Bagian 15

9 2 0
                                    

Sambil melihat foto Salma yang terpajang di dinding, aku bergumam, padahal perasaan ini cuma ingin dihargai sedikit keberadaannya.

Rinto datang membawa secangkir teh. "Diminum dulu, Kak."
"Salma ke mana ya, To?"
"Nggak tau, Kak, cuma bilang mau liburan sebentar, lagi penat katanya."
"Sendirian, To?"
"Iya, Kak. Coba ditelepon atau di-SMS aja, Kak."
"Pasti nggak dibales, To."

Mengkhawatirkan Salma adalah hal yang percuma, aku tau. Aku tau mengkhawatirkan seseorang yang tidak ingin aku pedulikan itu cuma buang waktu, ya, aku sangat tau itu dan aku tetap mengkhawatirkannya.
Aku segera mengambil hape di saku celana dan mengirimkan pesan untuk Salma yang sedang aku khawatirkan keberadaannya.
"Salma aku sudah kembali ke Yogyakarta, tapi kamu tidak ada. Kamu di mana?"

***

"Mas Rangga, itu tukang servis kolamnya sudah datang," kata Mbak Suti, asisten rumah tangga yang dikirim mama sampai tanganku pulih. Aku sekarang ada di rumah Bang Dendi, memang mama yang memaksaku tinggal disini sampai tanganku pulih kembali.

"Pak Joni udah siap, Mbak?"
"Sudah di mobil, Mas."
Pagi ini aku akan ke rumah Salma lagi dengan membawa tukang servis kolam ikan karena kolam ikan di rumah Salma mulai berlumutan. Sekalian aku meminta tukang servis kolam itu membelikan beberapa ikan mas koki supaya kolam ikannya semakin ramai dan rumah Salma jadi tidak terlalu sunyi.

Sesampainya di rumah Salma, aku segera turun dan berlari untuk bertemu Mama Salma. Tanpa aku sadari aku mulai menyayangi wanita pengidap skizofrenia itu, selayaknya menyayangi ibuku sendiri. Momennya pas sekali, Mama Salma sedang duduk di halaman belakang. Aku segera meminta tukang servis kolam itu untuk membersihkan kolam dan aku duduk persis di sebelah beliau.

"Kolamnya dibersihkan ya, Tante, supaya nggak berlumut, takut ikan mas kokinya cepat mati."
"Oh iya, saya juga belikan ikan mas koki yang baru, karena kemarin ada yang mati tiga. Jangan bilang Salma ya, Tante, dia pasti nggak suka dengernya."
"Tiap dua minggu sekali tukang servis kolam ikannya akan ke sini, karena air di rumah tante memiliki kadar lumut yang cukup tinggi, jadi harus rajin dibersihkan. Tapi nanti tukangnya datang pas Salma lagi nggak di rumah, saya cuma nggak mau Salma salah mengartikan maksud saya."
"Terus saya juga sudah dapat tukang kebun untuk ngerawat bunga-bunga di rumah tante, supaya makin cantik."

Melihat wajah Mama Salma ternyata mampu menyembuhkan sedikit rinduku kepada Salma, mata beliau yang mirip sekali dengan mata Salma membuatku seakan-akan sedang bicara dengan seorang perempuan yang begitu aku cintai tapi tak akan pernah bisa mencintaiku. Aku mengambil hape dan mengirim pesan singkat tanpa harapan akan dibalas Salma. Rindu ini cuma terlalu membutuhkanmu, Salma.

Baru saja aku memasukkan hape ke saku celana, terdengar bunyi nada pesan masuk. Ternyata dari Salma. Ini adalah pesan pertama yang aku dapat lagi setelah terakhir kali ia tidak membalas pesanku. Aku tersenyum lebar dan segera membuka pesan masuk dari Salma. Maka bunuh rindu itu, Rangga. Senyum yang tadinya muncul di wajahku berubah menjadi kesedihan.

Dalam hidup, ada kala ketika kita mencintai seseorang tanpa berharap apa-apa. Tanpa berharap dicintai kembali, tanpa berharap memiliki, tanpa berharap tidak akan pernah disakiti. Dan, itu yang sekarang kurasakan kepada Salma Yumna, perempuan dengan mata paling indah dan senyum yang paling indah sejauh ini. Aku mencintainya, aku terlalu dalam mencintainya sampai aku lupa untuk berharap apa-apa. Ya, aku mencintainya tanpa harapan. Yang kulakukan hanya mencintainya, itu saja. Dan sebesar apa pun rasa sakit yang ia berikan, besarnya perasaanku untuknya selalu bisa menutupi luka itu, ucapku dalam hati ini yang sudah tidak lagi berbentuk.

***

"Ga?" Aku sudah tidak asing lagi dengan suara itu. Aku menoleh. Liana lalu menghampiriku. "Maaf ya, lo jadi susah ngehubungin gue. Hape gue rusak dan sekarang baru bener."
"Iya gapapa kok."
"Oh iya, lo pengen tau kemana Salma pergi kan?"
"Memang lo tau?"
"Tau, soalnya gue yang suruh dia pergi liburan. Gue gak sempet bilang ke lo soalnya hape gue rusak. Dan sekarang gue baru bisa bilang."
"Memangnya lo suruh dia kemana?"
"Banda Neira. Dan dia pulang malam ini."

Derap Langkah #1 (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang