07

20.5K 2.5K 385
                                    

Hari sudah semakin gelap pun burung-burung tak lagi berkeliaran untuk mencari makanan.

Hujan deras datang semenit setelah pintu apartemen terbuka sedikit kasar—mengganggu fokusku yang tengah asyik menikmati serial televisi.

Taehyung muncul di sana, berjalan ke arahku lalu duduk di sampingku setelah melemparkan tas ransel sembarangan.

“Apa yang terjadi?” dia tidak menjawab, malah merebut toples camilan yang tadi kupeluk. “Ada masalah yang mengganggumu?”

Taehyung tak kunjung merepons. Dia membawa kepalanya mendekat dan meletakkannya di pundakku. Sambil mengunyah, Taehyung kemudian menghela napas.

“Apakah Kak Jungkook berbuat macam-macam?” aku menggeleng tanpa meliriknya. “Serius?” tanyanya lagi—dan aku kini mengangguk.

Why? Something gone wrong?” aku bertanya keheranan. Taehyung seperti baru saja dikejar pembunuhan bayaran.

“Di kamar ... benar-benar tidak terjadi apa pun, 'kan?”

Oke, kurasa aku mengerti inti masalahnya. “Kami hanya—tidur berdua. Kau tidak perlu khawatir,” jawabku meyakinkan.

Kepala Taehyung berangsur menjauh. Dia menatapku datar setelahnya. “Kakak bilang ‘hanya tidur berdua’ seringan itu?”

Aku mengangguk, merebut toples di genggamannya. “Jungkook tidak macam-macam padaku, Tae. Tenanglah sedikit.”

Dia berdecak, sontak mengacak surainya sendiri. Aku yang malas melihat tingkah konyolnya hanya diam sambil tertawa karena serial di televisi tengah menunjukkan seorang pria yang ditipu oleh adiknya sendiri.

Hendak tanganku meraih remot di atas meja, aku refleks mendongak karena Taehyung yang berdiri dengan wajah lesu.

“Sudah? Kau membanting pintu dan datang dengan wajah memuakkanmu itu cuma ingin bertanya apa yang aku lakukan dengan Jungkook di kamar? Itu saja?”

Bocah tengik ini tidak tahu sopan santun sekali pada kakaknya. Berani-beraninya memutar bola mata ke arahku.

Aku lantas mengacungkan jari tengah padanya. “Dasar pantat harimau!” ujarku kesal.

Taehyung tidak menjawab. Tumben. Biasanya dia semangat beradu mulut denganku. Tapi kali ini dia kembali duduk dan memelukku.

“Kak ... aku putus. Bagaimana ini?” rengeknya kemudian.

Aku hampir saja tersedak salivaku sendiri. “Hei, kau tidak memberitahuku soal pacar!”

Taehyung terperanjat, segera melepas pelukannya dan bergerak mengusap telinga. Aku tahu dia sengaja melakukannya di depanku agar aku merasa iba.

“Galak,” kata Taehyung seketika. Aku yang mendengar itu lantas menarik rambutnya untuk sesaat. Dia mudah sekali membuatku kesal rupanya.

Taehyung kemudian memegangi pergelangan tanganku—berusaha melepaskan remasan yang kemungkinan besar dapat membuatnya pening.

“Kak, berhenti. Ini sakit, tahu!”

“Biar kau mengerti cara menghormati kakakmu, Taehyung-ah,” ujarku padanya. Aku berhenti ketika tangan kanan Taehyung kian mencengkeramku. Oke, jelas kepalanya sakit sekali.

Aku menatapnya sengit, tidak peduli dengan desisan yang muncul lewat celah bibirnya. Biar tahu rasa. Lagi pula, jarang-jarang aku sekesal ini.

Merapikan piama tidurku, aku lalu meraih kembali toples camilan yang sempat menganggur. “Kalau pacarmu itu tidak lebih cantik dariku, tidak perlu menangis. Pokoknya ... cari gadis lain yang lebih cantik dariku.”

Jerk Boss ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang