Ini Nur
Pesta yang sangat menyenangkan. Sepanjang malam kami tertawa puas. Meskipun hanya bertiga, tapi rasanya seperti ada tiga puluh orang. Sangat meriah.
Malam ini aku, Rani, dan Zee mengadakan ledies night di rumah Rani. Mumpung libur, kami memanfaatkan waktu bersama dengan sebaik baiknya.
Jujur saja, meskipun pestanya seru tapi pikiranku tak bisa terlepas dari rumah. Bagaimana nasip barang barang pribadiku? Bagaimana jika Danil memberi tahu sesuatu kepada Rafi? Aku cemas.
"Guys, aku pulang yah," ucapku. Aku buru buru ingin pulang untuk memastikan keadaan di rumah.
****
"Assalamualaikum." Tak ada jawaban. Memang sudah larut sih, mungkin semua orang sudah tidur. Aku juga tidak melihat motor Rafi di halaman. Pasti dia sudah pulang.Bukan Nur namanya jika tidak waspada. Mungkin saja si mesum muka polos itu ada di kamar Danil. Mereka terlihat akrab belakangan ini. Jadi kuputuskan untuk mengeceknya terlebih dahulu.
Satu dorongan, aman. Dua dorongan, tidak terjadi apa apa. Ketiga kalinya, berhasil. Aku berhasil membuka pintu kamar Danil tanpa menimbulkan suara sedikitpun.
Kuperhatikan lamat lamat keadaan di dalam sana. Gelap. Aku mencoba mendekat dengan posisi kuda kuda siap tendang. Di ranjang itu hanya ada satu bocah. Selamat.
Aku mundur dan menutup pintu. Pelan.
Rasanya lelah, tapi aku lega. Tak ada orang itu dan aku bisa tidur dengan nyaman. Kamarku ada di bagian depan. Berhadapan langsung dengan kamar tamu.
Aku hampir masuk ke dalam kamar, tapi aku teringat dengan kondisi kamar mandi kamarku yang mempet. Aku ingin mencuci wajah dulu di kamar mandi kamar tamu.
Beberapa hari yang lalu, teman ayah menginap di sini. Jadi aku yakin di kamar mandinya ada sabun.
Aku melangkahkan kaki gontai. Masuk ke kamar dengan nuansa coklat yang dominan menuju kamar mandi.
Selesai dengan itu, mataku semakin menganguk. Kelopaknya serasa tak bisa lagi terbuka.
Aku keluar dari kamar tamu menuju kamarku sendiri. Aku menghempaskan tubuh ke kasur queen size-ku. Nyaman. Aku langsung tertidur.
****
"Nur ... bangun. Salat subuh gih!" teriak ibu dari arah luar kamar sambil mengetuk-ngetuk pintu.
Hembusan angin sepanjang malam membuat bulu kudukku merinding. Entah dari mana angin itu datang.
"Rafii, kamu juga bangun." Ucapan ibu tadi membuatku tersentak. Rafii menginap di kamar tamu? Tapi perasaan semalam tak ada orang deh di kamar itu.
Tiba-tiba angin yang meniup-niup lenganku dari dalam selimut semakin kuat. Anginnya berulang kali. Ada, hilang. Ada, hilang. Ada lagi, hilang lagi. Begitu polanya.
Aku merinding bukan main. Aku mencoba meraba bagian dalam selimutku. Kosong. Kucoba lagi semakin ke pinggir.
"Astagfirullah ... Astagfirullah ya Allah. Lindungi hamba. Lindungi hamba ya Allah." Tanganku gemetar merasakan ada sesuatu yang lembek hangat di dalam selimutku.
Ku coba tekan lebih keras. Bendanya bergerak. Fix, itu hidup. Tiba tiba benda lembek itu menjadi keras dan "Aaaaaa!!!"
Hampir copot jantungku. Selimutku tiba tiba bisa berteriak dan meninggi hampir dua meter.
"Aaaaaa!!!"
Aku melompat dari kasur. Air mataku berguguran takut. Tak henti henti aku melafalkan ayat kursi dengan isakan tangis yang mendengu.
Selimutnya jatuh. Menyisakan penampakan pria membelakangiku, telanjang dada dengan kolor berwarna hijau. Benar, ada kolor ijo di kamarku.
Aku berteriak sekencang-kencangnya. Suaraku bahkan lebih keras dari pada toak mesjid.
Kolor ijo itu ikut berteriak kencang.
"Waaaaa ... ada kuntilanak!!" Teriak kolor ijo itu sambil menunjukku. Tunggu dulu, sepertinya aku kenal dia.
Napasku masih memburu dan air mataku belum kering. Dari arah luar ibu berlari membuka pintu dan menyalakan lampu.
Aku tercyduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Penyedap Rasa - (Slow Update)
Genç KurguDalam hidup ini ada berbagai macam dan rupa rasa yang mungkin dialami oleh manusia. Ada manis, asam, asin, kecut, bahkan pahit. Tapi, ada rasa yang jauh lebih penting dan pasti dialami orang banyak. Rasa sakit. Semua manusia pasti pernah merasakan...