Py reading....♥♥♥
Seorang pemuda sedang celingak- celinguk di koridor kampus. Tepatnya di fakultas psikolog. Dia mengenakan pakaian rapi seperti halnya anak kuliahan. Sambil menenteng tas di pundak, pemuda itu berjalan dengan santai, sesekali mencari seseorang.
Saat ingin masuk ke perpus, Seina melihatnya dengan pandangan bingung. Karena penasaran, Seina mendekat ke arah pemuda itu.
"Permisi," ucap Seina. Pemuda itu menoleh dan senyuman mengembang di bibirnya.
"Hi," balasnya.
"Maaf sebelumnya. Saya lihat kamu kayak lagi bingung, ada yang bisa saya bantu?" tawar Seina.
"Oh, iya. Saya lagi cari kelas, kebetulan saya mahasiswa pindahan dari Jerman."
Pantesan. Mukanya bule gitu, batin Seina.
"O, gitu. Ruang berapa? Mungkin saya bisa antar."
"Tadi saya ke akademik, kata mereka saya ditempatkan di ruang 3."
"Kalau itu saya tau. Mari saya antar." Pemuda itu mengikuti Seina menuju ruangan yang dibilangnya tadi. Mereka berhenti tepat di ruang 3.
"Ini ruangannya," ucap Seina.
"Oh, iya. Makasih, ya?"
"Sama-sama."
"Kenalin nama saya Kyle. Kamu?"
"Panggil aja Riza," balas Seina.
"Nice to meet you, Riza. Saya harap kita bisa jadi teman."
"Iya. Kalau begitu saya duluan."
"Kamu mau ke mana?"
"Perpus."
"Oh. Hati-hati."
"Iya, makasih." Sepeninggalnya Seina, Kyle tersenyum misterius.
"Lo tau aja selera gue, Qi," gumamnya sambil menatap Seina yang menjauh.
**
Di tempat lain, Nando sedang sibuk dengan timnya. Mereka sedang ditugaskan membuat sketsa bangunan sebagai bahan presentasi. Sekitar 6 kelompok yang terbagi. Dia bersama 4 temannya saling membagi tugas.
"Bro, oke nggak?" tanya pemuda yang satu kelompok dengannya.
"Ini rada miring. Coba dihapus, terus pakek penggaris biar rata," usul Nando.
Ketiga teman kelompok yang lain tertawa.
"Jangan sampai itu bangunan lo bikin kayak menara Pisa. Runyam ntar jadinya," celetuk gadis berambut blonde.
"Ho'oh. Tau sendiri dosen itu detail banget. Gue nggak ridho ntar kuping gue panas sama omelan beliau," sahut pemuda berambut cepak sambil memangku laptop.
"Gue setuju sama lo," sahut gadis berkacamata.
Nando menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Itu dengerin, jangan sampai lo dibully mereka," ucap Nando.
"Gue udah dibully, Nando. Lo juga ikutan!" jawabnya kesal.
Mereka cekikikan, kecuali pemuda berambut rada gondrong yang sedang membuat sketsa.
"Udah, jangan berantem. Inget! Ini kudu kelar dalam seminggu. Gue kagak mau jam tidur gue keganggu karena tugas ini molor," lerai gadis berambut blonde tadi.
"Iya, ibu Ratu!" sahut mereka kompak.
"Anak pintar!"
Saat mereka kembali sibuk dengan tugasnya, ponsel Nando berdenting. Sebuah pesan masuk dengan nomor asing. Saat dibuka, dia sedikit mengkerutkan kening.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yang Kembali (Selesai)
Novela Juvenil*** Yang pergi pasti akan kembali. Entah itu benar atau itu hanya sebuah kata penghibur. Setiap orang pasti pernah merasa kehilangan. Apalagi jika kehilangan seseorang yang berharga. Rasanya seperti mimpi di siang bolong. Kenyataan pahit yang mungki...