fifth

3.9K 237 0
                                    

Dua hari kemudian aku sudah pindah. Aku baru tahu ternyata rumah ini berada di komplek perumahan elit. Dimana tinggal orang orang kaya di kota ini. Aku juga tidak mau mengira ngira berapa harga rumah besar ini.

Aku tidak menyangka betapa sakitnya aku meninggalkan kota tercintaku. Meninggalkan teman temanku dan meninggalkan bangku kuliah untuk waktu yang lumayan lama.

" Akhirnya aku menyerah juga pada orang yang sama sekali tak kusukai kehadirannya."
Aku mengatakan itu pada Dheana ketika dia membantuku membereskan kopor kopor yang kubawa.

" Sepupuku sebenarnya sangat baik Ara." Selalu itu yang menjadi jawabannya setiap kali aku mengatakan ketidak sukaanku pada Rynaldi.

" Aku bukan membelanya Ara, tapi dia memang baik. Aku pun tidak tahu mengapa dia berlaku seperti itu tapi yang aku tahu bukan karena frustasi dia ditinggal pergi charlotte. Tunangannya itu, bukan itu.."

" Lalu karena apa huh.."

" Karena dia mencintaimu dan teramat cemburu melihatmu bermesraan dengan Brian di pesta itu."

" What..are you crazy?" Teriakku tak percaya.

" Yah..dia mengatakan itu setelah aku mendesaknya mengapa dia melakukan itu. Dia mencintaimu sejak lama tapi selalu tahu kau tidak pernah peduli dengannya. Kau terlalu sibuk mengejar Brian..."

" Dan dia sibuk dengan tunangannya itu." Selaku dengan marah.

" Tidak..dia tidak menginginkan Charlotte. Dia itu hanya berpura pura bertunangan dengannya karena sebenarnya Charlotte memiliki kekasih. Dia hanya ingin mencari perhatianmu."

" Jangan berkata aneh begini Dhean..aku tidak suka." Ujarku ketus.

" Suatu ketika kau akan mencintainya juga Ara." Aku terperangah mendengar ucapan Dheana.

" Tak akan pernah." Dheana tersenyum.

" Kita lihat saja nanti."

" Kau harus sering menengokku, aku tidak punya teman selain pelayan pelayan itu." Aku mengalihkan pembicaraan.

" Tentu ..aku akan sering datang. Menengokmu dan calon keponakanku." Ujarnya ceria.

Tangannya mengelus lembut perutku yang masih datar. Aku sedikit terharu dengan perlakuannya.

" Terima kasih Dhean..kau sahabat terbaikku." Aku memeluknya erat. Dia tertawa senang.

" Berjanjilah untuk menjaga calon keponakanku dengan baik." Ucapnya penuh perhatian setelah mengurai pelukan.

Aku menyangguk dengan senyum. Sekilas mengusap perutku dan aku merasakan kedamaian yang tak terkira menyergap hatiku. Detak jantungku berdegup nyaman beraturan. Apa aku mulai menyukai kehadiran bayi ini. Aku sendiri tidak begitu yakin.

Aku dan Dheana sibuk mengatur pakaian yang kubawa. Kopor kopor telah kukosongkan isinya. Aku memasukkan semua barang bawaanku ke lemari yang telah dipersiapkan dikamar itu tapi sedikit kaget karena menemukan banyak baju hamil telah mengisi lemariku lebih dulu.

" Rynaldi begitu perhatian padamu. Entah kapan dia berbelanja baju hamil sedemikian banyak."

Dheana berucap disela tawanya. Aku hanya menggedikkan bahuku. Menoleh tak acuh kepada tumpukan baju hamil dilemari.

Seorang yang teramat tidak kusuka kehadirannya memasuki kamar. Seandainya tidak ada Dheana pasti aku sudah mengusirnya. Sayangnya Dheana, sahabatku tercinta yang merupakan sepupu lelaki itu sedang duduk manis di tempat tidur besar di dalam kami ini.

" Kau akan pulang atau menginap disini Dhean?" Tanyanya sambil matanya menatapku.

" Yang ditanya aku yang ditatap Ara. Kau ini gimana, brother." Protes Dheana sambil terkekeh. Rynaldi meringis. Aku sendiri hanya memutar mataku malas.

" Aku memang boleh menginap?" Tanya Dheana dengan senyum.

" Tentu saja." Jawabku cepat.

" Apa tidak mengganggu?"
" Dhean..tidak lucu." Jeritku gemas. Wajahku menghangat.

" Aku memang tidak sedang melucu." Tukasnya masih dengan senyum.

"Wajahmu merona." Usilnya, Dheana menatapku seolah mengejekku.

Aku dibuatnya kesal. Yang kesenangan pastilah si Rynaldi bajingan itu. Yang wajahnya terlihat begitu bahagia dengan senyum.

" Kau menyebalkan Dhean." Umpatku. Dheana tergelak.

Whisper of the Heart (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang