Kediaman keluarga De Groot telah sepi ketika Jaan mengantar Lucy malam itu.
Jaan memiliki kunci cadangan, sehingga mereka tidak perlu membangunkan siapa pun. Setelah memberi ciuman ringan di pipi, pemuda itu meninggalkan Lucy. Wajahnya yang bandel menyeringai ketika mengendap-endap keluar dari pintu depan. Lucy memandangnya sambil terkikik geli.
Dengan perasaan senang, Lucy berjalan menyusuri lorong menuju anak tangga. Kamarnya berada di lantai atas. Betapa terkejutnya dia ketika mendapati Mies sudah berdiri di anak tangga terbawah.
"Akhirnya kau pulang juga," tegur Mies.
"Oh, Mies, kukira kau pergi makan malam keluar," kata Lucy. "Ayahmu sudah tidur?"
"Papa pergi ke rumah salah seorang kolega, membiarkanku makan malam sendirian," keluh Mies jengkel.
"Oh ya? Kenapa kau tidak bergabung bersama aku dan Jaan? Kami mengunjungi pub yang lumayan menarik. Kupikir pub-pub sejenis itu cuma ada di pedesaan Inggris, ternyata kalian punya juga. Apakah Profesor der Linssen tidak mengajakmu makan malam?"
"Fraam? Dia sudah ada janji kencan," kata Mies tampak kesal. "Aku yakin saat ini dia pasti masih berdansa di salah satu kelab elite tempat dia jadi member."
"Kasihan sekali kau, Mies," kata Lucy prihatin.
Kedua gadis itu berjalan beriringan menuju ke lantai atas. Ketika Lucy sudah selesai mandi dan tampak manis dalam setelan piyama katunnya, Mies datang bergabung di kamarnya. Keduanya duduk di tempat tidur single itu dan saling bercerita.
"Fraam hanya menganggapku gadis kecil," keluh Mies.
"Tapi kan memang jarak usia kalian sangat jauh," Lucy menimpali.
"Dia juga mengatakan demikian. Bahkan dia sering mengejekku, mengatakan aku tak lebih seperti keponakannya yang manja," Mies mencibir kesal. "Dan lebih buruk lagi, Fraam sering menjodohkanku dengan pemuda-pemuda yang menurut dia cocok untukku."
"Bukankah itu bagus?" Lucy mengerutkan kening.
"Demi Tuhan, Lucy! Setelah mengenal Fraam, tidak ada pemuda yang cukup layak untuk menandinginya!" keluh Mies. "Fraam gagah, macho, seksi, kaya, dan sangat menawan."
Lucy memutar bola matanya. Ingin memprotes cara berpikir Mies yang dangkal. "Memang kau yakin, hanya Fraam satu-satunya pria dengan siapa kau jatuh cinta?"
Mies terkejut. "Jatuh cinta?"
"Iya. Jatuh cinta," jawab Lucy polos.
Tiba-tiba Mies tertawa terbahak-bahak. "Ya ampun, Luce, nama Fraam dan kata 'cinta' tidak akan pernah cocok diucapkan dalam satu kalimat!"
Kedua gadis itu saling berpandangan, sama-sama tak habis pikir dengan perbedaan pendapat mereka.
"Apakah kau akan menikah hanya dengan orang yang kau cintai, Lucy? Tidak cukupkah kau menikah hanya dengan orang yang kau sukai? Cukup suka hingga kau berniat menyerahkan hidupmu di tangannya?"
"Aku tidak tahu karena aku belum pernah bertemu dengan laki-laki yang membuatku berpikir demikian," jawab Lucy ringan.
"Tidak ada sama sekali?"
Lucy menggeleng yakin.
"Jaan?"
"Jaan? Memang ada apa dengan Jaan?" Lucy bertanya polos.
Kali ini Mies yang memutar bola matanya. "Menurutmu Fraam tampan kan?"
"Wajahnya?" Lucy bertanya lagi. "Iya memang tampan. Tapi kan pria bukan hanya dilihat dari wajahnya saja, kan?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Run To You (Terbit)
RomantizmOpen PO Novel E-book Ready di google Play Link e-book ==> Bit.ly/EbookRTY Oh My God! I'm dating a (significantly) older man!