33|Rencana (1)

95 4 0
                                    


"Aku hanya ingin tertawa layaknya anak kecil yang tak tau rasanya kecewa"

🍀 🍀 🍀

Sekitar sebulan setelah drama Qiandra berlalu, hubungan Seina dan Nando semakin membaik. Saat ada waktu kosong, mereka selalu menghabiskan waktu berdua, atau bersama Aryo, Ical, dan Gege. Tentunya Ical dan Gege selalu membawa pacar mereka untuk berkumpul. Kecuali Aryo yang memang masih sendiri.

Hari ini mereka sedang berkumpul di foodcourt, setelah tadi puas bermain di timezone. Mereka meluangkan waktu di kala kesibukan mereka saat ini.

"Lama banget gue nggak begini lagi. Seneng gue," ucap Ical.

"Lo tau, kan, gimana kita sekarang? Sibuk kuliah dan kerja," tambah Gege.

"Kalian mau sampai kapan kerja?" tanya Asha pacar dari Ical.

"Mungkin sampai skripsi dimulai," sahut Nando.

"Ide bagus tuh!" sahut Aryo sambil manggut-manggut setuju.

"Keputusan kalian harus dipikirin dulu. Kalau memang udah capek, usahakan berhenti dulu istirahat," saran Seina.

"Lagian ya, yang gue liat, Gege makin sibuk sama tugas. Gue yang cuma pacar jadi ikutan kedapatan sibuknya," ucap Via.

"Sayang, maklumin aja. Dosen aku tuh banyak maunya. Tiap pertemuan, setumpuk tugas mulu yang dikasih." Gege merangkul Via.

Ical mencibir, "Halah! Kalian ini, bilang aja seneng berduaan mulu!"

"Hust!" Asha menyenggol lengan Ical yang langsung nyengir kuda.

"Liat gue dong, yang selow aja," celetuk Aryo.

"Apa enaknya ngeliatin lo, Yo. Jomblo gitu," ejek Gege disetujui Ical sambil tertawa.

"Kagak apa gue single sekarang. Masih menunggu jodoh dunia akhirat yang lagi otw," bela Aryo tak mau kalah.

"Otw? Lo kate delivery makanan?" Mereka tertawa kecuali Aryo yang mendengus kesal.

Setelah selesai quality time, mereka memutuskan pulang. Kini Seina dan Nando sedang jalan-jalan di taman, sambil bercerita apa pun yang mereka lihat hari ini. Gadis itu terlihat senang sambil memakan cotton candy yang mereka beli tadi. Seina itu suka makanan yang manis. Apa pun yang bercita rasa gula, gadis itu akan gila memintanya.

"Jangan keseringan makan manis, Sayang," tegur Nando.

"Jarang kok."

"Iya, jarang terus kamu ngomongnya. Nanti gigi kamu berlubang, baru tau rasa."

"Kok kamu doain aku, sih?"

"Ya habisnya, kamu ngeyel dikasih tau."

Seina langsung mengerucutkan bibirnya.

"Nggak usah sok imut gitu. Aku peduli sama kamu, jadi kamu harus nurut."

"Iya, maaf."

"Kamu masih sering kontrol?" tanya Nando.

"Masih."

"Obat itu juga masih sering kamu minum?"

"Jarang sih. Nggak terlalu sering kayak dulu."

Nando mendesah, "Sampai kapan kamu harus bergantung sama obat itu?"

Seina menggeleng, "Nggak tau. Kata dokter, obat itu cukup membantu untuk menjaga imun ginjal aku. Sebenarnya aku juga capek bergantung sama obat ini, tapi mau gimana lagi? Daripada aku cuci darah terus, kan?"

"Kamu sehat terus, ya, Sayang. Tetap seperti ini, aku bakalan di samping kamu saat kamu butuh."

Seina tersenyum sambil menggenggam tangan Nando. "Makasih, kamu selalu ada buat aku. Maaf kalau aku selalu buat kamu khawatir."

Nando langsung memeluk Seina.

"Dengan adanya kamu di hadapan aku, udah cukup buat aku bahagia. Aku nggak bisa bayangi gimana aku kalau kejadian itu terulang lagi. Udah cukup buat aku, kepergian ayah dan kamu untuk waktu itu."

Seina mengangkat wajahnya untuk menatap Nando yang terlihat muram.

"Jangan cerita kalau kamu nggak kuat. Yang perlu kamu lakukan, maafkan masa lalu itu. Kalau kamu bisa melewati masa sulit itu, berarti kamu orang yang kuat. Berdamailah dengan masa lalu, meskipun itu sulit."

"Aku udah mencoba, tapi itu di luar kemampuan aku. Setiap mendengar kata pria itu, hati aku sakit. Kejadian yang menyakitkan itu seakan berputar lagi dalam pikiran aku. Aku nggak kayak orang lain yang bisa tertawa bersama orangtua mereka. Aku nggak seperti mereka, Sei," ucap Nando sambil menunduk.

Seina mengusap bahu Nando untuk menyalurkan kekuatan dan menenangkan Nando.

"Arnan, jangan anggap diri kamu sebagai manusia paling menyedihkan di bumi ini. Itu hanya buat kamu terpuruk dengan masa lalu. Kamu bisa melewati itu semua sekarang. Lihat ke depan, lihat bunda dan adik kamu. Mereka sayang sama kamu, mereka butuh kamu untuk melindungi mereka. Kamu punya bunda dan Icha, kamu punya aku, sahabat-sahabat kamu. Kami ada buat kamu. Jadi, jangan pikir kamu sendirian, Arnan."

Nando tersenyum, "Kamu penyemangat aku setelah mereka. Makasih, Sei."

"Sama-sama. Udah dong, jangan sedih gitu. Senyum!" Seina menarik dua sudut bibir Nando agar tersenyum. Nando mengacak-acak rambut gadisnya gemas.

Kebersamaan Seina dan Nando sedang dipantau oleh seseorang dalam jarak lima meter dari mereka. Orang tersebut menggunakan jaket sekaligus topi hitam. Perawakannya tinggi dengan gaya santainya dia tersenyum. Orang itu mengambil ponselnya untuk menelpon seseorang.

"Gue udah liat orangnya. Menurut lo, gue mesti apa dulu?" tanya orang itu.

"Untuk sekarang kita main santai dulu. Ada baiknya lo deketin dia, kalau perlu lo pepet terus." Terdengar suara perempuan dari seberang telepon itu.

"Butuh waktu lama dong?"

"Ini rencana paling aman untuk sekarang. Gue udah pernah gagal soalnya, jadi lo harus nurut."

"Lo bodoh, makanya gagal," ejek orang itu.

Terdengar umpatan kasar perempuan itu. "Jangan bodohin gue. Di sini, lo gue bayar. Ngerti!"

Orang itu terkekeh, "Santai aja. Lo sensi banget sama gue. Nggak lo bayar juga nggak masalah. Yang penting gue bisa kenal cewek itu."

"Terserah! Yang lo harus inget, main santai, setelah pas, baru lo apain terserah."

"Oke, siap cantik!"

"Bagus!"

Sambungan berhenti. Orang itu menyeringai licik. Matanya masih menatap ke arah dua orang itu. Saat ini sasarannya ada Seina.

"Salam kenal, cantik," gumamnya.

Yang Kembali (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang