16

5.3K 1.1K 95
                                    

Halo... Selamat hari Jumat.

Mari kita lihat, seberapa jauh Lucy bisa hendel keluarga Fraam. Siap?



Lucy menatap Fraam dengan sinar mata berkobar oleh emosi. "Anda bercanda kan, Profesor? Tidak ada alasan masuk akal kenapa mereka ingin berkenalan dengan saya."

Namun pria itu hanya tersenyum geli, menarik gadis itu pada lingkaran keluarganya. Terpaksa Lucy harus mengikuti apa yang dilakukan Fraam, berkenalan dengan ketiga adik pria itu beserta pasangannya. Mereka semua berbicara dalam bahasa Inggris yang lancar. Namun dari ketiganya, Lucy hanya sanggup mengingat satu orang saja, yaitu Duert. Karena istri Duert, Joanna, perempuan cantik berambut gelap itu, ternyata adalah perempuan Inggris seperti dirinya. Sementara nama-nama lainnya hanya samar-samar diingatnya

"Kau tak perlu mengingatnya sekarang, karena mereka akan sangat usil untuk terus-menerus mengundangmu di lain waktu, dan memastikan kau tidak lupa pada mereka," kata Fraam yang disambut persetujuan dari adik-adiknya. "Nah, sekarang kenalkan. Inilah ayah dan ibuku."

Lucy tersenyum pada pasangan senior yang di usia senja masih sangat menawan. Mijnheer der Linssen jelas merupakan edisi senior putra sulungnya. Sedangkan Mevrouw der Linssen cantik dan lembut, dengan segala kerut keibuan di wajahnya yang menatap penuh sayang pada Fraam. "Selamat petang, Mjnheer, Mevrouw, apa kabar," Lucy menyalami keduanya.

"Ah, Lucy, boleh kupanggil demikian?" tanya Mevrouw der Linssen sambil tersenyum.

"Tentu," jawab Lucy.

"Duduklah di sini Lucy, agar kita bisa mengenal lebih baik," undangnya.

Lucy duduk di sofa, di sebelah Mevrow, sementara Fraam mengambil tempat di kursi sebelah Lucy. Mijnheer der Linssen dan yang anggota keluarga yang lain pun turut bergabung bersama mereka. Duert yang akhirnya menjadi tuan rumah mewakili Fraam, menuangkan minuman untuk mereka semua,

"Sherry untuk Lucy, Duert. Dan jangan terlalu banyak. Aku yakin perut Lucy dalam kondisi kosong saat ini," Fraam mengingatkan adik lelakinya. "Ya kan, Lucy?"

"Iya. Saya tadi langsung ke bandara setelah selesai tugas," sahut Lucy. London dan St. Norbert terasa begitu jauh meskipu baru beberapa jam saja dia tinggalkan. Lucy hampir menangis membandingkan celana wool yang dipakainya dengan gaun sutra tuan rumahnya.

"Kalian, gadis-gadis muda zaman sekarang, begitu tenggelam dalam pekerjaan," keluh Mevrouw der Linssen. "Kudengar kau baru akan lulus tahun depan?"

"Betul Mevrow, sekarang di semester akhir pendidikan saya."

"Apakah rencanamu setelah lulus?" tanya Mevrow der Linssen dengan tertarik.

"Saya ingin segera bekerja," jawab Lucy lugas. Dia tidak tahu bagian mana yang lucu dari jawabannya tersebut, yang membuat mata Fraam berbinar geli.

"Ah, begitu. Gadis-gadis zaman sekarang memang begitu tenggelam dalam karir, tidak mau kalah dari laki-laki. Ide tentang pernikahan pasti terdengar begitu kuno serta membosankan bagi kalian. Tapi kuharap kau tidak begitu, sayang. Bila saatnya ada laki-laki yang cukup baik dan terhormat datang melamarmu, dan kalian saling mencintai, kenapa tidak? Tidak ada yang lebih berharga dari membangun sebuah keluarga sendiri."

"Iya, Mevrouw. Tapi usia saya masih muda sekali. Jadi saya belum berminat terikat pada siapa pun. Saya ingin melakukan banyak hal," Lucy berterus terang.

"Asal kau waspada saja, Sayang. Karena waktu berlalu dengan cepat tanpa kau sadari," wanita itu tersenyum kepadanya. "Fraam sudah berusia empat puluh tahun dan sudah waktunya bagi dia untuk hidup mapan. Dia memerlukan waktu terlalu lama untuk menyadari tanggung jawabnya dalam bisnis keluarga. Kuharap dia juga sudah mulai memutuskan untuk berumah tangga."

Run To You (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang