SEMBILAN BELAS

3K 155 14
                                    

Tepat di depan meja makan, Shannon tersenyum pada seorang cewek disana, "Udah makan nya, Kak?" Dia mengambil piring kosong yang ada di atas meja dan memberikannya pada Vano agar cowok itu bisa makan. Dia mempunyai firasat kalau cowok itu belum makan, lebih tepatnya tadi Bunda bilang kalau Vano belum sarapan dan hanya memakan sepotong roti.

            "Udah kok, tadi aku mau naruh piring sendiri," jawab Cia, nada suaranya sudah lebih tenang daripada yang sebelumnya. Cia menoleh ke seseorang yang ada di samping Shannon, "Sorry udah buat lo khawatir ya, Van."

            Vano menghampiri Cia, "Gue nggak mau lo kunci kamar kayak tadi lagi. Kalo ada masalah itu di hadapin bukannya di diemin kayak gitu. Lo pikir dengan diem aja di kamar, berantakin kamar, bakalan selesain masalah? Gue ngerti perasaan lo, tapi jangan terlalu dipikirin apa yang temen-temen sosmed lo bilang karna perkataan mereka itu nggak penting. Perkataan mereka nggak akan selesain masalah lo, malah yang ada bakalan memperkeruh masalah. Gue bakalan minta Oscar buat tanggung jawab untuk nikahin lo, ngurus bayi lo, jadi nggak usah khawatir ya,"

            "Gue juga bakalan bantuin lo hadapin ini semua. Kalo sampe Oscar nggak mau tanggung jawab, gue yang bakalan habisin tu bocah." Vano menaruh tangan kanannya di pundak Cia sedangkan tangan kirinya memegang piring yang sudah diisikan nasi goreng oleh Shannon, "Lo pasti bisa atasin ini semua."

            "Thank you, Van," kata Cia sambil tersenyum. "Lo beruntung dapetin cowok kayak dia, Sye."

            Shannon tersenyum bangga, dia seringkali mendapatkan perkataan seperti itu jadi dia hanya biasa aja, "Tau kok."

            "Bukan dia yang beruntung dapetin cowok kayak gue, justru gue yang beruntung dapetin dia," balas Vano, dia menoleh ke arah Shannon dan tersenyum pada cewek itu.

            "Kenapa gitu?" tanya Cia penasaran/

            "Di saat cewek lain ngehina sahabat gue, dia disini nemenin gue buat jagain dan bantuin gue buat selesain masalah sahabat gue. Dia juga yang ngebuat gue nggak ngebenci Alexa, pokoknya banyak deh," jawab Vano sambil menatap Shannon dengan tatapan sayang.

            Shannon tersenyum malu-malu. Tidak lama kemudian, Oscar datang ke tengah-tengah meja ruang makan dengan tampangnya yang sangat songong dan menyebalkan. "Kenapa gue dipanggil kesini?" tanya Oscar kesal karena hari ini harusnya dia sedang tanding basket dengan teman-teman lamanya tapi karena telefon dari Vano, semua itu harus batal.

            Tatapan mata Vano menajam saat melihat kehadiran Oscar, Shannon yang melihat akan terjadi peperangan ketiga langsung saja berdiri di tengah-tengah Vano dan Oscar, "Gue nggak mau ada yang adu tonjok disini, masalah nggak akan selesai kalau lo cuman bisa tonjok-tonjokkan."

            Patricia menggigit bibir bawahnya, dia sungguh gugup mengingat atmosfer di rumahnya ini cukup mencekam. Dia takut kalo ada pertengkaran yang terjadi dirumahnya. Mengingat Oscar ataupun Vano adalah musuh bebuyutan.

            "Lo yang hamilin Cia kan?" tanya Vano langsung tanpa basa-basi karena dia tidak mau lama-lama bertatapan dengan cowo brengsek yang ada di depannya saat ini. Dia muak.

            Oscar langsung saja menatap Vano tajam seakan ingin membunuh Vano dengan tatapannya itu, "Jangan asal ngomong ya, Brengsek!"

            Patricia tersenyum miring, "Lo masih nggak mau ngaku juga? Jelas-jelas lo yang cekokin gue tequilla sampe dua belas botol dan lo sendiri yang bawa gue ke private room yang ada di club itu."

            "Oh, yang kejadian itu," Oscar tersenyum meremehkan, "Lo sendiri yang mau minum dan ngelakuin itu sama gue."

            "Maksud lo apa, anjing!" teriak Patricia dengan nada tinggi. Semabuk-mabuknya dia, dia masih bisa ingat dengan siapa dia mabuk dan apa yang terjadi di saat itu, tidak mungkin dia melupakannya. Hanya saja memang pikirannya hanya bisa dikuasai oleh tubuhnya saat sedang mabuk.

