32. Awal Dari Sebuah Perjalanan

3.2K 273 12
                                    

Barina memainkan ponsel ketika perjalanan pulang ke rumahnya di Jakarta. Doni tidak mengerti ketika gadis itu memintanya untuk langsung pulang. Lelaki itu mengira mereka akan berjalan-jalan berdua dulu sebelum berangkat ke acara reuni. Melihat ekspresi kecewa Doni, Barina berjanji akan jalan-jalan setelah menyimpan tas baju. Doni pun kembali bersemangat. Lagi pula, Barina juga tidak membawa baju untuk reuni. Bahkan, nyaris lupa soal acara itu kalau tidak diingatkan Alexa di grup Noisy.

"Lo kenapa tiba-tiba minta dijemput lebih cepat?" tanya Doni pensaran. Dia mengganti persneling setelah lampu lalu-lintas berganti hijau.

Barina menurunkan ponsel. Dia menoleh seketika lalu menatap lurus ke jalan yang tidak begitu ramai. "Nggak apa-apa," jawabnya tidak peduli sambil memasukkan ponsel ke dalam tas.

Doni tidak percaya dengan jawaban gadis itu. "Jujur aja." Lelaki itu mengulum senyum. Dia hanya menggoda saja.

Barina mengernyit. Tidak biasanya lelaki ini memaksa gadis itu untuk cerita soal masalah pribadi. Barina tidak menjawab.

Tidak mendapat jawaban, Doni pun kembali bersuara. "Soal nikah lagi?" Dia berusaha menebak agar Barina mau cerita.

Barina tidak merespon apapun. Dia hanya diam mematung. Matanya lurus ke depan. Dia merasa tidak nyaman.

Nampaknya Doni tidak peka dengan diamnya Barina. Lelaki itu terus berusaha memancing gadis itu agar mau cerita. "Nyokap lo tanya calon lagi, ya?"

Barina sudah tidak tahan dengan serangan pertanyaan keingintahuan Doni. Dia menoleh dengan kesal. "Kenapa, sih, Kak?"

Doni menoleh sesaat. "Kenapa apa?"

Barina merubah posisi duduk. Badannya agak miring ke kanan. "Kenapa Kak Doni usaha banget mau tau urusan pribadi gue?"

Doni terkekeh pelan. "Kenapa? Nggak boleh, ya?"

Barina mengubah kembali posisi duduk seperti semula. "Iya," jawabnya ketus.

"Tapi, bukannya lo sendiri yang mulai cerita soal masalah lo?" Doni tetap berusaha untuk membela diri. Dia merasa tidak ada salahnya untuk menanggapi apa yang sudah pernah diceritakan.

"Itu karena gue yang mau cerita. Tapi, kalau gue nggak mau cerita, jangan ungkit masalah itu dan jangan paksa gue. Ibarat lo bertamu, kalau gue buka pintu, lo baru boleh lihat isi rumah gue," katanya ketus.

Doni diam sejenak. Dia mengangguk. "Sorry."

Mereka hening. Barina berusaha menyamankan dirinya sendiri, sedangkan Doni mencoba menghilangkan rasa bersalah karena sudah bertanya urusan pribadi. Mereka berada di situasi kikuk sampai di depan rumah Barina.

"Tunggu sebentar," ujar gadis itu ketus sambil melepas sabuk pengaman lalu meraih tas baju yang disimpan di bangku belakang. Dia masuk ke rumah.

Doni menunggu Barina di dalam mobil sambil mendengarkan musik. Lagu Love is Still The Answer dari Jason Mraz mengudara. Dia bersandar memikirkan kejadian tadi. Pikirannya tetap menganggap bahwa pertanyaan dan keinginantahuannya tidak salah. Dia menggeleng, tidak mengerti dengan jalan pikiran perempuan. Doni menaikkan volume satu baris lalu ikut bernyanyi. Meskipun dia bukan penyanyi, setidaknya pernah menjadi anak band sewaktu kuliah. Selain basket, dia pandai bermain gitar dan bernyanyi.

Tak lama, Barina kembali. Gadis itu masuk ke dalam mobil lalu mengenakan sabuk pengaman. Doni yang tengah asik mendengarkan lagu Good Old-Fashioned Lover Boy dari Queen sambil memejamkan mata dan mengetukkan jari ke pintu mobil, tidak menyadari kedatangan Barina. Bahkan suara ketika gadis itu menutup pintu pun tidak disadarinya. Barina memperhatikan Doni yang tengah menikmati lagu tersebut. Gadis itu memiringkan kepala sambil mengulum senyum. Dia menaikkan volume satu baris lagi. Lagu itu memenuhi seisi mobil. Doni menyadari perubahan suara yang meninggi. Dia membuka mata dan mendapati Barina tengah menikmati lagu sambil bernyanyi lirih. Lelaki itu tersenyum. Baru kali ini melihat Barina menikmati musik sambil bernyanyi. Satu hal yang membuat dirinya terkesiap adalah bisa mendengar suara Barina saat bernyanyi, meskipun samar-samar.

Thirty SucksTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang