Extra Part

86.4K 2.3K 110
                                    

Semua mata yang ada diruangan luas yang terisi 20 kursi kecil yang hampir seluruhnya sudah terisi memandang kearah bocah lelaki yang baru masuk dan berdiri dengan percaya diri di depan kelas. Mata beningnya berbinar memandangi wajah-wajah calon teman sekelasnya dan berhenti pada gadis kecil berpita merah yang memandangnya dengan kening terangkat sebelah. Rambut ikalnya bergoyang waktu dia berbalik dan lebih memilih memandangi taman melalui jendela disebelahnya.

"Vasa mau duduk disana Bu!!" tunjuknya dengan yakin ke bangku kosong disebelah gadis kecil itu.

"Boleh. Tapi kamu belum memperkenalkan diri kamu. Ayo sapa teman-teman kamu dulu,"

"Hai teman-teman. Namaku Vasaya. Panggil aku Vasa!! Mulai hari ini aku akan jadi teman baru kalian." ucapnya bersemangat. Tanpa menunggu arahan dari sang guru, bocah itu langsung melangkah dengan mantap menuju kursi kosong yang menjadi incarannya sejak tadi.

"Namaku Vasa." tangannya menggantung begitu saja tanpa ada balasan dari dari gadis cilik yang kini terlihat sudah mulai membuka kotak pensilnya untuk mengambil spidol berwarna ungu.

"Hannania." Vasa membaca nama yang tertulis di nametag yang dipakai gadis itu. "Aku mau panggil kamu Hania." kontan Hanna memandang Vasa dengan kening terangkat, merasa asing dengan nama panggilan barunya dari bocah lelaki itu.

***

"Hanna, kamu ngga risih diikutin dia terus?" Hanna berbalik dan mendapati bocah yang hampir seminggu ini berhasil membuatnya kesal karena terus mengikutinya disekolah kecuali ke toilet.

"Aku udah bilang Bu Anis kemaren. Dia bilang Vasa masih penyesuaian di sekolah barunya ini."

"Iya. Aku masih harus menyesuaikan diri. Makanya aku harus sama dia terus." Hanna cuma bisa mencebikkan bibirnya. Sudah beberapa kali Vasa dia usir, masih juga bocah itu ngotot mengekorinya kemana-mana.

"Aku bawa cemilan buatan ibuku. Kalian mau?" Vasa membuka penutup tempat bekalnya dan aroma harum kentang panggang langsung menggoda hidung Hanna dan tiga temannya.

"Ibuku bekalin banyak biar aku bisa bagi-bagi sama kalian." saat teman-temannya tanpa sungkan ikut melahap kentang panggang itu, Hanna masih diam ditempatnya. Agak gengsi untuk ikut memakannya. Dia lebih memilih menghabiskan bekal buatan mamanya yang juga ngga kalah menggiurkan seperti buatan ibunya Vasa.

"Tukeran dong Han, aku mau ngrasain bekal buatan mama kamu." belum sempat Hanna menolak, Vasa sudah mengambil tempura yang ada di kotak bekalnya dan menggantinya dengan sepotong kentang panggang dengan lelehan keju diatasnya. Sebenarnya, potongan inilah yang memang Hanna inginkan, karena toping kejunya yang berlimpah menumpuk disana.

"Besok malam aku mau ngadain acara ulang tahun. Aku mau undang kalian juga teman sekelas kita." Vasa mengeluarkan 4 buah kartu undangan dari dalam saku dan memberikan kepada ketiga temannya dan terakhir pada Hanna. Mata beningnya bersinar waktu melihat Hanna langsung membuka undangan tersebut dan membacanya.

"Jangan lupa besok malam ya,"

***

"Yakin, ini rumah teman kamu itu sayang?" tanya Zevan pada putrinya yang duduk dengan manis dibelakang sambil memeluk kado berukuran besar yang baru dibeli sebelum menuju ke rumah Vasa.

"Papa ngikutin alamat yang ada diundangan kan?" tanyanya balik dengan cuek.

"Coba deh kamu baca. Benar ini kan?" merasa ngga mungkin ada jawaban memuaskan dari bibir mungil Hanna, Zevan menyerahkan undangan yang dia pegang ke Dara yang duduk disebelahnya. Rumah yang hampir keseluruhan dindingnya terbuat dari kaca itu terlihat sangat familiar dimatanya.

"Bener kok. Cendrawasih no 29. Emangnya kenapa sih?"

"Ini rumah Nino. Emang sih bangunan ini udah direnovasi hampir seluruh bangunannya," sahut Zevan ragu-ragu.

"Ooo...tempat kamu sembunyi dari aku dulu?" sindir Dara sambil melirik suaminya yang kontan langsung menggaruk tengkuknya yang sama sekali ngga gatal.

"Jangan diungkit lagi dong sayang...." rayu Zevan sambil berusaha membelai pipi Dara yang langsung menepis tangannya sebelum sempat menyentuhnya.

"Aku masih belum bisa lupain ya. Kamu ingat!!"

"Tapi kan aku udah ribuan kali bahkan jutaan kali buat minta maaf dan menebus kesalahanku itu."

"Hak aku dong, kalo ngga bisa ngelupain sikap kamu waktu itu gitu aja."

"Papa, mama, udah dong. Ayo kita masuk, teman Hanna udah pada di dalem tuh," untung perdebatan mereka di potong oleh Hanna. Zevan yang merasa terselamatkan oleh putrinya langsung menginjak pedal gas dan mencari tempat untuk memarkirkan mobilnya dihalaman besar yang sudah terisi beberapa mobil. Keraguannya soal rumah ini sudah menghilang dan dia pikir mungkin saja rumah ini sudah dijual oleh Nino yang memang paling jarang buka mulut untuk hal-hal pribadinya, termasuk aset apa saja yang dia jual ataupun beli.

***

Pesta berlangsung meriah dengan puluhan bocah kecil yang mengelilingi sweet table penuh kue dan permen beraneka bentuk dan warna. Para orang tua dipersilakan menunggu putra putri mereka tak jauh dari sana sambil menikmati beraneka macam makanan yang telah disediakan. Zevan mengambil segelas orange jus untuk Dara dan fruit punch untuk dirinya sendiri. Matanya masih berusaha mencari-cari kemiripan interior ruangan rumah Nino yang dulu dengan yang sekarang. Memang berbeda jauh, tapi warna biru laut ini masih sangat Zevan kenali sebagai warna favorit Nino. Baru kemaren malam dia berkumpul bersamanya dan juga Alan dan Andra. Akhir-akhir ini sahabatnya yang satu itu memang sedikit berbeda dari Nino yang biasa dikenalnya. Dia terlihat lebih ceria dan lebih mudah senyum.

"Kok ngelamun sih? Kamu ngga mau makan?" Zevan baru sadar kalo istrinya yang sudah berdiri disampingnya dengan piring penuh makanan ditangannya.

"Ngga. Kamu laper?" tanyanya sambil sekali lagi melirik piring Dara yang dengan cuek memasukkan sepotong brownies ke mulutnya sambil mengangguk.

"Kan kita ngga sempat makan tadi sore gara-gara Hanna ribut ngajak milih hadiah."

"Iya juga sih." Zevan menyeruput punchnya sambil melihat putrinya yang terlihat ceria bersama teman-temannya. Dia sendiri belum tau anak mana yang berulang tahun hari ini.

"Kamu liat, yang pake kemeja biru?" Zevan melihat anak yang dimaksud Dara, anak yang sedari tadi menempel disamping Hanna.

"Iya. Kok dia nempel gitu sih," Zevan memang super protektif pada putri satu-satunya itu. Dia paling ngga suka kalo ada yang mendekati Hanna secara berlebihan.

"Hanna pernah cerita, ada anak baru yang suka ngintilin dia kemana-mana kalo disekolah. Rupanya dia anaknya." Dara malah terlihat lebih santai melihat putrinya yang memang cantik menarik perhatian orang yang melihatnya.

"Tapi kok aku kayak pernah liat anak itu ya, tapi dimana..." Zevan mengangguk mengiyakan. Wajah anak itu sangat familiar dimatanya.

Acara akan dimulai dengan bernyanyi bersama dan dilanjutkan acara tiup lilin. Semua undangan termasuk para orang tua diperbolehkan mendekat untuk memberikan selamat pada Vasa yang terlihat luar biasa gembira merayakan ulang tahunnya yang ke 6 malam ini. Seorang wanita dengan gaun berwarna salem terlihat anggun dengan kue ulang tahun berbentuk bola basket ditangannya. Kulit putihnya bersinar dibawah lampu yang menyinari halaman belakang rumah yang dijadikan tempat pesta malam ini. Rambut hitamnya digelung sederhana, membuatnya terlihat sangat cantik dengan senyum yang terus mengembang diwajahnya.

"Matanya, coba deh kamu liat. Anak itu mewarisinya dari dia ternyata," bisik Dara sambil menarik Zevan mendekat ke para tamu untuk ikut memeriahkan pesta.

"Iya, aku tau. Pantesan cakep, ibunya cantik." bisik Zevan ditelinga Dara. Sebuah cubitan mendarat dipinggangnya, membuatnya meringis.

"Mata ya, dijaga. Bini orang, itu" balas Dara sambil melotot pada suaminya yang usil.

"Ayah mana bu?" Vasa menolak meniup lilin ulang tahunnya waktu sosok ayahnya masih belum terlihat.

"Ayah masih diatas. Sebentar lagi dia turun. Nah, itu dia," Vasa mengikuti arah pandangan ibunya yang juga diikuti oleh Zevan yang memang sejak tadi penasaran dengan tuan rumah yang membeli rumah ini dari sahabatnya.

Tapi jauh dari yang Zevan harapkan. Bukannya melihat orang lain, dia malah mendapati seseorang yang sangat dikenalnya berdiri disana.

"NINO!!"

****

Did I Love My Maid (Silver Moon series)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang