12

5.7K 1.1K 55
                                    


St. Norbert Hospital terlihat begitu suram saat Lucy menginjakkan kembali kakinya di sana.

Namun ketika dia berjalan melalui lorong-lorong panjang rumah sakit yang berliku dan mengamati kesibukan para tenaga medis dalam perjalanan menuju asrama dimana dia tinggal, akhirnya mengembalikan akal sehat Lucy. Memberinya kesadaran bahwa semua yang dia lalui di Amsterdam hanyalah mimpi. Karena inilah dunianya yang nyata. Profesor benar, ini hanyalah akhir sebuah bab. Karena pada bab berikut, Lucy telah kembali menjalani takdirnya sebagai seorang perawat.

Lucy memasuki kamarnya yang sederhana, dengan matras tipis dilapis sprei putih bersih yang tak berjiwa. Pemandangan di sekelilingnya membuatnya menyeriangai. Gadis tolol! Gerutunya pada diri sendiri. Inilah dunianya yang sebenarnya. Sambil menggeleng-geleng tak percaya akan kekonyolan yang telah menghinggapinya sepanjang perjalanan Schipol-Heathrow-St. Norbert, Lucy mulai membongkar semua bawaannya.

Gadis itu juga pergi ke pantri, mencari vas yang cukup bagus untuk meletakkan bunga-bunga indah pemberian pria itu. Saat semua kuntum-kuntum cantik itu aman terendam air, dia meletakkannya di atas meja tulis sederhana. Kehadiran bunga-bunga itu turut mencerahkan suasana kamar asrama yang muram.

***

Memasuki bulan Oktober, udara sudah mulai dingin. Bangsal anak-anak dipenuhi berbagai kasus yang biasa menimpa mereka di setiap pergantian musim. Lucy, selain masih harus bertugas, juga harus belajar keras menekuni diktat-diktat penunjang pendidikannya yang tak lama lagi akan segera berakhir.

Hingga suatu petang Mies meneleponnya.

Setelah Lucy kembali ke London, dia memang beberapa kali berkomunikasi dengan sahabatnya yang tinggal di Amsterdam tersebut. Namun pada akhirnya mereka sama-sama bosan. Pesta-pesta yang diceritakan Mies kurang menarik hatinya. Sedangkan kisah kasus-kasus yang dihadapi Lucy di rumah sakit membuat putri Dr. De Groot tersebut tertekan. Hingga pelan-pelan frekuensi obrolan mereka menjadi semakin jarang.

Jadi adalah sesuatu yang istimewa bila Mies menyempatkan diri meneleponnya. Meskipun pertama-tama Lucy harus mendengarkan semua gossip tentang orang-orang di Amsterdma yang kini telah dia lupakan. Kecuali ketika Mies menyebut nama Fraam. Alarm di kepala Lucy seketika berdering.

"Fraam sepertinya sudah benar-benar berniat untuk berkonsentrasi mengelola rumah sakit. Dia sudah banyak mengurangi kegiatan akademiknya," Mies memulai. "Pengukuhannya sebagai direktur utama hanya tinggal menunggu hari, kata Papa."

"Hm ... ," komentar Lucy tanpa tahu harus berkata apa.

"Di saat begini, Fraam harus menikah. Sorang istri sangat dibutuhkan untuk laki-laki dengan kedudukan seperti dia," suara Mies terdengar sendu. "Aku semakin tidak punya kesempatan untuk mendekatinya."

"Kau masih sangat muda, Mies. Lebih baik bersenang-senang dulu menikmati hidup. Menikah bisa kita lakukan nanti, setelah usia 30 tahun," kata Lucy sambil tertawa.

"Lucy! Kau mau menikah di usia 30 tahun? Dengan segala keriput serta selulit yang semakin membandel? Mengerikan!"

Lucy tertawa tergelak-gelak. "Hm ... sepertinya aku tidak akan menikah."

"Omong kosong! Kau hanya terlalu fokus pada cita-citamu menjadi perawat!" hardik Mies.

"Tapi itu benar, Mies!" bantah Lucy. "Lagi pula lebih baik kau menghabiskan waktumu untuk fokus kepada hal lain, darai pada galau tak menentu menunggu pria yang tak pasti."

"Ucapanmu menyebalkan. Seperti kata-kata Fraam!" keluh Mies lagi. "Secara terus terang dia mengatakan padaku agar aku mencari kegiatan lain saja untuk menghabiskan waktu dari pada menunggu dia. Jelas-jelas dia mengatakan bahwa aku tidak akan pernah cocok untuknya. Keterlaluan sekali dia," omelnya sebal.

Run To You (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang