"Kecepetan, woy," ucap Liana sambil meneguk teh panas.
"Iya gue tau. Tapi apa bedanya kemarin sama lusa? Apa bedanya sekarang sama besok?"
"Salma itu manusia yang selalu butuh waktu yang lama, seperti kura-kura. Lo salah kalau terlalu buru-buru."Mendengar itu aku tertegun, selayaknya mobil yang mengerem mendadak karena ada kura-kura yang tiba-tiba melintas entah dari mana datangnya.
Liana menepuk bahuku, "Tapi gapapa, seenggaknya lo udah jujur. Cuma lu musti siap dari segala bentuk reaksi Salma nanti.""Dia bakal marah, Na?"
"Secara lu sama dia kan baru ketemu lagi setelah dua tahun. Mungkin dia cuma kaget, tapi mungkin reaksinya bakal marah. Tapi gak tau juga, ya udah, gue ke kelas dulu. Good luck, ya." kata Liana yang kemudian beranjak.Suasana hatiku berubah tidak tenang, mendadak ingin sekali mendengar kabar Salma setelah mendapat paket dariku kemarin. Aku terus memikirkan keputusan yang ternyata berujung pada sebuah kesalahan fatal. Aku takut Salma makin menjauh, aku takut aku semakin jauh dunia Salma yang sangat ingin aku kunjungi sejak bertemu lagi dengannya setelah lama berpisah.
"Ga, gak kelas?"
Jaka dan Thalia memecahkan lamunan yang dari tadi menjadi fokusku.
"Eh kalian. Iya, bentar lagi.""Lagi ngelamunin apa, Ga?" tanya Thalia penasaran.
"Oh, nggak gapapa."
"Hmm. Ya sudah masuk kelas gih."
"Iya."Di dalam kelas pun begitu. Dosen yang sedang menjelaskan di depan tidak berhasil mencuri perhatian ku sedikit pun. Padahal itu lebih penting, ketimbang seorang perempuan cuek yang sekarang ada di dalam kepalaku.
Di dalam hati, muncul satu pertanyaan yang dari tadi terus berulang.
"Bagaimana kalau Salma menjauh?"Ya, aku cuma ingin dekat. Mencoba memperbaiki kesalahanku di masa lalu. Dan kalau ternyata apa yang aku lakukan kemarin justru membuat Salma menjauh, entah akan seberapa kecewanya aku dengan diriku sendiri. Sambil melamun, aku terus menghina diriku sendiri dalam hati, "Ternyata benar, Salma lebih sulit dari soal fisika, dan gue gak bisa memecahkan persoalannya. Mungkin guenya yang terlalu bodoh atau Salma nya yang terlalu rumit, seperti soal yang tidak bisa diselesaikan."
Keresahan ini membuatku berdiri dari bangku tempat dudukku, membuat seisi kelas melihat ke arahku. Awalnya, aku tidak sadar dengan apa yang aku lakukan, tapi kemudian aku bilang, "Maaf pak, saya harus keluar sebentar." kataku pada dosen yang sedang ada di depan lalu aku pergi keluar kelas.
Aku bergegas, berlari menuju gedung fakultas komunikasi, tempat Salma berada pastinya. Aku menaiki tangga, menyusuri lorong, sampai akhirnya aku berdiri tepat di depan kelas dimana seharusnya Salma berada. Tanpa berpikir dulu, tanpa mengetuk pintunya dulu, aku langsung membuka pintu, dan mulutku berucap, "Salma!?"
Semua yang ada di dalam langsung menoleh, termasuk dosen yang terkenal galak itu. Mataku terus mencari seorang perempuan yang gemar memakai kaos merah dengan garis putih, dan rambutnya selalu dikuncir satu kebelakang dengan ipod dan earphone yang tersambung di telinganya. Kemudian aku melihat Liana, yang menggelengkan kepalanya, seakan memberi isyarat bahwa Salma tidak ada di kelas, bahkan dia tidak masuk hari ini.
Ketika mengetahui itu, aku langsung bergegas ke parkiran motor. Aku takut ada sesuatu yang terjadi pada Salma. Mungkin tadi Salma terlambat lagi masuk kelas, jadinya dia pulang. Tidak tahu kenapa, tapi aku yakin bahwa Salma pasti pulang ke rumah. Benar, rumah, satu-satunya ruang yang nyata untuknya di bumi, yang tidak pernah membuat nya pergi kemana-mana.
***
Aku mematikan motor di depan pagar rumah Salma, melepas helm, turun, kemudian berusaha membuka pagar rumah Salma dengan keresahan mendalam yang aku rasakan.
"Salma!!!"
Tidak ada jawaban.
"SALMA!!!" aku teriak.

KAMU SEDANG MEMBACA
Derap Langkah #1 (SELESAI)
Teen FictionMari berbagi rasa Dari relung hati Yang terdalam ... Ketika seorang Rangga Ilyas berjuang untuk mendapatkan hati seorang Salma Yumna Arisa, tapi memperjuangkan itu tidak semudah membalikkan telapak tangan