TIGA PULUH

2.7K 130 27
                                    

Atas perkataan yang dikatakan Cia kemarin, Shannon berubah menjadi lebih pendiam dari yang biasanya sampai-sampai berhasil membuat semua orang bingung dan heran atas perubahan sikap si cewek pembuat onar itu. "Lo kenapa sih, Sye? Cia ya?" tanya Angga, dia menyadari penuh kalo Shannon masih terbayang-bayang oleh perkataan Cia kemarin.

"Hmm? Nggak kok, nggak ada apa-apa," elak Shannon.

"I know you, Sye." Angga berkata sekali lagi, "Tell me about it."

"Gue cuman bingung doang, Ga. Emangnya bener kalo gue egois? Gue cuman ngalangin rencana pendidikan Vano? To be honest, it's killing me when she said that. She made me feel guilty and I ..."

"Sye, you're not selfish at all. Gue kalo jadi lo juga pasti bakal udahin Vano kok. He's not worth it for you, honey." Angga berkata, dia menaruh kedua tangannya diatas pundak Shannon, "Trust me, he's not worth it for you and he didn't like you anymore. Kalo misalkan dia suka dan sayang sama lo, dia pasti udah ngomong sama lo sekarang dan yakinin lo untuk nunggu dia, terlebih lagi, tidak akan meninggalkan lo dalam keadaan kebingungan kayak gini."

"But, he told me he loves me!" Shannon masih berusaha keras untuk membela Vano dan membiarkan dirinya yang bersalah disini.

Angga menggeleng, "He's not here, is it? Kalo dia sayang sama lo, dia pasti akan disini sekarang. Menjelaskan apa yang perlu dijelaskan tanpa perlu takut apa yang akan terjadi nantinya. But again, he's not here. We need to face the fact that he is not here for you to explain anything."

Benar apa yang dikatakan oleh Angga, hanya saja Shannon masih belum mau mengakui fakta itu. Di dalam dirinya, masih terjadi perdebatan yang serius antara mau memperjuangkan Vano kembali atau merelakan Vano pergi bersama wanita yang lain?

Liam merangkul Shannon dari belakang, "Udah, jangan sedih-sedih lagi sih!"

"Iya woi! Kelas nggak asik kalo lo nggak ikutan nyanyi woi!" teriak Harry yang sekarang sedang memegang sapu yang dia jepit diantara kedua kakinya. "Kita asik-asikan aja woi!"

Evelyn yang sedang menghitung tugas matematika yang diberikan oleh Pak Dandi— guru yang sedang sakit hari ini tapi tetap menitipkan tugasnya, berteriak dengan kesal, "Harry! Bisa nggak, nggak usah nyanyi! Suara lo bikin kepala gue penat tau nggak!"

"Baby, darling bala-bala, jangan marah-marah bisa nggak? Harry itu cuman lagi menghibur doang, kayak yang biasanya dia lakuin." Dengan nada jenaka, Liam berkata.

Tidak terima dipanggil Baby oleh Liam, Evelyn melempar buku cetak ekonominya yang berisikan tiga ratus halaman, "Jijik tau nggak! Jangan panggil gue dengan panggilan jijik lo itu!"

Bukannya kesakitan atau tobat, Liam malah kembali melancarkan aksinya dengan menghampiri meja Evelyn dengan sebuah botol minum ditangannya, "Check satu dua tiga! Baby bala-bala, I love you!"

"Bisa diam nggak lo?!" teriak Evelyn kencang.

"Nggak bisa, sayang," jawab Liam santai.

"Jangan sampai gue tampar ya lo!"

"Tampar aja. Tapi, tamparnya pakai kasih sayang ya, biar nggak begitu sakit." Liam menyengir lebar. Membuat orang marah adalah hal yang paling dia senangi selama sekolah di SMA Ananda, terlebih lagi jika menganggu cewek-cewek kutu buku seperti Evelyn. Sangat menantang.

***

Saat jam makan siang, Shannon berjalan sendiri mengelilingi lapangan olahraga sekolahnya yang sangat besar itu. Tiba-tiba saja, kenangan mengenai Vano yang melempar botol air ke kepala Angga hanya karena pria itu cemburu terlintas dikepala Shannon. Saat itu juga, rasanya dia ingin sekali menghentikkan waktu untuk benar-benar menghargai moment yang sudah terlupakan itu.

Ketika kakinya berjalan ke depan toilet yang ada di dekat lapangan, dia teringat saat Vano membelanya di depan Vania dan Tiffany dan menyebutnya sebagai cewek gue bahkan dia ingat betapa marahnya Vano saat Oscar menganggapnya sebagai perempuan murahan. Shannon menutup matanya, kenangan-kenangan yang dia ingat benar-benar membuat hatinya makin sakit dan matanya menjadi sangat perih.

"It hurts," Shannon mengulum bibir bawahnya, menahan cairan bening yang akan lolos dari matanya. Tanpa disengaja, matanya menangkap Vano dan Patricia yang sedang tertawa disebrang sana, "Kenapa lo baik-baik aja? It's not fair." Shannon masih mempertahankan matanya untuk melihat hal yang sebenarnya hanya menyakiti dirinya sendiri, bukan secara perlahan lagi, melainkan sudah sangat sakit.

Senyuman Patricia merekah saat dirinya melihat Shannon yang sekarang sedang menatapnya juga, "Hi!" sapa Cia dari jauh sana. Dia juga menghampiri Shannon yang masih terdiam di pinggir lapangan.

Shannon nampak terkejut saat Cia dan juga seorang cowok yang sangat dia hindari, sedang berjalan ke arahnya. Malah, sebentar lagi mereka sampai. "Lo lagi ngapain? Nggak makan siang?" tanya Cia yang tidak langsung dijawab oleh Shannon.

Rasanya tak percaya kalo akhirnya dia dapat melihat Vano lagi setelah apa yang terjadi waktu itu. Shannon binggung harus apa sekarang disaat Vano sekarang sedang menatapnya dengan datar, tanpa kehangatan. Shannon menelan ludahnya susah payah. "Gue duluan."

"Jangan kemana-mana dong, Sye." Cia menahan Shannon. Entah apa yang wanita hamil itu rencanakan, yang pasti sangat tidak baik bagi Vano ataupun Shannon. "Gimana kalo pulang sekolah nanti kita ketemuan? You, me and Vano.Kita selesain semuanya hari ini juga."

"Selesain? Selesain apa?" Vano bertanya dengan nada suara datar.

"Iya, selesain apa? Selesain masalah hubungan yang sama sekali belum dimulai?" balas Shannon sarkas. Dia kesal tentu saja. Marah, bingung, dengan sikap yang diberikan oleh Vano sekarang.

Cia mengulum senyum manisnya, "Mau ya, Sye? Sore ini di cafe dekat sekolah?"

"Terserah." Lalu Shannon berjalan meninggalkan Cia dan Vano. Dia melebarkan langkahnya untuk segera ke kelas, memberitahu teman-temannya kalo mereka harus ikut untuk menemani dirinya bertemu sang mantan—mantan yang hubungannya tidak pernah ada.

Sepulang sekolah, Shannon, Angga, Liam dan juga Harry langsung saja mengendarai mobil mereka masing-masing ke cafe yang memang sudah ditetapkan sebagai tempat pertemuan mereka semua, khususnya untuk Shannon, Vano dan juga Cia. Alasan kenapa Shannon membawa teman-temannya hanya satu, dia takut. Takut dengan apa yang terjadi sore hari ini.

Sesampainya di dalam cafe, Shannon dan teman-temannya langsung saja mengambil meja yang tidak jauh dari kaca. Shannon terdiam sambil berkutat dengan pikirannya sendiri sedangkan Angga yang sudah haus langsung saja memanggil pelayan untuk memesankan pesanan mereka, Liam yang kebelet pipis harus buru-buru ke toilet, dan Harry yang sedang asik bermain game di ponselnya. Dalam benak Shannon, dia memikirkan kata-kata apa yang pantas dia gunakan untuk memulai percakapan—yang pastinya canggung, dengan Vano. Apa yang dia harus lakukan? Apa dia harus memulainya dengan bertanya, "Apa kabar?" Ah, tidak mungkin.

 Apa yang dia harus lakukan? Apa dia harus memulainya dengan bertanya, "Apa kabar?" Ah, tidak mungkin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


- Rangga -

COOL BOY VS CRAZY GIRL | ABIJAYANTO SERIES#1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang