📝 entri kesembilan

826 202 6
                                    

Sampai jumpa, pekan ujian!

Tolong jangan tanya gimana ujianku. Aku sudah belajar semaksimal mungkin, pun aku sudah jawab semaksimal mungkin. Tapi aku takut berharap, Changbin. Aku takut melambungkan harapanku terlalu tinggi. Ingat saat aku SMP, dengan bangganya aku bilang ke orang tuaku karena aku juara umum angkatan. Dan tahu apa reaksi mereka? Kata mereka, nilai-nilaiku jauh berkurang dibandingkan semester kemarin. Mereka bilang kalau aku mengecewakan mereka dengan nilai-nilai segini, mereka bilang siapapun yang masuk ke SKY itu berusaha keras untuk meningkatkan nilai-nilainya. Jika nilaiku terus turun, aku akan terdepak. Pas SMP juga, aku pernah bilang kalau novelku menang lomba dan akan diterbitkan. Saat itu aku senang sekali, senang banget karena pada akhirnya, aku bisa melakukan suatu hal. Tapi orang tuaku enggak sepaham. Ada begitu banyak hal menyakitkan yang dikatakan mereka saat itu sampai aku memutuskan untuk belajar melupakan.

Sekarang kamu tahu sejak kapan aku takut dan ragu akan banyak hal.

(dan sekarang kamu tahu kenapa aku bilang kebahagiaan itu hal yang paling cepat menyublim—setiap kali aku bahagia biarpun hanya sebentar, bahagia itu akan hilang dengan cara yang menyakitkan.)

Semuanya sibuk dengan pensi, termasuk Kak Changbin, termasuk juga klub dance. Hari pensi tinggal menghitung hari dan kami semua ingin menyajikan penampilan terbaik. Kulihat Hyunjin yang paling bersemangat memonitor latihan dan memantau posisi—yang mana membuatku lega juga karena seenggaknya, Hyunjin enggak sungguhan menari sampai kakinya patah. Ia hanya terlihat lebih fokus dengan klub, dengan tariannya, dengan tugasnya. Sudah belum aku bilang padamu kalau tiap kali aku melihat Hyunjin, aku pun merasakan bagaimana senangnya ia menari, bagaimana seluruh perasaan dan cintanya tumpah dalam gestur tarian? Saat aku melihat Hyunjin menari, aku merasakan kesedihannya. Ia masih berduka. Jelas saja, luka yang ditimbulkan oleh orang-orang terdekatmu adalah luka yang paling lama sembuhnya. Mungkin, Hyunjin menjadikan latihan ini sebagai distraksinya. Pemuda itu selalu tersenyum, selalu meyakinkan diri bahwa ia baik-baik saja. Yang mana membuatku takut juga karena biasanya, orang yang senyumnya paling lebar, orang yang bertingkah bahwa dia baik-baik saja, adalah orang yang dalamnya paling hancur.

(aku enggak membicarakan tentangku karena sungguh, aku baik-baik saja!)

Dan ada satu hal penting lagi yang terjadi hari ini.

Saat latihan selesai dan semuanya sudah pulang, aku melihat Kak Changbin berdiri di depan ruangan klub. Pakaiannya agak berantakan, mungkin karena hari ini hari yang sangat sibuk. Peluh pun membanjiri keningnya. Tetapi Kak Changbin tetap tersenyum, tetap terlihat begitu menenangkan di mataku (dan tentu saja, tetap tampan seperti biasa!). Aku enggak paham kenapa bisa ada seorang manusia yang presensinya begitu menyenangkan bagi manusia lain, seperti Kak Changbin ini.

"Gimana latihannya?"

Sebentar, aku lupa caranya napas.

"Begitulah, Kak." Oke, aku tahu jawaban itu jawaban yang payah. Karena itulah aku cepat-cepat menambahkan dengan, "Kakak nanti lihat aja hasil latihan kami di panggung."

Aku mendengar Kak Changbin tertawa kecil sebelum mengerling.

"Tenang aja. Aku pasti nonton panggung kalian, Fel."

Aku: [REST]

Dan serius. Aku sungguhan terdiam, entah berapa lama. Sementara Kak Changbin tetap tersenyum padaku (aku enggak pernah mimpi kayak gini—aku bahkan enggak berani mimpi Kak Changbin sedekat ini dan senyum buatku kayak gini). Sampai Kak Changbin yang memecahnya, dengan sesuatu yang membuat jantungku rasanya hendak melorot dari rongga dada.

"Setelah pensi selesai, mau jalan-jalan, enggak?"

Yang mana membuatku rasanya ingin menampar diri sendiri andai aku tidak ada di depan Kak Changbin. Rasanya seperti mimpi-mimpiku yang kupikir, enggak akan pernah terwujud. Tanpa berpikir, aku kemudian berkata.

"Mau, Kak."

"Oke." Aku melihat senyum Kak Changbin melebar. Hatiku turut merasa hangat, "Mungkin kita bakal nonton. Atau tergantung, deh. Nanti kita pikirin lagi."

Untuk pertama kalinya, Changbin. Untuk pertama kalinya aku enggak sabar menunggu suatu hari. Aku ingin cepat-cepat datang pensi dan aku ingin cepat-cepat datang hari di mana Kak Changbin dan aku berjalan berdua.

Aduh, bahaya, aku terlanjur melambung.

catatan felix. ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang