Pagi ini Dheana datang sendirian, Aku heran dia datang sepagi ini.
" Hallo sayang....selamat berbahagia." Katanya sambil memelukku dan mencium kedua pipiku.
" Kau sendirian, kapan datang?" Tanyaku.
" Tadi malam. Aku tidur di Hotel, mau kesini sudah terlalu malam."
" Mana bayinya."
" Itu di boks, aku meminta suster memindahkannya kesini."
Aku bangun dari tidur dan bersama sama Dheana melihatnya. Dia masih tidur nyenyak.
" Aduuh..cantik sekali...pantas Rynaldi setengah gila kegirangan. Tadi aku mampir sebentar ke rumahnya. Dia tak henti hentinya bercerita tentang bayi ini. Dia menceritakan betapa khawatirnya waktu kau dibawa kesini, dia menceritakan ketika pertama kali melihat bayi ini. Dia cerita pula sikap kau terhadap bayi ini. Rasa syukurnya dan bahagianya. Aku bilang apa..kau akan mencintai bayi ini...dan.."
" Tunggu..." Potongku. " Kau bilang Rynaldi ada di rumah, bukannya dia tugas keluar kota?"
" Tidak..dia ada d rumah. Dia bilang tak akan pergi jauh, selama kau masih di rumah sakit."
" Aku kira dia bertugas ke luar kota." Ucapku perlahan.
" Kenapa begitu?"
" Ehh..tidak apa apa, aku kira dia keluar kota sudah beberapa hari dia tidak datang."
" Dia bilang selalu datang setiap hari, tapi kebetulan ketika kau tertidur."
" Sepertinya dia menghindariku."
" Ada apa?"
" Brian...Brian beberapa hari lalu datang dan Rynaldi bertemu dengan dia."
" Maksudmu?"
" Aku tidak tahu siapa yang
memberitahukan Brian tentang keberadaanku di sini. Dia memintaku meninggalkan Rynaldi dan..."" Dan kau mau..." Aku menggeleng..
" Tidak..aku sudah berjanji tidak akan pergi."
" Kau tidak akan pergi demi bayi ini kan.."
" Tidak...aku tidak akan pergi demi mereka berdua."
" Kau..."
" Aku mencintainya...aku mencintainya." Ucapku cepat.
" Kau harus mengatakannya kepada Rynaldi."
" Dia tidak akan percaya."
" Kau mencintai bayi ini Mara."
" Ya.....aku mencintai bayi ini." Ucapku lirih.
" Bagaimana hatimu terhadap Rynaldi?"
Pertanyaan ini yang tak aku inginkan. Aku menggeleng tak yakin. Aku menatap Dheana. Benarkah aku tidak mencintai Rynaldi, aku sangsi..aku sering kali memimpikannya dan mulai gelisah ketika beberapa hari ini dia tidak hadir.
" Aku..aku.."
" Pipimu merona sayang. Aku yakin kau mencintainya....jika aku bertanya...kau akan tetap disini atau ikut Brian?" Dheana tertawa jenaka.
" Aku sudah berjanji aku akan tetap di sini." Ucapku pasti.
" Melupakan semua cita cita dan cinta Brian?" Dheana mencecarku.
" Ya...ya..."
Dheana tersenyum puas dan memelukku.
" Terima kasih sayang. Aku akan kabarkan ini kepada Rynaldi agar dia senang."
" Jangan.." kataku cepat. Dheana memandangku heran.
" Aku yang akan mengatakannya sendiri." Lanjutku. Dheana tersenyum senang.
" Aku ingin menggendong bayi ini, cantik sekali dia...ehhmm..siapa namanya bayi ini Mara?"
" Aku belum memberinya nama."
" Kenapa belum memberinya nama?"
" Rynaldi bilang nanti, jika aku sudah yakin baru kami akan memberinya nama." Ucapku ada rasa sedih yang datang menghampiri. Aku pun terisak. Dheana memelukku.
" Hey.. .bayi ini terbangun mendengar ibunya menangis" Dheana menghampiri boks dan menatapku.
" Boleh aku menggendongnya?" Tanyanya kemudian. Aku mengangguk mengiyakan. Dheana menggendongnya dan menghampiriku.
" Bagaimana jika Brian datang lagi dan memintamu untuk meninggalkan Rynaldi dan bayi ini." Tanya Dheana sambil menimang nimang bayiku. Aku menggeleng tegas. Dheana menatapku menunggu jawaban.
" Tidak..aku bilang tadi, aku tak akan pernah pergi. Bahkan siapa pun yang meminta. Aku akan tetap bersama Rynaldi dan bayi kami." Jawabku mantap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Whisper of the Heart (Completed)
RomanceAmara Fritzi dilanda duka cita, ibunya meninggal dunia. Kini jiwanya terasa sepi, luka hatinya begitu dalam. Apalagi benih di rahimnya semakin besar. Beribu kali dia mengutuki kejadian di Villa Dheana, sahabatnya. Dimana Dia bertemu Rynaldi Albrecth...