Noted : Mari kita upacara hahaha .... Selamat hari Senin. Semoga awal minggu kita menyenangkan.
Meskipun masih memiliki waktu sepuluh menit sebelum pukul sepuluh pagi, Lucy sudah berjalan menuju ke bagian depan gedung rumah sakit. Cuaca sangat cerah, dan sepertinya juga akan gerah. Jadi gadis itu memilih mengenakan celana denim selutut dan blus katun bermotif bitnik-bintik.
Lucy melambai pada portir yang sedang bertugas. Dia akan mengobrol dengan pemuda itu sambil menunggu kedatangan profesor.
"Hai. Luce! Mau pergi?" sapa Ned, si portir, begitu Lucy mendekat.
"Mau pulang," jawab Lucy riang seraya menurunkan tas punggungnya yang berukuran terlalu besar bagi tubuhnya yang kurus. "Aku berencana menumpang mobil seseorang yang kebetulan searah ke Beaminster."
"Profesor Belanda itu?" tanya Ned.
"Kok tahu?" tanya Lucy heran.
"Tuh!" Ned menggerakkan kepalanya ke arah lobi.
Dan di sana Lucy melihat pria itu sedang berada di depan meja resepsionis, asyik mengobrol santai bersama Sir Wyatt. Sialan!
"Beliau memintaku mengatakan padamu," lanjut Ned. "Kau tahu, Luce? Untuk ukuran orang sepenting beliau, profesor baik hati itu mau berbicara denganku."
"Hm .... Sepertinya begitu," sahut Lucy tak acuh.
"Cepatlah kau temui dia," Ned menghalau Lucy.
Sambil tertawa gadis itu meninggalkan pria ramah itu dan berjalan mendekati tempat Profesor der Linssen berada. Lucy berencana untuk menunggu saja dari kejauhan, hingga kedua pria itu menyelesaikan apapun yang mereka bicarakan. Namun profesor itu lebih dulu mengetahui kedatangannya dan melambai kepadanya. Terpaksa gadis itu harus berjalan mendekat.
"Selamat pagi, Sir Wyatt," Lucy memberi salam kepada pemimpin rumah sakit ini.
"Sepertinya orang yang ditunggu sudah tiba. Selamat jalan, Fraam. Semoga kita bertemu lagi dalam kunjunganmu ke London berikutnya," Sir Wyatt menepuk bahu Fraam, mengangguk singkat pada Lucy, lalu berjalan pergi.
"Selamat pagi, Profesor," Lucy memberi salam pada Fraam.
"Selamat pagi, Lucy. Aku senang tak perlu harus menunggu," katanya seraya menatap Lucy dari ujung kepala sampai ujung kaki.
"Bila saya terlambat sedetik saja, mungkin Anda sudah meninggalkan saya, Sir."
"Kenapa kau berpendapat begitu?" tanya Fraam mengernyit penasaran.
"Saya berpikir Anda menyesal karena menawari saya tumpangan."
Fraam tertawa. "Aku tidak menyesal sama sekali. Kau? Apakah menyesal karena menerima tawaranku?"
"Saya akan menyesal bila tidak sempat merasakan mobil Anda yang hebat itu."
Kali ini Fraam tertawa lebih keras lagi. "Masih Lucy yang sama. Suasana pagi ternyata tidak mengurangi ketajaman lidahmu," komentar Fraam, masih sambil tertawa. "Mari kita segera berangkat," ajaknya..
Beberapa saat kemudian Lucy sudah duduk nyaman di jok kulit mahal dalam mobil yang sejuk dan beraroma harum. Sangat berbeda dengan mobil tua ayahnya. Apalagi bila dibandingkan dengan kereta. Lima belas menit perjalanan yang mereka tempuh Lucy sudah bisa menarik kesimpulan bahwa Profesor der Linssen adalah pengemudi yang ahli. Juga sabar. Tak sekalipun terdengar pria itu mengeluarkan umpatan pada lalu lintas London yang padat. Lucy juga tidak mendapati sikap mengetuk-ketuk kemudi dengan tidak sabar.
Tanpa malu-malu Lucy mengamati pria di sampingnya.
"Apapun yang ada dalam pikiranmu itu, lebih baik katakan saja. Aku mulai terbiasa mendengar celetukanmu," kata profesor.
![](https://img.wattpad.com/cover/4044541-288-k718797.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Run To You (Terbit)
RomanceOpen PO Novel E-book Ready di google Play Link e-book ==> Bit.ly/EbookRTY Oh My God! I'm dating a (significantly) older man!