Bab 10

48.7K 2K 4
                                    

Zevan yang Kami Kenal Dulu

Dara POV

Apa-apaan ini? Kenapa bukan uang? Masa aku harus kepasar pakai ini? Dengan kening berkerut, aku memandang sebuah kartu berwarna perak ditanganku. Mana mungkin aku beli cabe pakai kartu kredit macam ini.

"Ngga usah bingung gitu. Pake sepuas lo." aku tertegun melihat penampilannya, baru kali ini aku melihat Zevan dengan setelan kerjanya, celana hitam, kemeja biru laut yang sangat pas di tubuhnya, dasi biru malam dan rambutnya yang agak panjang disisir rapi ke belakang.

"Maksudnya?" tanyaku bingung, menutupi pandangan kagumku pada penampilannya.

"Gue mau ke Singapore 4 hari sama Nino. Bunda juga nginap di rumah saudaranya di Bandung." Zevan mengambil segelas coklat hangat yang baru aku bikinkan untuknya sarapan. Jas hitam yang tadi dia sampirkan di bahu, sekarang sudah dipakainya, menambah kesempurnaan penampilannya.

"Selama gue pergi, lo gue liburin." Apa? Libur selama 4 hari? Terus aku mesti kemana selama 4 hari itu? Nadia kan tahunya aku masih kerja di kantor itu, kantor yang tak pernah membiarkan karyawannya libur tanpa ada alasan yang jelas.

"Gue ninggalin ini buat lo, lo bisa pake buat manjain diri lo. Pake buat lo bersenang-senang, beli apapun yang lo mau." Aku melihat ada ketulusan dari matanya, yang dia katakan benar. Aku benar-benar memerlukan bersenang-senang setelah terus-menerus bekerja keras.

"Lo serius?" tapi aku masih tak percaya dengan yang barusan kudengar. Majikan macam apa dia? Terlalu murah hati kurasa. Apa jangan-jangan dia ada maunya setelah nanti balik ke Indonesia? Mataku memandangnya dengan penuh selidik.

"Serius lah. Anggap aja ini bonus akhir tahun dari gue." Zevan berdiri, mengambil travel bagnya dan berjalan menuju pintu, aku mengikutinya. Aku cuma bisa terpaku saat tanpa disangka-sangka dia mengecup puncak kepalaku sekilas sambil berbisik, "Gue mau hasil yang memuaskan nanti setelah gue pulang."

***

MERDEKA hanya itu satu kata yang paling pas untuk Dara saat ini, cewek itu dengan riang dan penuh semangat melangkahkan kakinya memasuki mall terbesar di kota ini. Senyuman tak pernah hilang dari wajah mungilnya, memilih-milih toko mana yang akan dia masuki terlebih dahulu.

Dara berhenti di sebuah toko yang menjual berbagai setelan kerja wanita, memilih beberapa yang dirasa pas untuknya dan segera membayarnya. Dara kembali beralih ke toko sepatu dan membeli beberapa pasang. Masih dengan headset yang tak pernah lepas dari telinganya Dara terus mengelilingi mall sampai dia merasa capek sendiri dan memutuskan beristirahat di sebuah restoran western. Sementara menunggu pesanannya datang Dara meluruskan kakinya yang pegal di atas kursi yang masih kosong di depannya.

"Ternyata jadi orang kaya itu capek ya," gumamnya geli pada dirinya sendiri yang merasa jadi orang kaya mendadak hari ini. Dara memandangi tas-tas belanjanya yang menumpuk di sebelah kakinya dan memandang lagi credit card yang tadi diberikan oleh Zevan. Pikirannya kembali pada cowok itu, mengingat kebaikannya, perhatiannya dan juga segala kontak fisik yang dilakukannya pada Dara. Jauh dari hubungan yang seharusnya tejadi antara majikan dan pembantu.

"Dara ya?" Dara menoleh, mendapati Andra berdiri menjulang di belakangnya. Cowok berkacamata itu terlihat berbeda dengan pakaian koki yang dikenakannya. Senyum ramahnya sangat Dara sukai.

"Andra? Lo kerja disini? bukannya kemaren lo di resto yang di jalan Nusaraya itu?" Dara langsung menurunkan kakinya dari kursi, takut Andra melihatnya, tapi sepertinya dia terlambat karena cowok itu sudah tersenyum padanya.

"Iya. Ini salah satu cabang resto kita. Gue boleh duduk?"tanpa menunggu persetujuan Dara, Andra langsung menarik kursi di depan Dara. "Gue ngga nyangka selera Zevan bakal berubah 180 derajat gini." matanya tak lepas memandang Dara, membuat cewek itu jengah karenanya.

Did I Love My Maid (Silver Moon series)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang