Bagian 20

31 13 0
                                    

Rafi kembali

Kemana aku akan membawa gadis ini. Aku hanya berbohong perihal turnament itu. Sebenarnya aku dipukuli oleh Iman dan kakaknya, tapi tidak mungkin kuberitahu. Lantas harus kukemanakan dia? Tempat ternamen utu hanya fiktif belaka.

"Ayolah, fi... berjalan cepat sedikit. Apa kau sepayah itu hingga tak bisa menyamai langkahku?" tanyanya yang lebih seperti menjatuhkan. Pertanyaan itu memang punya dua tujuan, untuk mengetahui jawaban dan untuk menjatuhkan.

Aku berusaha membuatnya menunggu sambil aku berpikir kemana akan kubawa dia. Kita harus pergi ke arah mana?

"Ini belok kanan atau belok kiri?" celotehnya lagi yang tak henti membuat kepalaku seakan ingin pecah. Amarahku sudah di ujung. Rasa-rasanya kepalaku akan mengeluarkan tanduk.

Aku berjalan cepat, menyetakkan kaki kakiku dan berdiri tepat di depannya, "Kau harus tau, sebenarnya aku hanya...," belum sempat aku menyelesaikan perkataanku, tiba-tiba sekumpulan preman datang dari arah berlawanan.

Salah satu dari mereka berteriak, "Dia orangnya boss!!!"

Ya. Aku tau orang itu. Dia adalah pencuri yang aku lempar balok tadi pagi. Gawat.

Melihat situasi yang tak kondusif, aku menarik tangan Nur dan berlari sekencang mungkin menghindari rombongan preman pasar itu.

Aku dan Nur berbelok kanan di perempatan tadi. Mencoba meloloskan diri dari kejaran mereka. Lima detik berselang, aksi kejar kejaran tak terelakkan. Suara kaki yang berlarian memenuhi gang tempat pengejaran.

"Heh heh heh... kau kenapa?" Dengan terengah engah Nur berhenti lari dan melepaskan tanyanku

"Lari!! Mereka pencuri yang kulempari balok tadi pagi," lantangku padanya masih was was akan tertangkap. Bisa bonyok aku jika dihajar mereka.

"Mereka gak ngejar kita. Kau belok kanan sedangkan mereka lari lurus. Kita aman Rafii...," jelasnya yang membuat mataku membulat. Lantas kenapa preman tadi meneriakiku?

Karena penasaran, aku harus kembali ke perempatan tadi. Melihat apa yang terjadi.

"Rasakan kau...."

"Hajar boss. Dia tadi yang memukuliku. Hampir saja aku dibunuh warga tadi," Ujar si pencuri yang kulemoar balok tadi pagi. Kedengarannya mereka sedang memukuli seseorang. Apa mungkin... Sang penolong!!

"Haaaa!!!!" Aku tercengang. Mulutku tak bisa menutup. Apa yang dia lakukan? Apa dia sudah gila.

Nur berlari memukul tengkuk boss penjahat itu dengan batu besar hingga ia tersungkur tak sadarkan diri. Tak tinggal diam. Anak buahnya langsung menyerang Nur tanpa ampun. 8 penjahat melawan seorang gadis.

Nur memukul silih berganti para preman itu. Berbalik melancarkan tinju. Melompat memberikan tendangannya dari udara.

Hanya bertahan beberapa detik. Dia ditangkap oleh para preman itu. Aku masih bergeming di tempat. Mengintip mereka dari jauh.

"Lo siapa heh? Berani banget lo nyerang kita," salah satu preman itu memegang dagu Nur, mendekatkan wajah mereka dan bertanya dengan kasar.

Tanpa gentar sedikit pun, Nur meludahi wajah preman itu sambil meronta berusaha dilepaskan oleh preman lainnya yang mencengkram kuat pergelangannya.

Aku berbalik. Tak ingin melihat yang mereka lakukan. Tanganku gemetar kuat. Persendianku terasa lemah. Aku hanya pecundang yang tak berani menyelematkan sahabatku dalam situasi seperti ini. Aku akhirnya berdiri. Berupaya mencari akal agar bisa mengalahkan 8 preman itu.

Mataku tertuju apa potongan seng rata yang tergeletak. Aku punya ide. Aku menggulung seng itu mirip seperti corong. Kemudian aku mengambil ponselku dan membunyikan sirine mobil polisi. Suaranya akan semakin besar dengan getaran dari seng ini. Frekuensi getaran akan menyebar ke seluruh sisi gang. Prinsip fisika dasar.

Berselang beberapa saat suara sirine itu kubunyikan. Terdengar beberapa suara kaki yang berlari menjauh.

Aku mencoba mengintip kembali ke tempat dimana Nur dan sang penolong tadi di pukuli. Mataku menemukan dua orang yang terbaring di sudut gang yang temaram. Mereka hanya bergeming. Aku yakin preman-preman itu sudah pergi.

Aku segera berlari menghampiri mereka. Berharap tak ada hal buruk yang terjadi. Hanya tinggal beberapa langkah lagi untuk sampai. Nur menatapku jengah. Seakan tatapannya memberi tanda, memberitahu agar aku jangan ke sana. Setetes air mata mengalir di wajahnya. Dia menggeleng seakan aku tak diizinkan ke situ. Ada apa?

Penyedap Rasa - (Slow Update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang