Pagi pagi sekali perutku terasa sakit, sangat sakit. Sakit yang lain dari biasanya, tapi aku berusaha tenang. Sakit itu terkadang hilang, sama sekali tak terasa. Rasa sakit berikutnya lebih hebat, aku sampai tidak bisa bernafas. Lalu berulang dengan teratur.
Dengan perasaan takut aku berpikir, mungkin ini sudah saatnya... Aku mulai menghitung waktu diantara rasa sakit yang datang. Aku segera memberitahukan perawat yang kebetulan lewat di depan kamarku.
" Katakan pada Tuan, perutku sudah sakit."
" Oh..sudah saatnya Nyonya akan melahirkan." Jawabnya tenang.
Rynaldi dan Papa kelihatan panik. Dokter ditelpon, seisi rumah diberitahukan.
" Tidak usah terlalu panik Tuan, waktunya masih lama. Masih beberapa jam lagi." Kata perawat setelah memeriksaku.
Sekitar sepuluh menit kemudian aku sudah dibawa ke rumah sakit.
Rynaldi tidak pernah mau beranjak dari sisiku. Dia terus menemani kesakitanku. Dia juga dengan rela membiarkan tangannya jadi sasaran pengurang rasa sakitku. Dia terus mengelus lembut perutku. Mengecupi puncak kepalaku. Aku sendiri terus meringis menahan rasa sakit yang semakin hebat.
Ternyata persalinan tidak mudah tapi juga tidak juga terlalu sulit. Aku sanggup menanggung rasa sakit itu. Hampir tujuh jam aku menderita dengan rasa sakitku. Tubuhku rasanya bengkok karena tegang. Tiba tiba aku merasa sakit begitu luar biasa dan rasa sakit itu hilang disusul rasa kosong dan rasa lelah.
Aku mendengar suara tangis bayi melengking memenuhi ruangan. Aku baru sadar bahwa anakku telah lahir dengan selamat. Kecupan yang terasa begitu lama mendarat dikeningku. Ada tetesan air kurasakan diantaranya. Rynaldi terus mengecup keningku, airmatanya menetes.
" Waah..bayinya perempuan." Terdengar suara dokter.
" Cantik sekali seperti ibunya." Suara bidan disebelah dokter mengusikku.
Apakah betul bayi itu mirip denganku. Ada gejolak perasaan antara ingin melihat dan rasa takut. Apakah bayiku cacat. Dan aku begitu lega ketika dokter menyerahkan bayi itu kepada Rynaldi untuk di adzani. Aku melihatnya tanpa kurang suatu apapun.
Papa menghampiriku dan mencium keningku. Air mata menetes di kedua sisi matanya. Senyum bahagia terukir dibibirnya. Sekilas tadi kulihat Papa memeluk Rynaldi. Mereka saling mengucap selamat dan rasa syukur. Kemudian Papah meninggalkanku dan Rynaldi berdua.
" Selamat sayang. Terima kasih kau sudah menjadikanku seorang ayah. Terima kasih atas perjuanganmu." Ucapnya tulus.
" Mau kah kau melihatnya?" Tanyanya sedikit ragu.
Mungkin dia teringat atas penolakanku selama ini atas kehadiran bayi itu. Aku menatapnya ragu. Ada rasa bimbang yang aku rasa. Disatu sisi aku ingin sekali melihatnya tapi disatu sisi aku merasa malu untuk mengakui keinginanku.
" Boleh aku istirahat dulu." Ucapku diluar dugaan.
" Yah..tentu..istirahatlah dulu." Ucapnya sedikit kecewa. Aku dapat melihat mata itu terluka.
" Istirahatlah.. aku akan melihat lagi bayiku." Ucapnya sambil melangkah gontai.
Ada rasa tak suka dengan penerimaannya begitu saja. Kenapa dia tidak sedikit terus merayuku. Aku menatapnya dengan rasa tak karuan.
" Tunggu.." cegahku sedikit berteriak sebelum dia melewati pintu.
" Aku ingin melihatnya dulu sebelum istirahat."
Ucapan itu keluar begitu saja. Dia menatapku seolah tak percaya dan aku menatapnya seolah berkata..ayo cepat bawa bayi itu.
Seorang perawat memasuki ruangan sambil menggendong bayi. Bayi itu menangis." Bayinya sudah bersih dan rapi. Dia menangis, mungkin minta disusui." Ucapnya sambil menyerahkan bayi itu ke tanganku.
Aku bergetar menerimanya. Ada rasa tak percaya melihat bayi mungil nan cantik ini adalah bayi yang selama ini ku kandung. Bayi yang hampir ku bunuh dan tak kuinginkan kehadirannya. Aku menatap matanya yang seolah menatapku. Tangisnya berhenti ketika dia berada dalam dekapanku. Aku beralih menatap Rynaldi yang sudah berada disisiku yang juga sedang menatapku penuh kasih.
" Our baby, dear.." ucapnya lembut ditelingaku. Air mataku menetes tanpa bisa ku cegah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Whisper of the Heart (Completed)
عاطفيةAmara Fritzi dilanda duka cita, ibunya meninggal dunia. Kini jiwanya terasa sepi, luka hatinya begitu dalam. Apalagi benih di rahimnya semakin besar. Beribu kali dia mengutuki kejadian di Villa Dheana, sahabatnya. Dimana Dia bertemu Rynaldi Albrecth...