Bagian 29

14 3 0
                                    

Rafi's POV

"Kira kira sepanjang apa rel ini? Apa kita bisa langsung menemukan penduduk setelah berjalan panjang mengikuti rel ini?" Nur dan dia sedang mengobrol santai di tengah lintasan kereta. Sudah berlari sekian lama membuatnya lelah dan pasti butuh sedikit waktu untuk bersantai.

Aku tau ini bukan saat yang tepat untuk melakukan itu. Tapi kami punya sedikitnya beberapa jam untuk ditangkap kembali. Wanita itu bilang bahwa dia sudah disekap berhari hari tanpa penjagaan atau bahkan seseorang yang memberinya makan.

"Oh iya. Namamuu siapa? Kita belum pernah berkenalan bukan?" sapaku sambil mengulurkan tangan dengan senyuman tipis pada wanita itu.

"Namaku Syahriani," balasnya dengan senyuman tak kalah manis. Setelah perkenalan singkat kami, yang membuatku sedikit terkekeh. Nama wanita itu Syahriani. Persis dengan nama samaran yang dipakai Nur. Sepertinya akan ada dua Syahriani di sini.

Di depan sana ada jembatan yang membela danau luas ini. Jembatan ini dibangun dengan baik sehingga rel kereta bisa kokoh diatasnya. Meskipun hanya kereta tambang dengan satu gerbong yang bisa lewat.

Merasa aman dari ancaman para "penjahat". Syahriani mengungkapkan rasa terima kasihnya kemudian berlalu meninggalkan kami.

"Aku harus pergi. Ibuku akan membunuhku jika aku tak segera pulang. Sekali lagi terima kasih. Kalian juga harus segera meninggalkan hutan ini. Maaf, aku tidak bisa membawa kalian ke rumahku. Ibuku tidak akan senang jika aku membawa tamu tak diundang datang ke rumah." Kemudian ia berlari menembus sesemak dan menghilang pergi.

Sekarang hanya tinggal aku dan Nur. Lagi. Senja sudah berganti malam. Dan kami kembali berhenti.

"Ah... jembatan ini kenapa panjang sekali," keluh Nur sambil memijiti betis jenjangnya sesekali. Gadis itu terus mengeluh kesal sepanjang perjalanan hari ini. Dari tadi pagi hingga senja ini, kami hanya menyibukkan diri untuk keluar dari hutan ini. Hanya memakan lumut dan jamur untuk mengembalikan tenaga.

Di tengah danau ini, suara katak terdengar kuat. Ditambah dengan serangga malam yang beterbangan di atas danau.

Tiba-tiba suara tembakan mengagetkan kami. Membuat burung burung yang sedang bercengker di pepohonan beterbangan sekali. Nur terjatuh dari jembatan setinggi dua meter ini. Dia tidak bisa berenang dan kami sudah ada di tengah danau.

Aku melompat berniat menolongnya. Suara deburan air memecah malam hening nan gelap ini. Air danau terasa beku ditambah dengan berat badan Nur membuatku kesulitan bergerak di dalam air.

Kami hampir tenggelam sebelum sempat mencapai tepi danau. Aku semakin kesulitan mengambil napas. Kepalaku tidak lagi berada di atas permukaan air.

Disaat kesadaranku mulai lenyap. Samar-samar kudengar ucapan Nur, "Saat kita berada di tengah danau. Aku terjatuh dan tak bisa berenang. Di saat itu, jadilah sampanku. Tetaplah buat aku berada diatas air. Tolong aku," suaranya lenyap diterka bunyi air yang menderus ditambah dengan buih-buih udara yang naik ke permukaan.

Aku benar-benar kehilangan kesadaranku. Semuanya jadi gelap. Aku tak merasakan apa apa lagi.

Penyedap Rasa - (Slow Update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang