Bagian 17

31 11 3
                                    

Di tengah keramain, aku melihat gadis yang familiar di mataku.  Tidak nampak sedang bersantai, dia saling berlari menembus keributan pasar yang mendesak. Entah apa yang dia kejar.

Kuperhatikan lamat-lamat  gadis itu. Nampak membingungkan yang dia lakukan, tapi setelah lama akhirnya aku paham. Dia mengejar seorang laki-laki berbadan tinggi dengan topi hitam yang menutupi wajah coklatnya.

"Tolong ... rampok!!!!" gadis itu berteriak meminta bantuan. Rupanya dia kecopetan. Pantas saja dia berlari seperti orang kesetanan saja.

Aku mencoba memberi pertolongan. Perampok itu terus berlari kencang tanpa memperdulikan apa yang ada di depannya. Terus berlari.

Dengan kondisi kakiku yang masih sakit, aku tak bisa menangkap pencuri itu. Tapi, aku sempat melempar sebuah balok yang mengenai telak ke tengkuk pencuri itu. Hingga dia terpelatuk, dan tersungkur jatuh. Tapi, dia kembali bangun dan berlari.

Puluhan orangpun ikut mengejar perampok itu. Berusaha memberi bantuan pada gadis itu.

"Ke arah sana!!" salah seorang berteriak saat kami berada di sebuah pertigaan. Semua orang kembali berlari mengejar.

Sayangnya, kami kehilangan jejak si pencuri itu setelah berkejaran sekitar 15 menit. Gadis itu juga sudah tidak kelihatan rimbanya. Tertinggal rombongan saat mengejar pencuri.

Kami membubarkan diri.

Saat berjalan kembali, aku mendapati  gadis itu di sebuah gang kecil. Samar-samar kudengar pembicaraannya dengan seseorang.

"Ini tasmu," ucap seorang pria kepadanya. Terdengar lelah dengan napas memburu.

"Ah iya, makasih yah mas. Makasih yah," gadis itu menimpali dengan ramah.

"Tidak usah berterima kasih. Saya ikhlas tolongin kamu."

"Mas ini baik hati yah. Sekali lagi terima kasih. Saya sangat tertolong," kembali ia menyambungi percakapan tadi.

"Lagi pula, ini bukan perjumpaan pertama kita, bukan?" Kulihat gadis memberi tatapan tak mengerti pada si pria.

Hingga dia sepeeti mengingat-ingat  sesuatu, "Eh iya. Kita udah pernah ketemu di pesawat waktu iya. Hehehe, iya iya. Mas yang itu kan?" ucapnya sambil tersenyum lebar sembari memberti tahu hasil pencarian ingatannya tadi.

"Oh iya. Bagaimana kalau nanti malam mas datang ke rumah saya. Ada acara makan malam. Anggap saja sebagai ucapan terima kasihku karena sudah nolongin tadi." Pria itu terlihat mengangguk mengiyakan tawaran gadis tadi kemudian saling berbalik dan berlalu menjauh.

Awalnya semuanya terlihat normal. Gadis berjalan ke arah parkiran dan seorang pria berjalan menuju pasar. Sampai seberapa saat aku juga pergi, hanya bergeming tak akan membuatku hidup. Aku harus mencari tempat tinggal. Aku tidak mungkin pulang dengan keadaan seperti ini. Om Haris akan marah jika aku beritahu yang terjadi.

Tiba-tiba terdengar suara rubuh yang menggemuruh. Tap tap langkah sandal dengan cepat berkeliaran di atmosfir. Terdengar suara beberapa orang berbisik sedang yang lain bertanya

"Kenapa dia?"

"Apa dia baik-baik saja?"

Bahkan ada salah seorang anak kecil berteriak memanggil ibunya saat melihat darah berceceran di mana-mana.

Semua orang panik, "Kondisinya mengenaskan. Bagaimana ini?" tanya seseorang.

Aku berbalik melihat apa sebenarnya yang terjadi. Kudapati kerumunan warga di sekitar pasar nampak panik melihat sesuatu.

"Panggil ambulance!" seruku saat mendekat dan melihat pria yang menolong gadis tadi terjatuh pingsan dengan lumuran darah di pakaiannya.

****

Suara nyamuk membangunkanku yang tanpa sadar tertidur dengan posisi duduk di samping ranjang berwarna biru. Kebisingan alat pengukur detak jantung di dekatku membuatku terjaga hampir semalam.

Si penolong yang entah siapa namanya masih belum siuman. Kelopak matanya masih setia tertutup entah kapan akan terbuka.

Aku menengok melihat jam di dinding ruangan. Pukul 2 dini hari. Seingatku, aku tertidur pukul 1:30. Karena masih larut, kuputuskan untuk melanjutkan tidur berharap bisa nyenyak dan tak di ganggu nyamuk lagi.

Sialnya, mataku terjaga karena kebisingan di luar sana. Aku tidak tau apa yang orang diluar ributkan, yang pasti itu sangat mengganggu.

Sebenarnya aku tak mau duduk di sini dan menjaga sang penolong. Namun, karena tidak ada orang lain yang memungkinkan apa boleh buat. Orang-orang yang menolong tadi hanya membantu sampai sang penolong masuk ke ambulance. Selebihnya hanya aku yang menemaninya.

Menurut keterangan dokter, dia terkena penyakit yang bisa dibilang aneh. Di mana dia bisa mengalami pengeluaran darah seperti menstruasi dalam kurun waktu tertentu. Darah keluar dari anusnya tanpa disadari dan tak bisa ditebak kapan keluarnya.

Katanya itu penyakit yang cukup serius. Dia bisa kehilangan nyawa jika terus begitu. Ditambah lagi jika dia anemia. Tubuhnya akan benar-benar kehabisan darah.

Kadang aku berpikir bahwa hidup ini tak adil. Tapi setelah melihat banyak hal, ternyata hidupku jauh lebih baik dari yang kira. Aku diberi kesehatan, dan lagi aku tak berbuat jahat pada orang. Kurasa itu sudah lebih dari cukup.

"Aaaaaaaa...." suara itu mengalihkan pendengaranku dari kegaduhan di luar sana. Yah, benar. Suara itu dari sang penolong. Dia sadar meski masih terdengar sangat lemah. Suaranya parau.

Aku yang cemas kemudian bangkit dan menanyakan keadaannya. Tapi, reaksinya sungguh diluar dugaan. Dia tiba tiba bangun dan melepas semua alat yang terpasang di tubuhnya.

"Hey ... apa yang?" Dia tiba tiba melepas pakaiannya.

Penyedap Rasa - (Slow Update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang