52- cita dan cinta

2K 79 12
                                    

Azka tengah asik bermain PS, tiba-tiba pintu kamarnya diketuk. Seperti biasa, Azka hanya diam tidak membuka, karena ia menunggu orang itu berbicara terlebih dahulu.

"Azka!" Seru Pram.

Azka terlonjak bangun, ia langsung melompati sofa dan membuka pintu.

Setelah pintu dibuka, azka menatap Pram yang berdiri dengan ekspresi datarnya karena kesal dengan kebiasaan anaknya itu. Pram masih menggunakan setelan jas, artinya ayahnya baru pulang terlihat dengan wajah lelahnya.
"Kamu ini, hilangkan kebiasaan kamu itu!"

"Iyaa yah maaf..ya kan Azka harus tau, siapa yang mau masuk kamar azka." Ucapnya sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Mengabaikan perkataan Azka  ,Pram lalu masuk dan duduk di sofa, di ikuti dengan Azka yang malah kembali melanjutkan memainkan PS-nya.
"Kamu sudah ambil keputusan?" Tanya Pram.

Tangan azka berhenti di atas stik PS, ia lalu meletakkan stik PS itu. Ia mengerti apa yang sedang dibicarakan ayahnya, dan hal itu membuat dirinya kembali kebingungan.
"Azka belum siap yah.."

Pram berdecak pelan, ia tahu ini sulit bagi remaja seusia Azka. Tetapi ia juga ingin yang terbaik untuk anaknya, karena kelak ia harus memilih jalan mana yang akan ia cari
"kamu bukan anak-anak lagi,Tidak selamanya kamu akan bergantung pada ayah dan mamah. duniamu hidup, jalannya kamu sendiri yang tentukan."

Azka hanya diam, menatap kosong kearah layar televisi yang menampilkan gambar virtualnya yang mati karena ia menghentikan permainan.
"Kamu akan selesai, karena sebelumnya kamu memilih berhenti daripada terus melanjutkan."

Seringkali Pram membujuk azka agar mau mengikuti keinginannya, tetapi azka tidak pernah memberikan kepastian. Pembicaraan mereka seringkali berakhir dengan keterdiaman Azka,yang enggan bicara.

Terdengar helaan nafas, "Azka bingung.."

"Selalu itu jawabanmu..tesnya akan dimulai sebentar lagi, kamu harus memberi kepastian secepatnya. Kamu itu laki-laki, jawabanmu yang seperti itu sama sekali tidak ada pastinya."
Pram lalu bangkit, mencabut kabel yang berhubungan dengan segala permainan PS nya. Azka terkejut melihatnya, matanya membulat saat PS-nya dibawa oleh ayahnya.

"Ayah bawa ini..kamu tidak akan terus maju selama ada ini, kerjaanmu selalu main-main saja."
Ucapnya seraya pergi keluar.

"Yah..!"

Namun Pram tiba-tiba menghentikan langkahnya, ia baru menyadari ada yang berbeda dari wajah Azka, "kenapa wajahmu?"

Azka hanya menunduk. Dan Pram lalu menutup pintu dengan begitu keras. Setelah pintu tertutup, ternyata rasa bingungnya semakin besar. Ia tidak tahu langkah mana yang ingin ia ambil, keinginan itu sama kuatnya dengan keinginan orang tuanya sementara hatinya masih tidak rela jika harus meninggalkan yang ia kasihi.

Cita dan cinta sama kuatnya, semakin dipikirkan keduanya terasa sama pentingnya. keduanya sama-sama ingin ia gapai namun  Jika memang iya, maka tidak akan bisa ia gapai keduanya. Karena ia harus fokus  salah satu diantaranya.

saat ia mengusap wajahnya kasar, tak sengaja  tatapannya jatuh pada layar ponsel yang menyala diatas tempat tidur. Ia lalu mengambil ponsel di kasurnya. Sialan, hanya sebuah pesan tak bermutu dilayar. Tetapi ada yang menarik perhatian disana. layar utama menampilkan bahwa gadis di dalamnya tersenyum dengan begitu bahagianya. Garis wajah terlihat membentuk sebuah lekukan yang menampilkan bibir yang tertarik dengan begitu manisnya. Tiba-tiba ia ikut tersenyum.

Azka menjatuhkan tubuhnya diatas kasur dan menatap layar ponselnya, "Lo bikin gue gila." ucapnya pada layar ponsel.

Ternyata semudah itu mencintainya dengan begitu sangat. Ia tidak berniat untuk terus menyiram, atau bahkan memupukinya dengan begitu sering. Tapi rasa cinta itu terus tumbuh, seolah jiwanya terus menggertak menyuruhnya untuk tetap tumbuh.

GuttedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang