Dr. De Groot memerlukan waktu selama dua jam di klinik tersebut, sebelum akhirnya mengajak Lucy ke rumah sakit yang terletak di pusat kota. Setiba di sana Lucy sangat terkesan dengan tempat itu. Tidak hanya berada di lingkungan yang elit, namun juga memiliki bangunan yang megah dengan dinding didominasi kaca, namun juga memiliki fasilitas yang modern. Rumah sakit swasta yang mahal.
"Pemiliknya sama dengan yang memiliki klinik tadi," kata Dr. De Groot menjelaskan dengan singkat.
Lucy sebenarnya sangat ingin bertanya tentang Profesor der Linssen kepada pria paruh baya itu. Namun dia merasa segan.
"Mies bekerja sebagai resepsionis di salah satu poli spesialis. Jaan juga di sini sebagai dokter magang. Kebetulan aku punya hubungan sangat baik dengan pemiliknya. Dia dulu seniorku yang sekarang sudah pensiun. Saat ini, untuk sementara, rumah sakit ini dikelola oleh salah satu adik dari pemilik lama, karena putra sulungnya masih belum tertarik untuk terjun langsung di bisnis rumah sakit. Namun sepertinya tak lama lagi putra mahkota akan ke sini. Hanya tinggal menunggu waktu saja karena tanda-tanda itu sudah ada."
Lucy hanya manggut-manggut, berusaha mengerti apa yang dikatakan Dr. De Groot. Istilah seperti bisnis rumah sakit dan putra mahkota bukanlah istilah yang setiap hari didengarnya seperti kata 'makan' atau 'sepatu'. Namun dia tak perlu lama-lama berpusing-pusing karena Mies sudah muncul di lobi yang luas itu.
"Lucy!" panggilnya ceria.
Yang disambut Lucy dengan tak kalah antusiasnya. Keduanya segera tenggelam dalam obrolan seru, dan tidak menyadari bahwa Dr. De Groot sudah menghilang ke salah satu lift yang berdenting tak henti-henti.
"Keren sekali tempat kerjamu!" seru Lucy kagum.
"Asyik kan? Tunggu sampai kutunjukkan poli spesialis di sini."
"Mmmm ... sepertinya aku lebih tertarik untuk mengetahui rumah sakitnya. Pasti peralatannya canggih."
"Terbaik. Rumah sakit swasta terbaik di Amsterdaam."
Mies menyeret Lucy menuju ke salah satu sayap bangunan, di mana deretan tempat praktik dokter-dokter spesialis berada dan tampak ramai sekali.
"Kau tahu, Lucy, bahwa keluarga Fraam tak akan mau mendapat kelas dua. Seleranya sangat tinggi. Selalu nomor satu. Keluarga der Linssen adalah keluarga yang perfeksionis."
"Fraam? Profesor der Linssen? Apakah kau bekerja di poli dia?"
"Iya. Kupikir kau sudah tahu. Kalian sudah saling kenal kan? Aku ingat Papa pernah menyebutnya beberapa waktu lalu."
"Iya, dia pernah menjadi salah satu pengisi kuliah di tempatku. Dan dia tidak menyukaiku."
"Oh ya? Kenapa?"
"Karena aku tertidur saat ceramah berlangsung dan tidak bisa menjawab pertanyaannya. Konyol bukan?"
Mies tertawa terbahak-bahak. Lalu mengajak Lucy ke tempatnya bekerja. Mies bilang kalau Fraam sangat sibuk jadi lebih sering digantikan oleh asistennya. Bahkan menurut Mies, meskipun dia bekerja untuk pria itu, namun sering kali mereka tidak bertemu selama berminggu-minggu.
Lucy berada cukup lama di rumah sakit. Dia juga menikmati makan siang di kantin yang memiliki menu jauh lebih mewah dari tempatnya bekerja. Para perawat yang bekerja juga terlihat sangat kompeten, rapi, juga cantik.
"Mungkin aku tidak akan diterima bekerja di sini. Apakah kalian mengadakan seleksi kecantikan untuk tenaga kerja yang mendaftar?" tanya Lucy iseng.
"Jangan sinis begitu, sayang," komentar Mies menanggapi gurauan Lucy.
Mies masih harus bekerja. Jadi Lucy menghabiskan waktu dengan berkeliling lorong-lorong panjang rumah sakit. Mengintip segala aktifitas di sana dari balik pintu. Sekali-sekali asyik juga jadi penonton tanpa harus terlibat. Tepat sore hari, setelah sempat nyasar sampai tiga kali, akhirnya Lucy kembali menemukan tempat Mies menunggunya. Gadis itu berdiri di depan sebuah pintu dan sudah mengenakan mantel serta membawa tasnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Run To You (Terbit)
RomanceOpen PO Novel E-book Ready di google Play Link e-book ==> Bit.ly/EbookRTY Oh My God! I'm dating a (significantly) older man!