melihat buket bunga pemberiannya. Karena gadis itu tidak menoleh, Doni meninggalkan bagian admin dan masuk ke ruangan.

Sesaat Doni meninggalkan bagian admin, Barina menoleh dan masih sempat melihat punggung atasannya. Dia mengulum senyum lalu kembali bekerja.

Sejak hari itu, mereka bersepakat untuk bersikap seperti biasa di kantor sebab Barina tidak ingin ada kesenjangan dengan rekan kerja.

Di akhir pekan, Barina betemu dengan sahabatnya di kafe milik Alexa. Kali ini Barina yang mengajak mereka untuk bertemu. Dia berencana untuk menyampaikan kabar bahagia secara langsung. Malam sebelumnya, gadis itu sudah memberitahu mereka untuk meluangkan waktu di akhir pekan dan mengharapkan semua hadir. Selain itu, Barina pun meminta Alexa untuk menyiapkan satu meja khusus di sudut yang paling nyaman.

Di kafe roof top, Barina sudah datang lebih dulu sebelum yang lain datang. Gadis itu berpenampilan seperti biasanya, tidak ada hal yang membuat Alexa menaruh curiga. Bahkan cincin yang tersemat di jari manisnya pun tidak diperhatikan oleh Alexa. Mungkin saja karena wanita itu sibuk dengan pekerjaan.

Barina melihat sahabatnya bergerak ke sana-ke sini membantu bagian floor dan kasir, sesekali membantu membuat minuman. Hari ini nampak ramai tidak seperti biasa. Apalagi Alexa bilang bahwa ada dua reservasi untuk acara ulang tahun dan baby shower. Barina takjub dengan wanita itu. Tak lama Mili, Ranita dan Nurulia datang tanpa membawa anak. Selang lima belas menit kemudian, Nare dan Karmila datang. Saat mereka sudah datang semua, Alexa menyerahkan sisa pekerjaan kepada karyawan dan bergabung dengan yang lain.

Thirty SucksTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang