Twenty sixth

3.8K 168 6
                                    

Sejak kejadian penculikan itu, Rynaldi tidak pernah membiarkanku pergi sendiri. Dia selalu setia menemani. Dia juga menambah dua penjaga di rumah kami.

Aku sendiri masih trauma, walaupun kejadian itu hampir satu bulan berlalu. Aku sering kali dihantui mimpi buruk tentang kejadian itu. Aku sering kali teringat bagaimana wajah Brian yang begitu beringas menyeretku atau tatapan mata penuh luka dan kecewa itu menatapku tajam atau saat dia berkata akan memilikiku. Aku selalu bergidik ngeri mengingatnya dan selalu berpikir, bagaimana bisa dulu aku begitu mencintainya. Memuja lelaki itu, bahkan rela menjadi kekasih kesekiannya.

Aduuh..tololnya aku.

Entah itu cinta atau obsesiku semata. Aku jelas jelas tahu Brian hanya mempermainkanku. Dheana kerap kali menasehatiku tapi aku selalu tidak peduli. Aku selalu sibuk mengejarnya.

Sampai mengabaikan seseorang yang begitu tulus mencintaiku. Lelaki yang akhirnya, dengan rasa keinginan yang besar memilikiku dengan cara yang salah. Padahal jauh sebelum aku mengenal Brian, aku juga punya rasa ingin memilikinya. Walaupun saat itu aku belum mengerti dengan perasaanku. Aku malahan lebih melihat si Play boy cap dua cula itu. Dasar..

" Bodoh sekali." Umpatku tanpa sadar. Tentu itu membuat Rynaldi menatapku heran.

" Ada apa sayang.." tanyanya kemudian.

Aku menggeleng pelan. Lalu aku memeluknya, menempatkan kepalaku didadanya. Rasa nyaman mengisi hatiku, apalagi ditambah ciumannya di kepalaku. Menambahku semakin merasa aman dan nyaman.

" Aku mencintaimu." Bisikku

" Aku lebih mencintaimu, dear.." jawabnya ditelingaku.

Tuhan... aku bersyukur sekali memiliki suami yang begitu baik hati, mencintaiku dan begitu setia. Aku pastikan cintaku hanya satu. Untuk suamiku.

" Tidurlah..sudah malam."

" Peluk aku..jangan pernah
meninggalkanku."

" Tentu sweetheart..tentu...aku tak akan pergi kemana pun. Aku akan disini bersamamu dan Marizta."

Sebelum terlelap aku kembali mengucap syukur. Entah kemana rasaku yang dulu itu. Rasa yang selalu ingin menjauhinya dan membencinya. Saat ini yang ada bahwa aku teramat mencintainya dan takut kehilangannya. Mencintai si pemerkosa brengsek..bajingan ..yang ternyata begitu manis dan penuh cinta kasih dan juga tampan...

Aku jadi tersenyum senyum sendiri mengingat label yang kuberikan untuk orang yang kini begitu erat memelukku dan memberikanku kenyamanan.

" Hey cinta..kenapa senyum senyum.." tanyanya lirih.

Aku bukannya menjawab malahan mencium bibirnya. Lama..

" Istriku yang nakal." Dia nindihku. Tangannya menanggup wajahku.

" Cantik.." ucapnya sambil mencium bibirku.

" Cintaku.." ucapnya lagi lalu mencium bibirku.

" Istriku tercinta." Ucapnya kemudian dan lagi mencium bibirku, melumatnya begitu dalam. Tanganku mengusap rambutnya. Membalasnya dengan segenap rasa.

" Kau selalu sukses membuatku bergairah sayang.." ucapnya ditelingaku sebelum penyatuan kami yang penuh hasrat berlangsung.

Aku tersenyum puas dapat membuat suamiku mengerang panjang ketika kenikmatannya sampai. Aku pun menghembuskan napas lega ketika aku pun bersamaan dapat mencapai kenikmatanku.

" Tidurlah..sudah malam." Ucapnya sambil memakaikan selimut ke tubuh naked kami.

" Semoga Marizta segera diberikan adik." Ucapnya kemudian.

" Eh,"

Kutatap lelaki disebelahku. Matanya terpejam dan bibirnya mengulas senyum.

" Semoga segera hadir lagi bayi lucu diperut ini, ya Allah... " gumaman itu seperti doa. Dia mengusap perutku lembut. Aku tersenyum.

" Aamiin..." desisku.

Bibirnya menciumi kepalaku. Tangannya berpindah merengkuhku. Hangat dan nyaman.

Sekali lagi aku berucap syukur.. ya Allah..terima kasih atas semua karuniamu..rezekimu dan juga kenikmatan yang kau berikan. Aku bersyukur dan berterima kasih diberikan suami yang begitu mencintai dan menyayangiku. Suami yang pastinya menjadi dambaan semua wanita. Terima kasih ya Allah...Aamiin. Lalu aku terlelap.

*END*

Whisper of the Heart (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang