"Kalau aku salah, datang ke aku. Kamu boleh tampar atau apa pun itu ke aku, sepuas kamu. Tapi jangan menjauh dariku"❇❇❇
Nando beberapa kali menghubungi Seina, namun gadis itu tidak mau menjawab panggilannya. Dia semakin gila karena berjalan sambil menabrak siapa saja di depannya. Akhirnya Nando melihat Seina yang sedang berjalan di koridor. Tepat sekali di depan ruang musik, Nando berjalan lebih cepat lalu menyambar tangan Seina dan membawanya ke dalam ruang musik itu. Nando mengunci pintunya, dan memandang Seina dengan tajam.
"Kamu apa-apaan?!" bentak Seina setelah melepas cengkraman tangannya dari Nando.
"Maaf," tiba-tiba Nando menundukkan kepalanya.
"Kembaliin kuncinya. Aku mau keluar." Seina menengadahkan tangannya.
"Aku kangen sama kamu," ucap Nando.
"Aku nggak punya waktu. Cepat, mana kuncinya!" Seina semakin kesal. Nando hanya diam sambil menatap gadis itu. "Mau kamu apa?" tanya Seina jengah.
"Aku mau jelasin sesuatu."
Seina tersenyum sinis, "Nggak perlu. Toh, kalian menikmatinya, kan?"
"Sei, aku dijebak. Mana mungkin aku mau ngelakuin itu sama dia."
"Tapi yang aku liat kalian melakukan itu, Arnan!"
"Sei, aku mohon percaya sama aku. Aku nggak pernah mengkhianati kamu. Aku-"
"Aku mencoba percaya sama kamu. Tapi apa yang aku lihat, itu nyata. Aku ada di sana, lihat bagaimana kalian ciuman, Arnan! Apa lagi?! Apa kalian melakukan hal yang-"
Nando memotong ucapan Seina dengan mencium gadis itu. Dia lelah mendengar prasangka buruk itu. Seina mendorong Nando sehingga ciuman mereka lepas.
"Setelah kalian ciuman, kamu berani cium aku? Mau kamu apa?!"
Nando menggeleng, "Please, dengerin aku. Aku dijebak. Aku harus apa biar kamu percaya sama aku?"
"Aku mencoba, tapi kejadian itu buat aku marah, Arnan. Aku capek nangisi kamu tiap malam, setelah hari itu. Sesak, Arnan." Seina menangis sambil mengepalkan tangannya di dada.
"Aku sayang sama kamu. Tolong maafin aku, Sei." Nando menyandarkan kepalanya pada bahu Seina.
"Kenapa sulit untuk kita bersama, Arnan? Kenapa?" suara gadis itu serak karena menangis. Nando memeluk gadis itu dengan erat.
"Jangan benci aku, Sei. Aku nggak bisa seperti ini. Aku mohon jangan pergi. Aku mohon kembali," pinta Nando. Gadis itu membalas pelukan Nando dengan erat. Mereka menangis bersama, saling menumpahkan emosi masing-masing.
Seina mengurai pelukan mereka.
Tangannya mengusap lembut wajah Nando yang merah. Terlihat rambut Nando berantakan dan sedikit panjang."Kamu bau rokok," ucap Seina.
"Maaf." Nando mengalihkan pandangannya ke arah tembok.
"Tatap aku, Arnan!" perintah Seina. Mata mereka bertemu dan saling menatap. "Apa yang buat kamu harus merokok?"
Nando menggeleng.
"Jawab aku."
"Kamu."
"Kenapa?"
"Aku frustrasi nyari kamu."
"Dengan cara merusak kesehatan kamu?"
Nando masih diam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yang Kembali (Selesai)
Teen Fiction*** Yang pergi pasti akan kembali. Entah itu benar atau itu hanya sebuah kata penghibur. Setiap orang pasti pernah merasa kehilangan. Apalagi jika kehilangan seseorang yang berharga. Rasanya seperti mimpi di siang bolong. Kenyataan pahit yang mungki...