Bagian 14

44 17 6
                                    

Nur in New Zeeland - Hari pertama

Bangun pagi ku terus mandi
Tidak lupa menggosok gigi
Abis mandi ku tolong ibu
Membersihkan tempat tidurku~

Lima kali Zee mengulangi lagu itu. Tidak henti dan tidak bosan-bosannya. Katanya sih supaya ketahuan kalau dia itu rajin. Siapa tau si mas ganteng lagi nyari calon istri. Kan lumayan.

Beralih dari Zee. Ada aku di sini. Sakit perut dan hanya berbaring di kasur sepanjang pagi.

"Yakin Nur gak mau bangun? Keluarganya Paman Syam mau ngajak kita liat liat peternakannya loh. Entar bisa liat langsung proses pemerasan susu sapi. Kayaknya keren deh. Aku mau juga deh. Kayaknya lucu gitu megang susu sapi yang lembek lembek gitu. Iiiii," celoteh Rani. Meskipun ini peternakan milik pamannya, tapi ini kali pertamanya mau melihat sapi perah.

"Tau gak Nur, Zee. Aku dulu pernah ke sini. Terus disuruh liat sapi. Tapi aku takut. Akunya merem mulu. Sampe sampe aku kesandung terus jatuh ke tai sapi. Iiii, geli sendiri tau bayanginnya." Mulut anak itu tak hentinya melontarkan cerita ceritanya. Sedangkan Zee, masih setia dengan nyanyian mautnya.

"Anak-anak, waktunya sarapan," Ucap bibi Alice dari arah meja makan. Sepupu-sepupu mungil Rani pun terdengar berlarian menuruni tangga bergegas ingin sarapan. Tak ketinggalan Zee yang ikut keluar kamar saat mendengar pintu kamar si tampan sudah terbuka.

Setelah semua anggota keluarga berkumpul. Kami mulai makan. Menyendok satu per satu masakan wanita keturunan asli Selandia baru itu. Cita rasa orang sini dengan Indonesia sangat berbeda. Tapi di lidahku tetap merasa enak. Aku makan apapun akan tetap enak.

****

'Holiday list
H1 : kunjungan ke peternakan plus foto-foto.

H2 : Hangout kemana aja plus berburu soufenir

H3 : Hunting foto plus makan makan plus berburu soufenir

H4 : jalan jalan lagi plus berburu soufenir lagi plus beli koper.

H5 : packing pulang.'

****

Acara liburan dimulai.

Hal pertama yang utama dan harus diutamakan adalah berfoto. Di depan barisan para sapi perah milik paman Syam, kami berfoto dengan gaya layaknya model yang berpose indah di atas catwalk.

Bangga? Tentu saja. Cantik? Jangan tanyakan. Kami semua sudah pasti jelek.  Hehehe.

Oh iya, seluruh mekanisme pemerahan sapi di sini sudah ditangani oleh mesin. Jadi tidak akan lagi terjadi kisah kelam di masa lalu milik Rani. Kami benar-benar hanya melihat lihat saja.

Perkiraan kami bahwa akan menghabiskan waktu seharian bersama sapi sapi itu nelenceng. Ternyata tidak butuh waktu lama, puluhan sapi sudah selesai diambil susunya. Kami juga tidak berminat menunggu ratusan sapi lainnya. Membosankan.

"Kalian mau pergi ke kota? Ali bisa mengantar kalian," tawar Paman Syam yang jengah melihat kami mengacau sapinya. Zee selalu berteriak histeris setiap kali melihat ada sapi yang bersuara. Katanya sih serem.

"Em ... boleh paman?" tanya Rani memastikan yang sebenarnya ingin langsung menjawab mau. Kapan lagi bisa diantar jalan-jalan oleh si tampan.

"Ali ... antar mereka melihat lihat kota," perintah paman Syam sembari mengeluarkan beberapa lembar uang dari dompetnya. Senyum kami merekah.

****

Entah ada apa, seketika jangtungku berdegup kencang. Rasanya memeras bagai tergenggam kuat. Sukmaku terbelenggu dalam diam. Ada apa ini?

Aku hanya duduk tersungkur memegangi dada bagian kiriku. Rasanya tak karuan.

"Nur, kau kenapa?" sontak kedua sahabatku berlarian turun dari mobil saat melihatku yang masih ada di halaman rumah jatuh ambruk.

Tiba-tiba semua manjadi gelap. Cahaya seperti direnggup dari sorot mataku. Sebelum aku benar-benar kehilangan kendali, sempat aku teringat dengan ibu yang kemarin menelfon bahwa ia ingin ke Palu menjenguk bibi Tira di sana.

Dalam waktu yang tak kutahu berapa lama, akhirnya cahaya kembali. Aku bisa melihat lagi. Tapi, jantungku masih sama. Masih menyiksa.

"Nur, kita pulang hari ini yah. Kita udah nyiapin semuanya. Dua jam lagi pesawat kita berangkat. Kita harus ke airport sekarang." Kini perasaanku semakin kacau mendengar ucapan Rani. Bagaimana tidak? Aku baru saja sadar dan sudah di suruh ke bandara.

Tidakkah mereka merasa kasihan sedikit denganku? Astagaa, aku yakin ada hal yang buruk terjadi. Semoga saja aku salah.

Penyedap Rasa - (Slow Update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang