eighteenth

3.4K 212 0
                                    

Sudah hampir satu jam sejak kedatangan Brian tadi. Belum juga ada tanda tanda Rynaldi kembali. Aku merasa tidak tenang. Marizta, bayi cantikku tertidur pulas dalam pelukanku. Aku tidak melepaskan dan memberikan kepada suster ketika diminta. Aku merasa sedikit tenang dengan memeluk Marizta.

" Ara..aku ingin bicara."

Aku dikagetkan dengan kehadiran suara Brian. Aku menatapnya yang berjalan menghampiriku.

" Aku ingin bicara.." ulangnya.

Aku mengangguk ragu. Dekapanku kian erat memeluk Marizta yang lelap dalam buaianku.

" Kau mau bicara apa?" Tanyaku dengan suara tercekat.

" Aku ingin mendengar pernyataan dari mulutmu." Tukasnya.

" Maksudnya?"

" Kau pasti mengerti Ara...."

Suara Brian ketus. Aku menatapnya sekilas dan kembali beralih menatap bayi cantik yang kini matanya terbuka sempurna dan memandangku. Rasa bimbang yang sejenak menghampiri terhapus tanpa sisa. Dengan senyum aku menatap Brian yang menunggu jawaban.

" Aku tak akan pernah pergi." Lirihku.
Brian mengangkat alisnya. Matanya tajam menatapku.

" Aku akan tetap disini, bersama anak dan suamiku." Ucapku mantap.

Brian menatapku tajam. Rahangnya mengeras. Kemarahan tampak sekali tergambar di wajahnya. Aku menantang tatapannya. Dia mengacak rambutnya kasar.

" Shit..!!!" Umpatnya sambil mendudukkan dirinya dengan kasar disofa.

" Aku tidak percaya dengan keputusanmu Ara...kau lebih memilih dia yang sudah menghancurkan masa depanmu dari pada aku."

" Aku memilihnya karena dia suamiku, ayah dari anakku dan dia begitu mencintaiku."

" Tapi aku juga mencintaimu dan kau tidak mencintainya."

" Yah...kau mencintaiku dan juga mencintai Fania."

Brian terkejut dengan ucapanku. Aku hanya tersenyum kecut.

" Kau....."

" Aku tahu itu Brian, dua hari lalu Dheana mengabariku tentang itu. Kau hanya penasaran saja dengan memintaku kembali. Pergilah...kembalilah pada Fania. Aku disini sudah bahagia dengan suami dan anakku."

" Tapi..."

" Aku mencintainya. Mencintai suami dan anakku. Aku mencintai Rynaldi sejak dulu...sejak aku sering kali bertemu dengannya di rumah Dheana. Aku mencintainya tanpa berani mengharapkannya karena dia terlalu dewasa untukku. Aku pikir dia tidak akan peduli dengan anak kecil sepertiku."

" Kau bukan anak kecil, sayangku. Kau istriku, Mommy dari anakku."

Tiba tiba Rynaldi masuk dan menghampiriku. Dia duduk di sisi ranjang dan memelukku yang membuatku nyaman. Aku memalingkan mata menatapnya. Dia tersenyum, mata biru cerah itu menatapku penuh cinta.

" Aku mencintaimu." Bisiknya ditelingaku dan sekilas mencium pelipisku.

Aku lihat Brian menghela nafas dan menghembuskannya dengan kasar.

" Aku permisi. Selamat untuk kalian. Semoga selalu berbahagia."

Brian meninggalkan ruangan setelah tersenyum sinis dan melambaikan kedua tangannya. Aku tidak terlalu peduli. Sementara Rynaldi balas melambai ambil senyum. Ada kelegaan terpancar dimatanya.

Aku menyerahkan Marizta ke tangan Rynaldi yang kemudian menempatkannya di boks. Lalu dia kembali menghampiriku dan memelukku.

" Aku menyesal." Gumamnya. Aku menatapnya.

" Aku menyesal kenapa kita tidak saling mengungkapkan rasa yang ada di hati kita. Seandainya aku tidak melakukannya, mungkin aku tidak akan memilikimu. Walaupun cara yang kulakukan membuatmu membenciku."

Aku tersenyum menatapnya. Senyum termanis yang aku lakukan selama ini. Dia mengecup keningku, pipiku lalu beralih mencium lembut bibirku.

" Terima kasih untuk mau mencintaiku, menemaniku, merawat anakku dan kelak diperut ini akan ada junior yang lainnya." Ucapnya sambil terkekeh. Tangannya mengusap lembut perutku. Aku tersipu malu.

" Aku mencintaimu." Ucapku tulus. Dia kembali mencium bibirku. Aku membalasnya tanpa ragu.

" Wooow...aku bahagia sekali melihat pemandangan ini. Aku yakin sebentar lagi akan lahir lagi keponakanku yang lain."

Suara nyaring Dheana mengagetkan kami. Tawa Dheana dan Rynaldi bergema. Aku sendiri jadi salah tingkah. Wajahku terasa hangat. Aku yakin  wajahku sudah memerah.

" Hhhmmm...doaku didengar Tuhan." Ucap Dheana penuh syukur.

" Apa doamu Dhean?" Tanyaku penasaran.

" Sahabat dan sepupuku tersayang berjodoh." Jawabnya dengan derai tawa.

Kami semua tertawa bahagia. Rynaldi mengusap puncak kepalaku sambil terus menciumi pelipisku. Aku merasakan kedamaian. Yah..aku mencintainya.

Whisper of the Heart (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang