"Brengsek! Berhenti mencium pipiku, Jim!" Aku memekik kesal dengan kepala berputar. Kujauhkan duduk dari Jimin, tapi ia lagi-lagi melakukannya. "Jimin bajingan!"
Lampu kelap-kelip yang terus mengarah pada wajahku membuat kepalaku kian pening.
Dua botol Brendi berukuran sedang telah aku habiskan, dan rasanya aku hanya ingin minum dan minum sampai kelab Namjoon ditutup.
Jimin menangkup pipiku. "Hei, Macan Kumbang. Kau minum terlalu banyak," katanya. Aku berdesis dan menepis kedua tangannya. "Kau mendengar ucapanku? Jangan minum lagi, oke? Kau tidak lupa 'kan tingkat lakumu saat sedang mabuk?"
Terkekeh geli, aku lekas menampar pelan pipinya. "Kau mau memperkosaku, ya?" tanyaku yang disambut rahang Jimin yang merosot.
"Woah, itu, sih, kalau aku tidak ingat rasa sakit saat kekasihmu membuat wajahku babak belur!" jawabnya. Aku menarik lengannya dan memeluk Jimin dari samping, tapi dia segera mendorongku. "Aku tidak mau dipukuli untuk kedua kali, Sialan! Ada kekasihmu di depan kita!"
Aku mengerjap, kemudian mengikuti arah pandang Jimin sekarang. Sejenak, aku menelan saliva dan menjilat bibir bawahku. Namun, aku menggeleng sembari memegangi pelipis.
"Bohong! Itu hanya halusinasi!" ujarku menuduh Jimin. Tapi beberapa detik setelah Jimin menggeser pantat untuk menjauh, bersamaan dengan aku yang hendak mendekatinya, lengan kananku ditarik oleh seseorang. "Hei! Tidak sopan!"
"Kau yang tidak sopan! Mengganggu suami orang!" jawabnya. Tunggu, aku tahu itu suara siapa.
Lekas aku mendorong dadanya. "Aku juga berpacaran dengan suami orang!" Jungkook menghela napas, lalu aku melirik Jimin yang nampak terkejut.
Saat aku berjalan mendekati Jimin lagi, aku merasakan tubuhku melayang.
Jungkook membawa tubuhku seperti karung beras. Dan itu sukses membuat kepalaku semakin pening.
"Turun! Aku mau turun!" tanganku yang mengepal bergerak untuk memukul punggung lebarnya. "Kookie ... Yoora mau turun, hiks."
"Nanti, setelah sampai di parkiran." Kakiku menendang udara, sontak tangan Jungkook melilit betisku dengan kencang. "Diam! Aku Donghan, bukan Jungkook."
Sepersekian menit kemudian, tubuhku didudukkan dengan lembut di dalam mobil. Kusandarkan kepala pada kursi penumpang, lalu memejam mata saat ia ikut masuk ke mobil.
Kepalaku refleks menoleh ke kiri, mataku tersingkap sayu, dan bibir bawah kugigit kencang. "Kau Jungkook-ku, bukan Donghan!" bentakku ketika Jungkook melajukan mobilnya.
Meskipun mabuk begini, aku masih sadar siapa yang berada di samping kiriku sekarang.
Jemariku bergerak dan mengusap rahangnya yang tegas. "Hei, Tampan. Boleh tidak kalau aku memelukmu?" Dia mengangguk tanpa menatapku. "Menciummu juga boleh?" tanyaku sambil tertawa sinting. Dan dia mengangguk lagi.
Beberapa saat kemudian, aku memukul lengan kekarnya. "Berhenti! Berhenti dulu!" Jungkook lekas berhenti. Dengan cepat kilat aku pindah ke pangkuannya dan mengalungkan kedua lengan di lehernya.
Jemariku kembali menyapu hingga seluruh wajah. "Ini ... milikku, 'kan?" Aku bertanya. Jari telunjukku berhenti di hidungnya. "Ini juga milik Yoora!" Sekarang jari telunjukku turun ke bibir tebalnya.
Jungkook menjauhkan tanganku dari wajahnya. "Semuanya milikmu. Milik Yoora," katanya lirih.
Usai mendengar itu, darahku berdesir. Lekas aku menyambar bibirnya dan melumatnya tak sabaran. Aku bahkan menggigit bibir bawahnya, lalu mengabsen gigi dan menyapa lidahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jerk Boss ✓
Fanfiction[COMPLETED] -Versi E-book bisa dibeli kapan saja- Hwang Yoora harus bekerja keras untuk menghidupi dirinya dan sang adik di tengah kericuhan Kota Seoul setelah kepergian kedua orang tuanya. Awalnya semua berjalan baik-baik saja, sampai Tuhan kembali...