10

5.7K 1.1K 144
                                    

Selamat pagi, selamat hari Jumat.

Semoga update-an kali ini menghibur kalian para pembaca. Doakan aku ya, agar selalu sehat, dimudahkan setiap urusan, dan terus bisa berbagi kebahagiaan bersama kalian.

#AuthorLagiBahagia .


Hujan turun keesokan harinya. Ketika Lucy sedang menyusuri pertokoan di sepanjang Kalverstraat dan Leidsestraat.

Gadis itu berteduh di sebuah cafe yang ditemuinya, menunggu hingga reda, sebelum melanjutkan perjalanan dengan meninggalkan deretan pertokoan tersebut. Dia sangat tertarik untuk menjelajah ruas jalan yang sepertinya menuju ke area pemukiman. Jalan itu sangat cantik, dibelah oleh kanal sempit dengan pohon-pohon berjajar di kedua tepinya. Tepat di ujung, pada bagian yang melandai, Lucy melihat deretan town house yang keindahannya bagai lukisan. Sepertinya daerah ini merupakan sebuah hunian eksklusif. Dengan halaman terbuka serta taman-taman indah yang tertata rapi menghiasi setiap bangunan.

Dengan penuh semangat Lucy mengayunkan langkah menyusuri jalan tersebut hingga ke ujung. Sebuah rumah berlantai empat berdiri megah di sana. Paling besar, paling bagus, dan halamannya juga paling luas. Bangunan itu berlantai empat dengan pintu garasi berukuran besar, serta taman luas yang ditata dengan indah. Beberapa jenis bunga musim panas masih terlihat bermekaran menghiasi halaman. Membuatnya semakin menawan. Karena tanpa kehadiran taman, bangunan itu hanya akan menjadi sebuah rumah mewah, terkesan agak pamer, dan sombong.

Saat Lucy masih terbengong-bengong mengaguminya rumah tersebut, tiba-tiba pintu garasi terbuka. Seorang pria berbadan tinggi dan berambut gelap berjalan keluar dan mendekati salah satu mobil dari deretan kendaraan roda empat yang ada di dalam garasi itu.

Profesor der Linssen!

Benar-benar kebetulan yang luar biasa. Dan seakan menyadari ada yang sedang mengamatinya, pria itu menoleh kepada Lucy yang sedang berada di seberang jalan. Namun sepertinya profesor tak mengenali gadis itu. Pria itu dengan tenang masuk ke dalam mobil, dan tak lama kemudian Lucy melihatnya melaju meninggalkan rumah. Mobil itu melintas di dekat tempat Lucy berdiri. Pria itu menoleh kepadanya, namun tidak mengucapkan apapun. Bahkan sebuah senyum pun tidak. Membuat gadis itu menatapnya terpana dan tak percaya dengan penglihatannya.

Dasar sombong! Maki Lucy dalam hati. Dengan kesal dia membalikkan badan dan melanjutkan perjalanannya. Bisa-bisanya profesor itu memperlakukannya seperti itu! Seulas senyum tidak akan membuat bibirnya terluka. Sungguh keterlaluan. Tanpa bisa dicegah, kekesalan Lucy berubah menjadi kesedihan. Dan Lucy merasa semakin tolol ketika rasa sakit hatinya membuat matanya berkaca-kaca. Sialan!

***

Lucy menghabiskan sisa liburannya dengan beraktivitas sendirian. Mies sibuk berkencan dengan van Schuylen. Sedangkan Jaan hanya sesekali bisa menyempatkan diri menemani Lucy di sela jadwalnya yang padat. Tetapi Lucy sama sekali tidak keberatan. Dia menyukai berjalan-jalan sendirian. Bisa mengunjungi tempat mana pun sekehendak hatinya tanpa harus kompromi kepada siapa pun.

Tiga hari sebelum kembali ke Inggris, akhirnya Lucy memilih untuk berdiam diri di rumah. Sore itu dia memang malas untuk bepergian, dan lebih memilih menghabiskan waktunya di perpustakaan, membaca buku-buku cerita bergambar milik Jaan dan Mies. Buku anak-anak dalam Bahasa Belanda. Baginya, selain menyukai tempat-tempat baru, dia juga senang mempelajari hal-hal yang baru.

Lucy sedang tenggelam dalam bacaannya ketika terdengar bunyi bel pintu. Anneke yang bertugas mengurus rumah sedang pergi. Mudah-mudahan bukan tetangga, batin Lucy. Koleksi kosa katanya masih sangat terbatas, hanya cukup untuk percakapan sederhana dalam membeli barang di toko, atau menghadapi petugas laundry. Ketika bel pintu berbunyi lagi, mau tak mau dia harus keluar. Saat gadis itu membukakan pintu, matanya menatap sepasang mata biru yang memandangnya dengan heran.

Run To You (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang