29

16.7K 2.1K 232
                                    

Pelan-pelan aku mulai menyingkirkan lengan Jungkook di perutku, kemudian turun dari ranjang dan mengambil kemeja Jungkook untuk menutupi tubuhku—setidaknya aku harus menyelamatkan tubuh telanjangku dari mata mesum Jungkook lebih dulu.

Keluar dari kamar, aku mengernyit saat lampu ruang tengah dan lampu dapur masih menyala.

Kemudian aku melirik ke arah rak sepatu di mana biasanya sepatuku dan sepatu Taehyung berada di sana.

Akan tetapi,yang kutemukan hanyalah sepatuku dan Jungkook—tanpa adanya milik Taehyung.

Apakah dia tidak pulang?

Menghela napas, aku lantas membuka perlahan pintu kamar Taehyung. Memasuki kamarnya tanpa suara, lalu menghidupkan lampunya.

Begitu terkejut saat yang kulihat hanyalah guling dan bantal yang berjajar rapi di atas ranjang tanpa pemilik.

Aku memijat pelipis frustasi. Tidak biasanya Taehyung seceroboh ini. Meninggalkan rumah tanpa izin bukanlah tabiatnya meskipun kami bertengkar besar.

Kuhela napas dalam; menyesal karena telah memarahinya pagi-pagi kemarin.

Keluar dari kamarnya, aku kemudian mengambil segelas air dan meneguknya sampai tak ada sisa.

Permainan Jungkook bahkan tak berbekas sedikit pun di kepalaku. Sebab saat ini yang kupikirkan hanya si tengik Taehyung.

Ke mana perginya bocah itu?

Aku kembali memasuki kamarku. Memunguti pakaian kerjaku, lantas mengambil celana-celana Jungkook dan melipatnya.

Sejemang aku hanya terpaku dengan wajah damai Jungkook yang sedang terlelap. Namun, aku kembali merasa tidak tenang karena belum mendapati presensi Taehyung sama sekali.

Diam-diam mencari keberadaan ponselku di saku jas Jungkook, aku kemudian mengulum bibir saat berhasil menemukannya.

Segera aku membuka ponselku. Menghubungi nomor Taehyung yang sialnya tidak dapat tersambung.

Taehyung bahkan tidak meninggalkan satu pesan padaku hari ini. Keparat satu itu selalu berhasil membuat kepalaku nyaris pecah.

Aku mengusap wajah. Tidak ada jalan keluar lagi. Aku tidak punya kontak teman-temannya yang sering berkunjung kemari.

“Ada apa?” Saat aku tengah menunduk, Jungkook mendadak mengejutkanku dengan suara khas bangun tidurnya.

Pria itu kemudian memelukku dari belakang dan mengecup bahuku sekilas.

“Ada masalah, hm?” Bibirnya mengecup ceruk leherku.

Aku mengangguk. “Taehyung belum pulang sampai sekarang,” jawabku lemas.

“Tenanglah. Dia itu laki-laki, pasti bisa menjaga diri dengan baik. Aku yakin dia tidak marah denganmu—mungkin, dia sedang menyesali perbuatannya sendiri.”

Aku menghadap Jungkook. Meletakkan satu tanganku di pahanya, sedang tanganku yang lain meremas kemeja Jungkook yang aku kenakan.

“Katakan bahwa aku bukan kakak yang buruk untuk Taehyung.”

“Hei ...” Jungkook menghapus air mataku. “... Yoora-ku bukan kakak yang buruk, tentu saja. Kau sudah bekerja keras selama ini. Kau kakak terbaik yang pernah aku temui, Sayang.”

Aku menyambar tubuhnya. Menenggelamkan kepalaku di dadanya tanpa memedulikan tubuh telanjang dan lengket Jungkook.

“Tidak apa-apa. Belajarlah untuk melepaskan adikmu. Taehyung juga butuh kebebasan. Dia laki-laki, Sayang. Dan Taehyung tentu tahu ke mana dia akan kembali. Dia punya kau,” bisiknya sembari menepuk punggung gemetarku.

Jerk Boss ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang