Bagian 10

12 4 0
                                        

"Tapi.." aku tahu apa yang ingin Salma katakan, aku tahu jawaban Salma adalah tidak, "Aku tidak butuh jawabanmu, Sal. Karena aku tau kamu tidak bisa mencintaiku. Tapi itu gapapa, beneran."

"Jangan mencintaiku lagi, Ga."
"Kenapa, Sal? Padahal aku nggak minta kamu untuk bilang iya, nggak paksa kamu untuk mencoba dulu."
"Karena aku nggak mau kamu menggantungkan hatimu sama sesuatu yang rapuh kayak aku."
"Sal, aku cuma mau mencintaimu dan yang kubutuhkan cuma izin darimu."

"Kenapa kamu butuh izinku?"
"Kalau tidak dapat izin, lalu bagaimana caranya aku bisa menempati ruangan kosong yang ada di hatimu itu, Sal?"
"Bagaimana kalau tidak ada yang kosong?"
Aku diam, padahal mulutku sudah siap untuk menanggapi ucapan Salma.

"Bagaimana, Ga? Bagaimana kalau tidak ada yang kosong? Bagaimana kalau tidak ada ruang yang tersisa untukmu? Kamu tahu, aku tidak akan pernah bisa memberikan hatiku seutuhnya. Kamu tahu, kamu sedang berdiri di tepi jurang yang akan membunuhmu. Kumohon Rangga, jangan mencintaiku."

Wajahku berubah muram, seperti cahaya lampu yang perlahan meredup. Aku membuang pandangan dari Salma dan mengarah lurus ke depan, melanjutkan kalimatku yang belum selesai, "Ketidakpercayaanmu menyakitiku, Sal. Padahal, aku nggak minta balasan perasaan, cuma sebatas keyakinan, dan ternyata kamu nggak bisa."

Gantian Salma yang termenung, apakah ketakutan yang ia rasakan bisa menyakiti perasaan orang lain yang mungkin tulus kepadanya. Tapi aku baru bertemu dengan nya lagi, aku dan Salma bukanlah Romeo dan Juliet yang bertemu di pesta dansa kemudian langsung jatuh cinta. Aku ini Rangga, dan dia Salma. Dan kita takkan pernah bisa membuat cerita bersama, batinku.

Selama di metromini, kita saling diam. Seperti dua ekor ikan cupang yang diberi penghalang, yang apabila dipertemukan akan saling berusaha untuk mengalahkan. Salma tahu aku butuh waktu, begitu pula denganku. Walau aku tak meminta hatinya, tetap saja, Salma tidak suka apabila ada seorang laki-laki berhati baik yang harus terjebak di dunianya. Metromini berhenti, seorang pengamen dengan gitarnya naik. Sepertinya dia pengamen senior. Rambut gondrong seperti ku, pakai kaus putih kumal dan celana jeans robek.

"Ya, selamat sore bapak, ibu. Izinkan saya membantu Anda menghilangkan penat yang ada di Kota Yogyakarta." Pengamen itu mulai ambil posisi lalu mulai membunyikan genjrang-genjreng dari gitarnya yang dipenuhi banyak stiker itu, "Andai kau izinkan... walau sekejap memandang... kubuktikan kepadamu.... aku memiliki rasa..."

Suaranya merdu, mirip dengan penyanyi aslinya, Iwan Fals.
"Cinta yang kupendam... tak sempat aku nyatakan... karena kau tlah memilih... menutup pintu hatimu."

Aku bertanya dalam hati, kenapa bisa kebetulan seperti ini? Semua yang terjadi, pasti sudah digariskan. Namun, kenapa pengamen itu bisa memilih lagu itu ya? Dari jutaan lagu yang tercipta, kenapa harus itu? Tidak apa-apa, paling tidak, dia sudah mewakili apa yang ingin aku katakan pada Salma tapi tidak bisa kulakukan.

"Izinkan aku membuktikan... inilah kesungguhan rasa... izinkan aku menyayangimu..."
Pengamen itu mendekat, mengeluarkan bekas bungkus permen untuk meminta upah setelah menghibur lewat sepotong lagu yang tak selesai. Ketika Salma hendak mengeluarkan selembaran uang dua ribu, aku lebih dulu memasukkan selembaran uang lima puluh ribuan ke bungkus permen. Pengamen itu langsung terperanjat, "Mas, maaf, nggak salah?"
"Nggak, suara Mas pantas untuk diapresiasi."
Pengamen itu langsung tersenyum lebar, kemudian turun dari metromini. Ia pasti pulang ke rumah, menemui anak istrinya dan mengajak mereka makan ke warung Padang.

Salma memasukkan kembali uang dua ribunya ke saku celana, melirik ke arahku sebentar, menyadari bahwa aku masih marah, dan kembali memandang keluar jendela.

"Kebetulan alam semesta berada di pihakku hari ini," kataku pelan.
"Aku tidak percaya dengan kebetulan."
"Tidak minta kamu percaya juga."
"Terus ngapain bicara?"
"Aku nggak bicara. Pengamen tadi sudah mengerjakan tugasku untuk bicara sama kamu."
Salma diam.
"Pernah dengar lagu tadi, Sal?"
"Enggak," Salma bohong.
"Mau tahu judulnya?"
"Enggak."
"Berarti kamu pernah dengar lagunya."
Salma kembali diam. Siapa yang tidak tahu lagu itu? Orang yang gemar bersembunyi dibawah cangkang kura-kura saja juga pasti tahu.

Derap Langkah #1 (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang