Bab 1

184K 5.3K 31
                                    

Adara Rawnie Ardiyanti!!!

Seorang cewek berjalan hati-hati melewati jalanan becek di bawah kakinya sambil menenteng beberapa kantong belanjaan yang sudah penuh dan berat. Dia berhenti di depan kios ikan segar yang terlihat sudah ramai oleh pembeli.

"Mang!!! Tenggirinya sekilo ya!!!" suara lantangnya membuat para ibu-ibu yang ada disekitarnya kontan menoleh padanya. Dengan cuek, cewek itu malah merangsek masuk diantara kerumunan itu. Mang Didin yang sudah menjadi langganannya hanya tersenyum sambil menyiapkan pesanan cewek itu. Dia harus dilayani secepatnya, karena kalo ngga, cewek itu pasti akan membuat pelanggannya yang lain terganggu. Sekarang saja, Dia sudah siap melancarkan aksi resenya yang membuat seorang ibu memelototinya.

"Ibu yakin bisa masak kerang itu? Susah tau. Mending masak udang asam manis aja, lebih mudah daripada kerang." Tuh kan, sikap sok tahunya mulai memancing emosi.

"Anak kecil jangan remehin saya deh, memangnya kamu bisa masak?" balas ibu itu sengit.

"Gadis kayak kamu, ngga usah sok-sokan nasihatin saya deh"

"Yeee...dibilangin malah marah si ibu ini. Ya udah, terserah aja kalo ngga percaya. Masak kerang bambu itu ngga mudah tau," sahutnya sambil mengambil ikan dan membayarnya .

"Saya ini bukan anak kecil bu, wajah saya aja yang baby face." protesnya sambil berlalu.

Cewek itu mampir ke rumah dan meletakkan semua bahan belanjaanya ke dalam kulkas dan dapur lalu bergegas ke kamarnya untuk mengganti bajunya dengan baju kerja. Masih ada waktu setengah jam sebelum jam sebelum jam masuk kantor, itu artinya dia masih punya waktu tanpa perlu telat seperti biasa. Sebelum pergi, dia menyempatkan diri mengisi kotak bekalnya dengan nasi goreng yang sudah dia masak sebelum pergi ke pasar tadi. Kakak perempuannya terlihat masih sibuk dengan alat make upnya waktu diaa memanaskan motornya.

"Jadi nebeng ngga lo? Gue ngga keburu nih!" teriaknya sambil memakai masker hidung dan helmnya. "Ya udah, lo duluan aja. Gue nebeng sama Anto aja deh!" sahut kakaknya tanpa mau bersusah-susah keluar dari kamarnya. Tanpa menunggu waktu lama, cewek itu langsung memacu motornya dengan kencang menuju kantornya. Masih ada waktu sepuluh menit sampai jam masuk tiba.

***

Cewek yang berjalan tergesa-gesa dari arah parkiran itu bergegas masuk ke dalam ruang kerjanya yang sudah mulai ramai oleh karyawan lain. Senyum tak hilang dari mukanya walau dia mendapat tatapan dari beberapa karyawan lain yang sudah duduk rapi di tempatnya masing-masing. Perkiraannya mengenai waktu yang dia tempuh untuk sampai kantor pagi ini meleset.

"Adara Rawnie Ardiyanti!!!" Dara, cewek itu biasa dipanggil, menoleh ke asal suara itu dan melihat manager personalia sudah berdiri di depan pintu ruangannya dengan sorot mata yang seakan siap menusuknya.

"Iya bu," jawab Dara berdiri dari tempatnya duduk dan melepas headset yang sedari tadi menempel di telinganya. "Keruangan saya sekarang." Lina berbalik dan berjalan cepat dengan menyisakan bunyi tumit sepatu haknya yang terdengar nyaring.

"Mampus lo Ra, kali kedua dalam seminggu ini dipanggil Bu Lina. Selamat!!" ejek Fira yang duduk di sebelah Dara yang hanya di jawab dengan timpukan pulpen dari cewek itu dan kemudian bergegas menuju ruangan Lina yang sudah menunggunya. Ngga ada ekspresi takut sama sekali diwajah mungil Dara.

"Pagi bu, " sapa Dara pelan begitu sudah sampai di depan meja Lina yang terlihat serius dengan laptopnya. "Duduk." sahut wanita berumur awal 30an itu.

"Kamu tau alasan saya memanggil kamu kali ini?" Lina menurunkan kacamata yang membingkai mata tajamnya dan memandang Dara.

" Saya telat 14 menit? " jawabnya ngga yakin.

" Benar. Apa kamu ngga takut gaji kamu itu terus berkurang gara-gara dipotong telat terus?"

"Mau ngga mau sih bu, gaji seuprit gitu. Masih juga dipotong" jawaban Dara kontan membuat Lina melotot ke arahnya.

"Makanya, kalo ngga mau dipotong, kamu jangan datang terlambat!" ucap Lina menahan emosi menghadapi karyawan yang satu ini. Dara memang lain dari karyawan yang lain. Memang dia karyawan paling muda dan tengil di perusahaan ini. Setiap hari ada-ada saja ulahnya, dan dia sudah terkenal di kalangan para petinggi perusahaan sebagai pembuat onar. Sudah ngga terhitung surat peringatan yang diberikan padanya, tapi hal itu ngga lantas membuat Dara dipecat dari perusahaan ini. Dia cepat dan pintar dalam bekerja, dan ide-idenya yang menarik juga kreatif membuatnya masih bisa bertahan di perusahaan ini dengan semua masalah yang sudah dia buat.

"Kapan sih kamu mau berubah Dara? Sudah 3 tahun kamu bekerja di perusahaan ini dan kamu masih belum mau merubah sikap kekanakan dan kebiasaan datang telat kamu itu?" suara Lina melunak. Menurutnya cewek di depannya ini pasti ngga akan mempan dengan nada keras, karena dia sudah terbiasa menerimanya.

"Saya pasti berubah Bu, tapi pelan-pelan." tawar Dara dengan sudut bibirnya yang sedikit terangkat ke atas. "Beri saya kesempatan ya," dia mulai mengeluarkan jurus bujukan mautnya.

Lina menghembuskan nafas berat menghadapi cewek yang walau selalu membuatnya emosi tapi sudah dianggap seperti adiknya sendiri. Lina masih belum mendapatkan cara untuk merubah sikap Dara.

"Terakhir. Kalo kamu masih seperti ini, saya takut ngga akan bisa mempertahankan kamu di perusahaan ini lagi." ucap Lina akhirnya setelah memandang wajah Dara yang terus memamerkan senyum manisnya. "Dan saya ngga mau lagi melihat telinga kamu ditutup sama headset kamu itu. Mengerti Dara?" Ini artinya Dara masih diberi kesempatan dan senyumannya langsung melebar.

Bukan Dara namanya kalo gara-gara dipanggil ke ruang personalia begini membuatnya murung. Dia masih bisa bersikap santai dan ceria seperti biasanya. Setiap masalah yang dia hadapi masih bisa dia hadapi dengan senyuman dan dia yakin bahwa semua akan baik-baik saja. Dan pagi ini, sekali lagi dia meyakinkan dirinya bahwa semua akan baik-baik saja asalkan di hari selanjutnya dia ngga telat datang ke kantor lagi.

***

Jam sudah menunjukkan pukul 7 malam waktu Dara masih asyik berkutat dengan pekerjaannya sementara dia sudah tinggal seorang diri diruangan ini sejak sejam yang lalu. Dara terlihat serius dan sesekali membetulkan letak headset di telinganya. Larangan Lina tadi pagi sudah dia anggap sebagai angin lalu, Dia pikir, selama manajer personalianya itu ngga melihatnya memakai headset itu, nggak akan masalah. Headset sudah jadi sahabatnya sejak beberapa tahun belakangan ini, Dara seakan memiliki dunianya sendiri ketika bersama benda kesayangannya tersebut.

Drrrrt...drrrt....drrrrrt.. hape di dalam laci mejanya bergetar.

"Halo..." sahutnya langsung tanpa melihat siapa yang menelponnya terlebih dahulu.

"Ra, pulang nanti beliin gue pembalut sama odol ya," Nadia, saudara satu-satunya, Dara hanya menggangguk mengiyakan permintaan kakaknya itu seakan yang di seberang sana bisa melihat anggukannnya.

"Iya, tar gue mampir beliin." Sahut Dara langsung mematikan sambungan telponnya sambil menghela nafas pelan. Setelah meletakkan kembali hape itu ke dalam laci, Cewek itu kembali melanjutkan pekerjaannya. Berkas ini harus selesai malam ini juga, pikirnya. Dia harus menyelesaikan apa yang sekarang sedang dia kerjakan secepatnya biar dia bisa pulang cepat dan beristirahat. Tentu sebelumnya dia ngga boleh lupa dengan pesanan kakaknya barusan. Lagipula, Dara juga merasa perlu ke minimarket untuk membeli beberapa makanan untuk mengisi lemari makanan yang isinya sudah mulai habis dirumah.

***

Setelah memarkirkan motornya dengan asal, Dara langsung bergegas masuk ke dalam minimarket yang sudah hampir mau tutup karena jam sudah menunjukkan pukul 10 lewat. Dara mengambil pembalut, pasta gigi dan beberapa cemilan untuk dirinya sendiri sebelum dia tanpa sengaja menabrak seseorang di depannya.

"Aissssh, liat-liat dong mas! Gak tau orang mau buru-buru apa?" omel Dara sambil mengumpulkan belanjaannya yang berantakan dan segera berlalu menuju kasir. Sementara orang yang baru dia omeli masih terdiam menatap cewek judes itu yang sekarang sudah pergi dengan motornya. " Perasaan dia yang nabrak gue," ucap cowok itu datar.

***

Did I Love My Maid (Silver Moon series)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang