20

6.1K 1.1K 73
                                    

"Fraam, apakah semua perjalananmu ke Inggris yang seolah tanpa sengaja sering bertemu denganku itu memang telah kau rencanakan?" tanya Lucy berhati-hati.

Fraam terdiam sesaat. "Pertemuan pertama kita, ketika kau tertidur pada saat ceramah ilmiah itu, benar-benar sebuah kebetulan, Lucy," jawab Fraam. "Saat itu aku benar-benar penasaran dengan gadis berambut wortel, putri teman Derek, yang sedang berada di tahun terakhir pendidikan perawat di St. Norbert Hospital."

Fiuh! Lucy merasa tegang mendengarnya.

"Jangan salah paham. Aku bertemu Derek setelah menerima undangan Sir Wyatt. Derek hanya orang yang membuatku ingat padamu. Berada di atas mimbar waktu itu membuatku penasaran, apakah gadis berambut wortel yang duduk di baris depan itu benar-benar dirimu. Katakanlah aku sedang bertaruh dengan diri sendiri," Fraam tersenyum kecil.

"Ingat?" Lucy tertegun. "Apakah itu artinya kita pernah bertemu sebelumnya? Kapan? Di mana?" tanyanya penasaran.

Fraam menghela napas panjang. "Dulu, ketika aku masih seorang dokter muda, aku pernah bertemu seorang gadis kecil. Dia berambut wortel, bermata hijau, dengan dua gigi depan ompong. Gadis itu juga pemarah. Karena waktu aku melihatnya, dia sedang berkelahi bersama Jaan, di halaman rumah Derek."

Lucy begitu terkejut hingga tanpa sadar mulutnya menganga. "Jadi ...."

"Dari dulu, mata hijau, rambut wortel, dan gigimu yang ompong itu benar-benar kombinasi tak terlupakan," Fraam mendesah sambil tertawa kecil.

Mereka terdiam beberapa saat. Lucy benar-benar tidak tahu harus bersikap bagaimana. Kepalanya terasa penuh dan dia menjadi tidak yakin lagi dengan perasaannya.

"Fraam ... Apakah persetujuan dari keluargamu begitu berarti untukmu?" tanyanya.

"Aku memiliki keyakinan bahwa keluargaku akan menyetujui siapapun pilihanku. Aku mengenal mereka seumur hidupku, Lucy. Dan aku tahu mereka pasti akan menyukaimu. Tetapi bila tidak pun, aku tetap akan menikahimu."

"Tapi aku kan, belum menyatakan apapun!" protes Lucy.

"Aku tidak keberatan untuk menunggu. Jadi tenang saja. Tidak usah buru-buru memutuskan," sahut pria itu santai.

"Kau tahu, Fraam? Kepercayaan dirimu ini membuatku sebal."

Lagi-lagi Fraam tertawa.

Rumah orangtua Fraam terletak di Wassenaar. Sebuah rumah besar dengan banyak jendela kecil yang dinaungi balkon berbentuk lengkung di sebagian sisi dindingnya. Bangunan itu hanya terletak beberapa ratus yard dari pantai dengan hamparan pasir luas. Kedua orangtua Fraam menyambut kedatangan mereka dengan kehangatan dan keakraban yang tulus. Siapapun akan menyangka bahwa mereka sudah lama saling mengenal. Bukan hanya sekali bertemu dalam suasana aneh dan canggung dulu.

Namun Fraam, dengan alasan mengejar sinar matahari sebelum tenggalam, segera membawa gadis itu keluar dan berjalan menyusuri pantai yang sunyi dan sepi. Tidak terlihat seorang pun sejauh mata memandang. Mereka tak banyak bicara. Hanya menikmati kedekatan yang sunyi, dan hanyut dalam ketenangan suasana di sekitar mereka. Beberapa saat kemudian, barulah Lucy menyampaikan keinginannya untuk segera pulang.

"Dr. De Groot sudah tidak membutuhkan perawatan khusus lagi. Anneke bisa melakukannya. Jadi lebih baik aku segera kembali."

Fraam terdiam sejenak. "Derek memang sudah bisa lepas dari perawatan. Dia juga sudah bisa mulai pergi ke klinik dua hari lagi, meskipun tidak untuk melakukan pekerjaan berat. Tetapi aku telah memintamu tinggal selama tujuh belas hari di Amsterdaam, Lucy."

"Itu terlalu lama. Tanpa melakukan apa pun, rasanya sungguh membosankan, Fraam. Aku merasa kehadiranku di rumah Dr. de Groot jadi merepotkan," Lucy teringat uang yang diterimanya dari pria tua itu. Hal itu masih membuatnya jengah.

Run To You (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang