Aku sudah menutup diri dari dunia luar dengan segala cara. Aku berdiam diri dirumah beberapa bulan ini. Hanya pelayan pelayan, perawat, Dheana, Papa dan Rynaldi yang berinteraksi denganku. Dokter datang seminggu dua kali untuk memeriksaku.
" Bayinya sehat sekali Nyonya, tendangannya sangat kuat. Dia pasti bahagia didalam sini mempunyai calon ayah dan ibu yang saling membagi kasih dan sayang."
Dokter selalu bercanda membuat Rynaldi senang. Lihat pagi ini. Senyumnya merekah sempurna di bibirnya.
" Tendangannya sangat kuat dokter, aku semalam merasakannya." Rynaldi menimpali candaan Dokter. Aku melotot padanya, walau tanpa mampu kusembunyikan pipiku menghangat dan pasti warna merah menjalarinya.
Sialan kau Rynaldi, dia malahan tertawa senang.
" Aku sudah mempersiapkan nama yang indah untuknya." Katanya kemudian.
" Nama perempuan?" Tanyanya dokter kepada Rynaldi.
" Tentu saja."
" Bagaimana kalau dia laki laki?"
" Kalau begitu aku mesti menyiapkan dua nama."
" Tuan harus sering mengajak Nyonya jalan jalan, supaya persalinannya lancar."
Rynaldi menatapku dengan tatapan penuh cinta. Aku menghindarinya dengan beralih menatap dokter.
" Aku sering mengajaknya jalan jalan, tapi terkadang dia malas."
Rynaldi berbohong. Aku mencibir, dia malah menangkup pipiku, mengusapnya pelan lagu mengecupnya dengan sayang. Aku inginnya marah, tapi tidak bisa. Hanya bisa menggerutu.
Dokter tersenyum penuh arti. Rynaldi terkekeh dan terus mengusap pipiku.
Aku selalu menuruti semua nasehat dokter. Dengan rutin meminum vitamin dan susu. Aku juga sering berjalan ditemani perawat, walaupun Rynaldi selalu ikut mengiringi. Aku belum bisa menerima begitu saja. Aku masih terkadang marah dengan semua yang dia lakukan.
Suatu hari aku pernah bicara padanya. Setelah begitu lama aku tidak pernah mengajaknya bicara.
" Seharusnya kau tidak usah sering sering datang, nanti juga aku akan memberitahukan kalau bayi ini lahir."
Lama dia terdiam dan baru menjawab ketika aku berkata lagi.
" Kau dengar, tidak usah sering sering datang."
Aku tak menyangka jawabannya sangat menyentuh hati. Membuat mataku berkaca kaca.
" Aku tahu kau tidak menyukai kehadiranku. Apa pun yang aku lakukan selalu salah. Maaf aku selalu memaksamu menerimaku. Tapi tolong jangan memintaku untuk berjauhan. Ijinkan aku mengunjungimu setiap saat, di tempat lain aku tidak pernah merasa senyaman dan setenang didekatmu."
" Tentunya kau mengkhawatirkan bayinya. Dia aman, aku tidak akan membuangnya."
" Tidak..bukan itu saja. Terus terang saja aku takut terjadi sesuatu padamu. Aku mencintaimu. Aku tidak mau terjadi apa pun padamu dan juga bayi kita." Ucapnya sambil mengusap lembut perut buncitku.
Aku benci keadaan ini, dimana aku pun merasa begitu nyaman berada di dekatnya dan menikmati sentuhannya.
" Aku yakin, kelak kau pun akan mencintai kami." Dia menatapku begitu lembut.
" Tidak...aku tidak akan mencintai siapapun."Aku tidak lagi mau meneruskan omonganku, walaupun yang kuucapkan bertentangan dengan nuraniku. Aku bergegas menuju kamar. Meninggalkannya yang diam terpaku disana. Air mata berlompatan dari mataku. Ada rasa nyeri di dada ketika aku meninggalkannya. Rasa kehilangan atas semua sentuhannya yang begitu nyaman.
Ya Allah..aku tidak ingin jatuh cinta padanya. Tapi aku merasa begitu sakit ketika aku menapikkan rasa itu.
Dengan tubuhku yang membesar, perut buncit dan aku mulai sulit bergerak. Aku benci dengan keadaanku ini. Tapi Papa dan Rynaldi begitu senang dengan keadaanku. Rynaldi selalu memandangku dengan perasaan yang begitu memuja dan penuh cinta. Seperti saat ini.
Tunggu..tunggu..ternyata dia mengikutiku ke kamar dan saat ini sedang memandangiku yang terduduk lelah di kursi pojok ruang kamarku. Dia bersimbuh di hadapanku. Tangannya lembut mengusap perutku.
" Jangan pernah meninggalkanku sayang. Aku mohon..." Ucapnya dengan mata berkaca kaca.
Apakah aku harus luluh saat ini...Aku menatap mata bermanik biru laut itu dengan perasaan yang tak dapat kuartikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Whisper of the Heart (Completed)
RomanceAmara Fritzi dilanda duka cita, ibunya meninggal dunia. Kini jiwanya terasa sepi, luka hatinya begitu dalam. Apalagi benih di rahimnya semakin besar. Beribu kali dia mengutuki kejadian di Villa Dheana, sahabatnya. Dimana Dia bertemu Rynaldi Albrecth...