            "Well, mengingat lo sering banget ke club, nggak menutup kemungkinan kan kalau lo bukan cuman ngelakuin sama gue? Lo cuman mau jebak gue kan?" kata Oscar santai, dia malah menuduh Cia.

            "Maksud lo apa?!" teriak Patricia tidak terima dengan tuduhan yang dilayangkan oleh Oscar. Dia tidak terima jika Oscar berkata seperti itu karena kenyataannya, dia hanya pernah melakukan itu sekali dan hanya dengan cowok yang ada di depannya saat ini. "Gue cuman pernah ngelakuin itu sekali dan cuman sama elo doang, brengsek!"

            Oscar menyeringai dan mengulang perkataannya yang berhasil menyudutkan Cia, "Yakin cuman sama gue doang? Mengingat lo sering banget ke club, dan suka banget sama mabuk-mabukan."

            Vano sudah menyiapkan diri untuk melayangkan pukulannya namun tangannya itu terhenti saat Shannon menampar wajah Oscar terlebih dahulu tanpa aba-aba. Dia membulatkan matanya tak percaya.

            "Maksud tamparan lo ini apa?!" tanya Oscar tidak senang. Ia memegang pipi kanannya itu, "Jangan berani sentuh gue!"

            "Kenapa gue nggak boleh sentuh muka cowok murah kayak lo? Lo itu sebenarnya cowok atau banci sih?" Shannon tersenyum sinis, "jadi cowok itu yang bener, harus bisa tanggung jawab. Gue tau pasti kalau mengakui hal buruk yang sudah pernah kita lakukan itu susah tapi nggak ada salahnya kan kalo kita coba untuk bertanggung jawab dengan kesalahan kita?"

            "Gue kan udah bilang, anak itu bukan anak gue!" tunjuk Oscar ke perut Patricia dengan marah.

            "Yakin? Kalo gue bisa dapetin bukti kalo lo yang udah hamilin Kak Cia gimana? Apa perlu kita test DNA disaat bayinya lahir nanti? Kalau sampe itu bayi emang anak lo, gue akan buat hidup lo menderita dan tentu aja hancur," Shannon menekankan setiap kalimat yang dia ucapkan, lalu tersenyum iblis, "Gue nggak segan-segan loh!"

            Shannon lalu melanjutkan dengan, "Mungkin lo kaget ngelihat gue yang kayak gini, terserah lo mau bilang gue punya kepribadian ganda atau apa sampe berani ngancem lo, yang harus lo tau adalah jangan pernah ngusik kehidupan orang yang deket sama gue atau lo yang akan menderita karena akibatnya."

            "Kemana sifat Shannon yang lembek? Kenapa sekarang jadi orang brengsek kayak gini?"Oscar terkekeh sembari melayangkan tatapan meledek.

            "Entah, mungkin karna harus ngelawan orang brengsek kayak lo ... gue harus berubah jadi brengsek juga." Shannon menyeringai, "Jadi gimana? Lo mau tanggung jawab dengan bayi lo?"

            "Gue bakalan rawat Cia, tapi setelah bayi itu lahir kita lakuin test DNA dan kalau sampe dia anak gue, gue bakalan nikahin Cia," putus Oscar. Mau tidak mau dia bertanggung jawab, dia tidak mau kalo masalahnya menjadi makin panjang dan rumit.

            Shannon menatap ke arah Cia meminta persetujuan, "Gimana, Kak?"

            "Gue sih setuju aja, tapi urusan nyokap gue belum kelar," jawab Cia, dia memegang perut nya sendiri yang masih rata itu dengan tatapan sedih.

            "Urusan nyokap lo biar gue yang urus, besok kan minggu ... kita ke dokter kandungan buat cek kandungan lo ya," kata Vano.

            "Kalo gitu, gue cabut duluan." Pamit Oscar yang sebenarnya tidak dipedulikan oleh siapapun orang disana kecuali Vano yang memang masih sangat marah disana.

            "Mau kemana lo?!" teriak Vano.

            "Tenang aja, gue nggak bakalan kabur dari tanggung jawab gue." Oscar menatap Vano, lalu dia berjalan keluar dari rumah Cia dengan santai walaupun dalam hatinya benar-benar gelisah dan tidak tau harus melakukan apalagi. Sepertinya, dia sudah tidak boleh bermain ke klub lagi atau kejadian tidak menyenangkan akan terjadi lagi, dengan perempuan yang lain.

            "Thank you banget ya, Sye!" Cia berjalan ke arah Shannon dan langsung memeluknya. Shannon tersenyum bahagia, dia sangat senang kalau bisa membantu sahabat gebetannya itu.

COOL BOY VS CRAZY GIRL | ABIJAYANTO SERIES#1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang