Bab 9

52.1K 2.1K 13
                                    

Tunangan?

Dara menatap sebuah kotak merah marun tipis yang terbuat dari beludru, bentuk keseluruhan dari kotak itu sangat cantik. Perlahan dia membuka kotak itu dan di dalammnya terdapat sebuah gulungan kertas berwarna emas bertuliskan dua nama dengan tinta perak.

Anggara Zevani Danubrata & Danisa Lestari Hermawan

Pesta pertunangan!!

Dara sendiri tak mengerti kenapa tangannya gemetar begitu membaca dua nama itu. Jadi majikannya itu akan melangsungkan pertunangan minggu depan, tapi kenapa dia selama ini terlihat santai-santai saja. Padahal semestinya dia sibuk mempersiapkan acara sepenting itu.

"Dia dijodohin ya?" gumam Dara sambil mengembalikan undangan itu dan meletakkannya kembali ke atas meja. Dara bersiap akan pergi ke pasar dan mengambil kunci motornya waktu Zevan menahannya didepan pintu. Cowok itu terlihat tampan dengan polo shirt dan jeans selututnya.

"Gue nebeng dong!!" pintanya sambil mendahului Dara melewati pintu melewati Dara yang menatapnya dengan pandangan heran.

"Nebeng? Naik motor?!" tanya cewek itu heran, "Kepala lo bocor ya?" Masa sih seorang Zevan mau naik motor butut begini?

"Serius. Mang Daman lagi sakit. Dia ngga bisa nganter gue." Zevan sudah terlihat memakai helm yang dia ambil dari garasi. "Ayo buruan!"

"Udah nebeng, maksa lagi. Kenapa ngga nyetir mobil sendiri aja sih?" gerutu Dara sambil menyalakan mesin motornya yang disahut dengan jitakan di helmya oleh Zevan yang kemudian naik di atas boncengannya.

***

Zevan POV

Kalau bukan karena Andra yang menelponku pagi-pagi begini, sudah pasti saat ini aku masih tidur dengan nyenyak di balik selimut hangatku yang nyaman. Apa sih alasan yang dibilang penting oleh anak itu sampai aku yang harus menyusulnya. Mang Daman sakit pula, memaksaku harus nebeng Dara naik motornya begini. Tapi bukan pilihan yang salah juga sih. Aku menikmati duduk di boncengan Dara. Dari tempatku ini aku bisa dengan puas menghirup aroma segar darinya, aroma manis yang mulai sangat kusukai. Rambut panjangnya yang keluar dari balik helmnya, mengibas-ngibas mukaku dengan bebas makin menggodaku dengan aromanya itu, membuatku teringat kejadian malam itu.

"Arrrrggh!!" teriakku frustasi tanpa sadar dan membuat motor yang kutumpangi oleng.

"Lo apa-apaan sih? Mau jatoh kita nih!" dengan kesal, Dara berhenti di pinggir jalan, memastikan aku baik-baik saja dibelakangnya.

"Sorry....gue ngga papa. Udah, lanjut!!" sahutku malu. Kenapa dalam situasi begini aku teringat kejadian malam itu? Saat aku menciumi seluruh tubuhnya, meninggalkan tanda kepemilikannku disana, merasakan kehangatan saat aku didalamnya. Pikiran itu membuat mukaku makin memerah, kenapa cewek mungil ini membuat aku begitu kecanduan padanya? Entah sejak kapan, aku merasa dia semakin harus kumiliki.

"Lo kenapa sih ngga mau nyetir sendiri?" tanya Dara membuyarkan lamunanku.

"Gue ngga bisa" bohongku, sebenarnya aku bisa menyetir, malah lihai. Tapi kejadian beberapa tahun lalu, yang menjadi mimpi burukku hampir tiap malam, membuatku membuatku muak kalau harus memegang setir mobil lagi.

"What!! Hahahaha..." suara tawa lepas Dara membawaku menyelamatkanku, setelah hampir kembali mengenang kejadian itu.

"Jangan ngejek lo, gue ngga ngegaji lo buat ngeledekin gue."

"Iya..iya TUAN" sahutnya masih berusaha menahan tawanya.

Motor kami berhenti di depan sebuah restoran seafood milik Andra, aku segera turun dari boncengan, menyerahkan helm yang kupakai pada Dara.

Did I Love My Maid (Silver Moon series)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang